Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Visi Misi Prabowo - Sandiaga: Tak Alergi soal Utang Pemerintah

Ternyata visi misi di bidang ekonomi dari pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo dan Sandiaga tak alergi dengan utang pemerintah.

27 September 2018 | 12.12 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan bakal Sandiaga Uno memberikan keterangan pers mengenai pandangan kondisi perekonomian bangsa saat ini di Rumah Kertanegara, Jakarta, 7 September 2018. Prabowo-Sandi bersama koalisi partai pengusungnya mengkritisi kondisi perekonomian bangsa saat ini pasca-melemahnya nilai tukar Rupiah. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ternyata visi misi di bidang ekonomi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno tak alergi dengan keberadaan utang pemerintah. Bahkan, merujuk pada visi dan misinya yang sudah disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum, pasangan capres dan cawapres ini menyatakan bahwa utang baru pemerintah bisa ditolerir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Utang baru hanya bisa ditolerir jika berbasis pada pembiayaan proyek pembangunan yang spesifik yang membuka lapangan kerja seluas-luasnya," seperti dikutip dari buku visi-misi tersebut, Kamis, 27 September 2018.

Pernyataan mengenai utang tersebut muncul pada bagian Program Aksi Bidang Ekonomi khusus pada nomor 22. Adapun program aksi ini, merupakan penjabaran atas delapan (8) buah visi Prabowo-Sandi di bidang ekonomi.

Dalam program aksi atas visi-misinya, pasangan Prabowo-Sandi juga berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola utang pemerintah. Perbaikan tersebut, akan dilakukan dengan cara menggunakan utang hanya untuk sektor-sektor produktif yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat.

Selain itu, pasangan yang diusung Koalisi Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat ini dalam visi misinya menyatakan akan menghentikan praktik berutang yang tidak sehat dan tidak produktif. Maksudnya, menghindari praktik berutang hanya untuk membayar bunga utang dan berutang untuk membayar biaya rutin.

Berbanding terbalik dengan Prabowo-Sandiaga, dari visi misi pasangan capres petahana Joko Widodo - Ma'ruf Amin, perkara soal utang dan pinjaman pemerintah tak dicantumkan. Dari hasil pencarian sebanyak 38 lembar halaman visi misi Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang disampaikan ke Komisi Pemilihan Umum tak ditemukan pembahasan mengenai utang pemerintah tak dibahas.

Sebelumnya, calon presiden Prabowo Subianto sempat membuat perdebatan di media setelah mengeluarkan statemen mengenai utang pemerintah. Dalam pernyataannya, Prabowo mengatakan bahwa utang pemerintah terus naik Rp 1 triliun setiap hari.

"Utang pemerintah kita naik terus, 95 juta orang masih hidup miskin. Utang pemerintah naik terus, sekarang hitungannya naiknya adalah Rp 1 triliun tiap hari, utang," kata Prabowo saat menghadiri bukunya yang berjudul "Pandangan Straregi Prabowo Subianto: Paradoks Indonesia" di Hotel Grand Sahid Jaya, Sabtu, 1 September 2018.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Partai Gerindra ini juga menyindir orang yang mengatakan bahwa utang banyak tidak menjadi masalah. "Tapi para ahli yang mengerti utang ini mengancam kedaulatan negara kita," ujar Prabowo.

Tak hanya Prabowo, para politikus dari kubu pendukung juga mengkritik pengelolaan utang yang dilakukan pemerintah Jokowi. Salah satunya dilontarkan oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan yang menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun. 

Zulkifli menyebut angka itu tidak wajar. Pasalnya, menurut dia, angka tersebut tujuh kali lebih besar dari dana desa dan enam kali lebih besar dari anggaran kesehatan. Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pernyataan Zulkifli bermuatan politis dan menyesatkan. Adu argumen antara Zulkifli Hasan dan Sri Mulyani pun berlanjut berhari-hari kemudian dengan saling komentar di media sosial. 

Sri Mulyani menyebutkan, pihaknya selalu berhati-hati dalam mengelola utang. Dalam outlook 2018, defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya sekitar 2,12 persen. Dalam RAPBN 2019, defisit terhadap PDB dipatok di angka 1,84 persen. "Defisit APBN diturunkan di bawah 2 persen PDB, pertama kali sejak 2013," katanya, 17 Agustus 2018 lalu.

HENDARTYO HANGGI | CAESAR AKBAR

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus