Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wajib Asuransi Kendaraan: Jokowi Sebut Belum Dibahas, Asosiasi Usul Disatukan dengan STNK

Presiden Jokowi sendiri mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan tentang wajib asuransi kendaraan ini.

26 Juli 2024 | 17.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pemerintah mewajibkan asuransi kendaraan untuk mobil dan sepeda motor mulai tahun depan banyak menarik perhatian masyarakat. Pasalnya, pengeluaran masyarakat akan bertambah karena premi yang harus dibayar tidak sedikit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Jokowi sendiri mengatakan, sampai saat ini belum ada pembahasan tentang wajib asuransi ini. "Belum ada rapat mengenai itu," ucap Jokowi singkat usai menghadiri acara Grand Launching Golden Visa di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, masalah asuransi wajib ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk Program Asuransi Wajib sesuai dengan kebutuhan, di antaranya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga (third party liability/TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.

Menurut OJK, pelaksanaan undang-undang tersebut menunggu peraturan pemerintah.

Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan penerapan asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga (third party liability/TPL) bagi kendaraan bersifat nirlaba sehingga tidak membebani masyarakat.

“Kami dari asosiasi sangat concern bagaimana untuk bisa menerapkan iuran atau premi atau tarif asuransi ini supaya tidak membebani masyarakat,” ujar Budi Herawan di Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.

Ia mengatakan bahwa pihaknya berupaya untuk merumuskan usulan premi yang setidaknya dapat menutupi biaya kerugian yang harus diganti dengan layak bila terjadi klaim.

“Tentunya kami mendorong supaya pihak yang dirugikan itu bisa mendapatkan ganti rugi yang cukup dan layak,” katanya.

Meskipun begitu, dalam menentukan besaran premi asuransi tersebut, AAUI dan para anggota asosiasi akan mengupayakan tercapainya titik keseimbangan antara industri dan kemampuan finansial masyarakat.

“Ya paling tidak kita harus bisa menjaga break even point (BEP/titik impas) agar biaya operasional dan semuanya harus bisa tertutup,” ucap Budi.

Ia menuturkan bahwa skema pengelolaan maupun pembayaran asuransi TPL tersebut kini belum ditetapkan karena masih menunggu perumusan berbagai aturan terkait, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

“Masalah operator ini memang belum diputuskan, tapi memang sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), bahwa semua asuransi umum yang terdaftar di OJK itu harus dilibatkan,” katanya.

Namun, ia belum dapat mengungkapkan apakah nanti lembaga pengelola asuransi tersebut berbentuk konsorsium atau lainnya karena masih dalam tahap pembahasan.

Berikutnya: Pembayaran Disatukan dengan STNK

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia mengusulkan pembayaran asuransi wajib pertanggungjawaban pihak ketiga (third party liability/TPL) dilakukan sekaligus dengan pembayaran pajak saat memperpanjang Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Nanti kami skemanya kemungkinan besar akan masuk dalam pembayaran skema pajak kendaraan bermotor karena lebih memudahkan,” kata Budi Herawan.

Menurutnya, skema pembayaran tersebut serupa dengan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dibayarkan oleh pemilik kendaraan bermotor saat memperpanjang STNK setiap tahun atau oleh penumpang kendaraan umum setiap kali membeli tiket perjalanan.

SWDKLLJ adalah adalah premi asuransi yang dibayarkan oleh para pemilik atau perusahaan operator kendaraan kepada PT Jasa Raharja sebagai sumbangan wajib untuk menanggung santunan atas kecelakaan penumpang.

Dengan begitu, lanjutnya, masyarakat dapat melakukan pembayaran asuransi wajib TPL tersebut melalui layanan satu pintu Samsat Korlantas Polri.

“Kalau kami pungut (premi asuransinya) secara perorangan atau individu kan susah, kalau ini terkoordinasi di Samsat, kan selama ini juga (SWDKLLJ) Jasa Raharja terkoordinasi di Samsat, jadi kami coba belajar dari mereka bahwa dengan Samsat ini bisa satu pintu,” ujar Budi.

Walaupun begitu, ia menuturkan bahwa asuransi TPL dan iuran SWDKLLJ tersebut merupakan hal yang berbeda dan tidak tumpang tindih antara satu dengan lainnya.

Hal tersebut dikarenakan asuransi wajib TPL menanggung kerugian akibat kerusakan harta benda (material damage), sementara iuran SWDKLLJ menanggung biaya perawatan maupun santunan korban jiwa.

Meskipun pemungutan premi asuransi TPL yang dilakukan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor memudahkan pelayanan, Budi menilai masih terdapat tantangan yang dapat menghambat implementasi asuransi wajib tersebut secara optimal, salah satunya adalah rendahnya kepatuhan pembayaran pajak kendaraan.

Ia menyampaikan bahwa kini terdapat sekitar 120 juta sepeda motor serta 90 juta hingga 110 juta mobil di Indonesia, hanya 60 persen yang membayar pajak.

ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus