Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Walhi Desak Eksploitasi Timah Pulau Lepar Dihentikan

Ada 8 mata air di sekitar tambang timah di Pulau Lepar.

27 Januari 2020 | 22.45 WIB

Tim operasi khusus Bakamla RI dengan Kapal patroli KN Bintang Laut-401 berhasil mengamankan satu kapal timah yang diduga melakukan kegiatan isap pasir timah tanpa dilengkapi dokumen. (sumber: Bakamla)
Perbesar
Tim operasi khusus Bakamla RI dengan Kapal patroli KN Bintang Laut-401 berhasil mengamankan satu kapal timah yang diduga melakukan kegiatan isap pasir timah tanpa dilengkapi dokumen. (sumber: Bakamla)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Pangkalpinang - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meminta eksploitasi timah di Pulau Lepar Kabupaten Bangka Selatan dihentikan, seiring ancaman krisis ekologi di daerah tersebut. dikhawatirkan Pulau Lepar akhirnya akan tenggelam jika eksploitasi timah terus dibiarkan.

Direktur Eksekutif Walhi Bangka Belitung Jessix Amundian mengatakan, tenggelamnya pulau akibat eksploitasi sumber daya alam sudah terjadi 2019 lalu di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

"Tenggelamnya 2 pulau kecil di kabupaten Banyuasin memperkuat bukti bahwa kerusakan lingkungan hidup telah mempercepat laju perubahan iklim yang memicu terjadinya pemanasan global dan mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Tidak menutup kemungkinan peristiwa itu terjadi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Bangka Belitung," ujar Jessix kepada wartawan di Pangkalpinang, Senin, 27 Januari 2020.

Menurut Jessix, ketika pulau kecil dieksploitasi, maka akan terjadi kerusakan sumber mata air, penurunan permukaan tanah, hilangnya lahan untuk sumber pangan dan habitasi flora dan fauna endemik di Pulau Lepar. "Terbitnya IUP produksi timah Pulau Lepar sangat kita sesalkan mengingat pulau-pulau kecil sangat rentan, terutama menyangkut keselamatan rakyat dan keseimbangan ekologi di kawasan tersebut," ujar dia.

Walhi pun mendesak Pemprov Babel untuk tidak tinggal diam menyikapi persoalan tersebut dan melakukan upaya penyelamatan dan pemulihan.

"Solusi yang tepat tentunya dengan menghentikan aktivitas korporasi, meninjau kembali izin-izin yang telah ada dan melakukan pemulihan. Pemprov Babel secara aktif, arif dan bijak harus mendukung upaya-upaya keselamatan rakyat dan pemulihan lingkungan hidup di tengah krisis ekologis yang terjadi di Bangka Belitung," ujar Jessix.

Jessix menuturkan buruknya tata kelola sumber daya alam juga telah membuka jalan alih fungsi hutan dan lahanyang massif untuk pertambangan dan HGU perkebunan monokultur skala besar di Pulau Lepar. Hal tersebut, kata dia, diduga kuat telah menyimpang dari prinsip perencanaan tata ruang, daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga melipatgandakan akumulasi kerusakan lingkungan hidup di Kepulauan.

"Ada 577 pulau-pulau kecil di Babel. Dari jumlah tersebut, 29 pulau berpenghuni. Undang-undang secara tegas melarang adanya kegiatan eksploitatif terhadap pulau-pulau kecil, termasuk alih fungsi hutan skala luas dan  aktivitas pertambangan", ujar dia.

Jessix menambahkan selain aktivitas pertambangan dan HGU perkebunan sawit skala besar, di Pulau Lepar juga terdapat IUP produksi timah seluas 375 hektar. "Tidak kurang dari 8 sumber mata air di sekitar IUP," ujar dia.

SERVIO MARANDA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Servio Maranda

Kontributor Tempo di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus