Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ossy Dermawan, menyatakan kebijakan satu peta belum dapat direalisasikan tahun 2025. Dia mengatakan, kebijakan tersebut memerlukan pendataan pemetaan di semua wilayah Indonesia memakan waktu selama satu tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tahun depan belum, karena ini kan melakukan peta satu kepulauan itu bisa butuh satu tahun," kata Ossy saat ditemui di kantor Ombudsman, Jakarta pada Senin, 18 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ossy, kementeriannya memerlukan waktu satu tahun untuk mewujudkan kebijakan satu peta karena pemetaan menggunakan perbandingan skala yang sangat besar agar semua wilayah di Indonesia tercakup. "Karena ini skalanya satu banding lima ribu, daerah gang sampai dengan mungkin, kalau tukang bakso yang lagi ada di sana juga mungkin sampai kelihatan," tutur dia.
Menurutnya, kebijakan satu peta yang menjadi fokus Presiden Prabowo Subianto memiliki kesamaan dengan aplikasi Google Maps. Ossy menganggap pengambilan data untuk satu peta memerlukan ketelitian yang nantinya hal tersebut bisa digunakan bagi pemerintah. "Jadi peta ini layaknya seperti Google Maps lah, jadi sangat-sangat detail dan nanti bisa ditarik untuk kepentingan pemerintahan," ucap Ossy.
Kebijakan satu peta menurutnya dapat menyelesaikan permasalahan seperti tata ruang hingga masalah perizinan. Ossy berujar, kementeriannya diwacanakan akan bekerja sama dengan Badan Informasi Geospasial atau BIG untuk proses pelaksanaan kebijakan itu. "Terkait dengan masalah tata ruang dan juga masalah perizinan. Nah tata kebijakan pelaksanaan pemetaan ini, peta ini kan dilakukan Badan Informasi Geospasial atau BIG," ucap dia.
Selain berkolaborasi dengan BIG, Ossy mengklaim Kementerian ATR/BPN juga telah bekerja sama dengan World Bank untuk merealisasikan penyusunan kebijakan satu peta. "Nah ini sekarang sedang ada kerja sama dengan World Bank untuk segera melakukan penyusunan peta-peta berskala satu banding lima ribu," tutur Ossy.
Kerja sama dengan World Bank ini menurutnya untuk memenuhi bahan baku sebagai persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau PKKPR. "Yang menjadi bahan baku untuk persetujuan dari PKKPR, izin berusaha dan lain-lain. Jadi kalau satu banding lima ribu itu memang betul-betul sudah peta dengan skala yang sangat detail," ucapnya.