Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – PT Wijaya Karya (persero) Tbk atau WIKA tengah mengebut evaluasi langkah pengelolaan aset yang baru digabungkan dalam holding badan usaha milik negara (BUMN) bidang perhotelan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anak usaha WIKA, PT Wika Realty, yang menjadi induk holding ini baru meneken komitmen jual beli saham dengan tiga perseroan, yaitu PT Aero Wisata, anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk; PT Patra Jasa, anak usaha PT Pertamina (Persero); serta PT Hotel Indonesia Natour (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komitmen jual beli aset pun disepakati WIKA dengan PT Pegadaian (persero). “Komitmen saham dan aset itu masih dikembangkan lagi, masih dalam evaluasi,” ucapnya Sekretaris Perusahaan WIKA, Mahendra Wijaya, kepada Tempo, Rabu 30 Desember 2020.
Perjanjian baru antar lima anggota Holding Perhotelan ini merupakan kelanjutan Nota Kesepahaman Bersama Rencana Konsolidasi Bisnis Hotel BUMN yang sudah ditandatangi pada September lalu. Dibahas sejak awal tahun ini, pemerintah berniat mengatur lini bisnis akomodasi milik berbagai BUMN.
Peleburan entitas perhotelan ini pun masuk rencana besar penataan ekosistem pariwisata, yang nantinya diikuti pembentukan holding bidang aviasi.
Terdapat lebih dari 20 hotel dan aset sejenisnya yang tercatat dalam komitmen jual beli saham dan aset tersebut. Wika Realty nantinya bisa mengatur 11 hotel milik Hotel Indonesia Natour, satu hotel milik PT Aero Wisata, satu hotel PT Patra Jasa, dan sembilan hotel milik PT Pegadaian. Anak WIKA ini sudah memiliki tujuh hotel dan resort yang tersebar di Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Melalui keterangan tertulis, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menyebut konsolidasi ini sesuai rencana perampingan entitas pelat merah yang memiliki banyak anak usaha. “Sehingga BUMN Induk dapat menjalankan bisnis sesuai bisnis inti yang dimiliki,” kata dia.
Senada, Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk PT Pegadaian, Harianto Widodo, mengatakan manajemennya mulai melepaskan pengelolaan sembilan hotel secara bertahap. Aset yang tersebar di di Sumatera, Jawa, Sulawesi, ini digerakkan oleh PT Pesonna Indonesia Jaya, anak usaha PT Pegadaian. “Sepenuhnya dipegang holding, kami mengurus core business saja,” tuturnya.
Dalam tahap pembahasan pada Januari 2020, Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour, Iswandi Said, sempat mengatakan terdapat 106 perseroan yang mempunyai bisnis hotel dengan berbagai macam kondisi.
Di luar lima entitas yang baru menyepakati jual beli saham dan aset holding perhotelan, sebenarnya masih ada juga PT Angkasa Pura I (persero) serta PT Pembanguan Perumahan (Persero) Tbk. “Tujuh ini yang mencarikan konsep-konsep peralihan atau konsolidasi sebaiknya bagaimana.”
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai penyatuan hotel milik BUMN tak akan berdampak positif karena tingkat keterisian yang masih anjlok akibat pandemi Covid-19.
“Dari pada penyatuan lebih baik dilepas ke swasta, kalau tidak malah rebutan okupasi,” ujarnya. “Dari dulu saya heran untuk apa BUMN punya hotel?”
Bhima menyarankan pemerintah berfokus memulihkan kepercayaan konsume lewat sertifikasi kesehatan dan kebersihan (Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability/CHSE). Kementerian Pariwisata sudah sempat mengalokasikan Rp 119 miliar untuk pelaksanaan program tersebut di seluruh provinsi.
Adapun Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, mengatakan peleburan berpotensi menambah modal masing-masing BUMN hotel, baik dalam bentuk fisik seperti revitalisasi gedung, maupun non fisik seperti kapasitas karyawan. “Tapi tantangan peleburan adalah harus segera bersaing dengan usaha hotel besar lain yang sudah establish.”
CAESAR AKBAR | YOHANES PASKALIS