Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Bersiap Pindah Kantor

Penetapan status tersangka tanda berakhirnya karier Neloe. Keputusan nama pengganti menunggu sinyal Istana?

16 Mei 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selalu ada saat yang tak mudah untuk berbicara, juga tidak gampang untuk diam. Tapi bagi Agus Martowardoyo, Direktur Utama Bank Permata, berkaitan dengan pemeriksaan terhadap rekannya, Direktur Utama Bank Mandiri E.C.W. Neloe, oleh Kejaksaan Agung, ia memilih yang pertama. "Sementara ini saya lebih memilih bersikap tidak membuat susah teman yang lagi susah," kata Agus seperti dikutip Alfianto Domy Aji, salah satu staf humasnya.

Sejak kasus kredit macet mencuat di Bank Mandiri beberapa pekan silam, mendadak Agus memang menjadi sulit dihubungi. Suatu ketika ia dipanggil Kejaksaan Agung dan diperiksa sebagai saksi, para wartawan yang menunggunya berjam-jam pun dibuatnya kecewa. Agus menghindar lewat pintu belakang tanpa sepatah kata pun.

Agus menjabat direktur di Bank Mandiri pada 1999-2001, ketika sebagian kredit yang dipermasalahkan tengah dalam proses atau bahkan sedang dicairkan. Mestinya ia banyak tahu. Toh ia memilih bungkam. "Saya tidak ingin mengeluarkan pernyataan yang malah memperkeruh suasana," ujarnya. "Kalau kebetulan bertemu wartawan pun, jangan harap akan keluar pernyataan darinya," Alfianto menambahkan.

Boleh jadi Agus memang berusaha menjaga perasaan Neloe. Sebab, sejak Neloe sibuk menjalani pemeriksaan di kejaksaan, nama Agus justru disebut-sebut menjadi salah satu jago yang dielus Istana untuk menggantikan posisi Neloe yang akan digeser dalam rapat umum pemegang saham Senin pekan ini. Namanya mulai berkibar bersama dua kandidat lain, yakni Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rudjito dan Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) Sigit Pramono.

Dua nama lain yang menurut sumber Tempo juga sempat dikirim Kementerian Negara BUMN ke meja para anggota Tim Penilai Akhir (TPA), yang diketuai Presiden, adalah Arwin Rasyid dan I Wayan Agus Mertayasa. Arwin kini masih menjabat wakil direktur utama di BNI, yang bersama dengan Sigit akan segera mengakhiri masa tugasnya pada 19 Mei nanti. Sedangkan Wayan Agus kini menduduki posisi direktur manajemen risiko di bank berlogo pita emas itu. "Ah, saya tidak bisa komentar. Saya juga tidak berpikir apa-apa soal itu," kata Arwin, yang dihubungi Tempo Sabtu pagi pekan lalu .

Seperti halnya Agus dan Arwin, tak satu pun dari nama-nama itu bersedia memberi keterangan perihal kemungkinan mereka akan menduduki kursi yang akan ditinggalkan Neloe. Apalagi santer pula beredar kabar, sejak keluar Instruksi Presiden Nomor 8 tentang Pengangkatan Direksi dan Komisaris BUMN, kini posisi Kantor Menteri Negara BUMN tak lebih sekadar menjadi "kurir". Keputusan ada di tangan TPA. Dan selama bicara tentang TPA, orang akan selalu menimbang apa yang menjadi suara Istana di satu sisi, dan keinginan Wakil Presiden di sisi yang lain.

"Maaf, saya tidak mau menjawab soal itu," kata Rudjito kepada Agriceli dari Tempo. Saat ini ia masih terfokus pada pekerjaannya di BRI, karena baginya jabatan apa pun yang diberikan merupakan amanah. "Jangan mendahului keputusan Allah," katanya. Nama bekas direktur di Bank Dagang Negara, yang ikut lebur menjadi Mandiri, ini banyak disokong oleh mereka yang menilainya sukses memimpin BRI.

Sigit Pramono sama saja. Menurut dia, semua berita itu baru merupakan rumor. "Tidak ada yang menghubungi saya untuk itu," katanya. Nama mantan direktur utama di Bank BII, yang juga sempat menjadi eksekutif manajemen di bidang restrukturisasi kredit di Mandiri semasa dipimpin Robby Djohan, ini juga dijagokan karena dianggap sukses memoles BNI yang sempat terpuruk akibat skandal pembobolan senilai Rp 1,7 triliun. Di tangannya pula keuntungan BNI terdongkrak dua kali lipat lebih menjadi Rp 2,3 triliun.

Tapi, dari semua calon itu, beberapa sumber Tempo menyebut nama Aguslah yang diinginkan Istana. Hanya, ia tampaknya kurang bersemangat mendengar namanya diisukan sebagai jago untuk menduduki bank pemerintah itu. Kepada beberapa koleganya, ia mengatakan kurang berminat kembali ke bank BUMN. Posisinya di Bank Permata sudah cukup nyaman, dan ia merasa lebih profesional tanpa repot dengan gangguan dari para politisi dan penguasa. Tapi banyak yang meragukan Agus akan tetap menolak jika telepon datang langsung dari Presiden.

Y. Tomi Aryanto, Mawar Kusuma

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus