KRIS Biantoro agak kaget. Honorarium yang diperolehnya sebagai
pembawa acara pada malam tutup tahun 1982 di Hotel Borobudur,
Jakarta, berkurang 7,5%. Sesudah diusut, potongan itu ternyata
disisihkan untuk Pajak Pendapatan (PPd). "Pajaknya sih tidak
soal, tapi itu lho waktunya yang mendadak bikin kaget," katanya.
Berbeda dengan tahun lalu, dalam pesta menyambut Tahun Baru 1983
ini pihak penyelenggara bertindak sebagai wajib pungut untuk
mengutip PPd para artis. Kris maupun Bambang Brothers, dan
Fantastic Dolls, yang antara lain mengisi acara malam panjang
menjadi kaget. PPd biasanya mereka bayar sendiri, tapi kali ini
dikutip langsung oleh penyelenggara. Tapi sesudah dijelaskan hal
itu merupakan kebijaksanaan Dirjen Pajak "mereka akhirnya
menerima keputusan tersebut," ujar Gail Aluwi, asisten direktur
pemasaran Borobudur.
Menyambut acara Hari Natal dan Tahun Baru 1983 itu, Dirjen Pajak
Salamun A.T. telah mengeluarkan edaran 20 Desember untuk para
kepala inspeksi pajak agar "melaksanakan secara intensif
pemungutan PPd atas honorarium para artis." Berdasar ketentuan
penuntun PPd 17a tahun 1982, artis dengan honorarium sampai Rp
2,5 juta dikenakan PPd 7,5%. Sedang yang berhonor Rp 2,5-5 juta
kena PPd 12,5%, dan yang berhonor Rp 5-10 juta kena PPd 17,5%,
tapi yang berhonor di atas Rp 10 juta harus bayar PPd 22,5%.
Menurut Budiono, Humas Ditjen Pajak, edaran mendadak dari Dirjen
Pajak itu sifatnya hanya untuk mengingatkan, dan bukan merupakan
suatu tanda bahwa penarikan PPd artis di masa lalu kurang
intensif. Kendati demikian edaran tersebut tetap menarik
perhatian mengingat pada semester I (April-Oktober 1982) tahun
fiskal ini PPd yang terhimpun baru Rp 114 milyar, atau 44% dari
sasaran. Dalam upaya meningkatkan pendapatan, berbagai ketetapan
baru di bidang perpajakan, seperti kenaikan Pajak Penjualan
kendaraan diesel, dan pemitaan atas kaset, telah dikeluarkan
pemerintah menjelang akhir tahun lalu.
Apa sasaran pemerintah sesungguhnya? Tentu saja menggali
sepenuhnya sumber pajak di dalam negeri secara intensif, sesudah
pajak perseroan minyak diperkirakan tak bakal mencapi Rp 9,1
triliun akibat harga dan volume ekspor minyak turun tajam. Apa
boleh buat, dalam usaha menutup kekurangan itu para wajib pajak
seperti penyanyi terpaksa ikut diuber-uber.
Bagaimana dengan bintang film? "Sebenarnya lebih tepat jika
bintang film yang dikenai usaha intensifikasi PPd itu," kata Rae
Sita, pemain film, juga manajer pemasaran Hotel Sahid, Jakarta.
"Honor penyanyi itu kecil, keterlaluan kalau dikenai PPd,"
katanya.
Menyambut Tahun Baru 1983 itu, Sahid hanya menawarkan acara
makan istimewa, dengan tarif Rp 40 ribu per orang di Sahid
Grill, Mina Sea Food, dan disko Le Mirage Club. Hiburan
diberikan oleh artis seperti penyanyi Margie Segers yang sudah
dikontrak. Karena pendapatan penyanyi kontrakan itu di bawah
ketentuan penuntun PPd, maka "mereka tidak terkena pajak," ujar
Rae.
Yang lolos dari usaha intensifikasi PPd sesungguhnya cukup
banyak. Penyanyi Wiwiek Sumbogo, dan kelompok Band Fambros,
misalnya, yang menghibur di Sahid Garden Hotel, Yogyakarta
mengaku tak dikutip PPd. "Setahu saya yang ditarik pajak adalah
panitia penyelenggara, artis hanya terima beres," ujar Totok
Kirwoe, Pimpinan Fambros. "Tahun-tahun sebelumnya saya juga tak
pernah ditarik pajak," tambah Wiwiek. Kepada penyanyi dan
kelompok band Ibukota itu, Sahid Garden memberikan honorarium
bersih Rp 1,5 juta. "Pokoknya mereka kami beri honor sekian,
soal pajak adalah soal mereka," kata Sutikno, Manajer Sahid
Garden.
Sikap tak ambil pusing serupa itu juga dikemukakan manajemen
Hotel Panghegar, Bandung. Tanpa perlu mengutip PPd, hotel itu
telah memberikan honorarium bersih kepada Starlite Grup sebesar
Rp 250 ribu, dan Elly Sunarya Rp 100 ribu yang mengisi acara
tutup tahun di situ. Kendati demikian, Hilwan Saleh, Manajer
Pemasaran Panghegar mengaku sudah melunasi PPd itu bersama-sama
dengan pajak makanan dan minuman, serta pajak tontonan yang
jumlahnya 30%.
Pertamina Cottage, Kuta (Bali) tampaknya juga enggan melayani
edaran yang mendadak itu. Segera sesudah menghibur selama 7 hari
menyambut Natal dan Tahun Baru itu manajemen cottage itU memang
memotong honorarium penyanyi. Deasy Arisandi sebesar 7,5%. Tapi
ketika Inspeksi Pajak Bali menelepon agar memberlakukan PPd
sesuai edaran Dirjen Pajak, Pertamina Cottage tak bisa
memenuhinya. "Pemberitahuan itu terlambat, mestinya sebelum
kontrak ditandatangani ada pemberitahuan," ujar Syamsu
Sumartono, Akuntan Kepala di Pertamina Cottage. "Karena itu kami
mohon maaf tak bisa memenuhi permintaan itu."
Usaha bertindak sebagai wajib pungut yang baik juga sudah
dilakukan Medan Stars Enterprise, yang mendatangkan Vulcano
Group dari Belanda menyanyi di Hotel-Garuda Plaza, Medan.
Keempat penyanyi Vulcano itu menerima imbalan US$ 1.500, dan PPd
yang dikutip dari mereka US$ 400. "Tak boleh tidak PPd memang
harus dibayar," kata M. Sirait, Direktur Medan Stars.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini