Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Dipotong Di Malam Panjang

Honor para artis di malam tahun baru langsung dipotong pajak oleh pengontraknya, berdasarkan surat edaran dirjen pajak, salamun at, 4 hari sebelum natal. (eb)

8 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KRIS Biantoro agak kaget. Honorarium yang diperolehnya sebagai pembawa acara pada malam tutup tahun 1982 di Hotel Borobudur, Jakarta, berkurang 7,5%. Sesudah diusut, potongan itu ternyata disisihkan untuk Pajak Pendapatan (PPd). "Pajaknya sih tidak soal, tapi itu lho waktunya yang mendadak bikin kaget," katanya. Berbeda dengan tahun lalu, dalam pesta menyambut Tahun Baru 1983 ini pihak penyelenggara bertindak sebagai wajib pungut untuk mengutip PPd para artis. Kris maupun Bambang Brothers, dan Fantastic Dolls, yang antara lain mengisi acara malam panjang menjadi kaget. PPd biasanya mereka bayar sendiri, tapi kali ini dikutip langsung oleh penyelenggara. Tapi sesudah dijelaskan hal itu merupakan kebijaksanaan Dirjen Pajak "mereka akhirnya menerima keputusan tersebut," ujar Gail Aluwi, asisten direktur pemasaran Borobudur. Menyambut acara Hari Natal dan Tahun Baru 1983 itu, Dirjen Pajak Salamun A.T. telah mengeluarkan edaran 20 Desember untuk para kepala inspeksi pajak agar "melaksanakan secara intensif pemungutan PPd atas honorarium para artis." Berdasar ketentuan penuntun PPd 17a tahun 1982, artis dengan honorarium sampai Rp 2,5 juta dikenakan PPd 7,5%. Sedang yang berhonor Rp 2,5-5 juta kena PPd 12,5%, dan yang berhonor Rp 5-10 juta kena PPd 17,5%, tapi yang berhonor di atas Rp 10 juta harus bayar PPd 22,5%. Menurut Budiono, Humas Ditjen Pajak, edaran mendadak dari Dirjen Pajak itu sifatnya hanya untuk mengingatkan, dan bukan merupakan suatu tanda bahwa penarikan PPd artis di masa lalu kurang intensif. Kendati demikian edaran tersebut tetap menarik perhatian mengingat pada semester I (April-Oktober 1982) tahun fiskal ini PPd yang terhimpun baru Rp 114 milyar, atau 44% dari sasaran. Dalam upaya meningkatkan pendapatan, berbagai ketetapan baru di bidang perpajakan, seperti kenaikan Pajak Penjualan kendaraan diesel, dan pemitaan atas kaset, telah dikeluarkan pemerintah menjelang akhir tahun lalu. Apa sasaran pemerintah sesungguhnya? Tentu saja menggali sepenuhnya sumber pajak di dalam negeri secara intensif, sesudah pajak perseroan minyak diperkirakan tak bakal mencapi Rp 9,1 triliun akibat harga dan volume ekspor minyak turun tajam. Apa boleh buat, dalam usaha menutup kekurangan itu para wajib pajak seperti penyanyi terpaksa ikut diuber-uber. Bagaimana dengan bintang film? "Sebenarnya lebih tepat jika bintang film yang dikenai usaha intensifikasi PPd itu," kata Rae Sita, pemain film, juga manajer pemasaran Hotel Sahid, Jakarta. "Honor penyanyi itu kecil, keterlaluan kalau dikenai PPd," katanya. Menyambut Tahun Baru 1983 itu, Sahid hanya menawarkan acara makan istimewa, dengan tarif Rp 40 ribu per orang di Sahid Grill, Mina Sea Food, dan disko Le Mirage Club. Hiburan diberikan oleh artis seperti penyanyi Margie Segers yang sudah dikontrak. Karena pendapatan penyanyi kontrakan itu di bawah ketentuan penuntun PPd, maka "mereka tidak terkena pajak," ujar Rae. Yang lolos dari usaha intensifikasi PPd sesungguhnya cukup banyak. Penyanyi Wiwiek Sumbogo, dan kelompok Band Fambros, misalnya, yang menghibur di Sahid Garden Hotel, Yogyakarta mengaku tak dikutip PPd. "Setahu saya yang ditarik pajak adalah panitia penyelenggara, artis hanya terima beres," ujar Totok Kirwoe, Pimpinan Fambros. "Tahun-tahun sebelumnya saya juga tak pernah ditarik pajak," tambah Wiwiek. Kepada penyanyi dan kelompok band Ibukota itu, Sahid Garden memberikan honorarium bersih Rp 1,5 juta. "Pokoknya mereka kami beri honor sekian, soal pajak adalah soal mereka," kata Sutikno, Manajer Sahid Garden. Sikap tak ambil pusing serupa itu juga dikemukakan manajemen Hotel Panghegar, Bandung. Tanpa perlu mengutip PPd, hotel itu telah memberikan honorarium bersih kepada Starlite Grup sebesar Rp 250 ribu, dan Elly Sunarya Rp 100 ribu yang mengisi acara tutup tahun di situ. Kendati demikian, Hilwan Saleh, Manajer Pemasaran Panghegar mengaku sudah melunasi PPd itu bersama-sama dengan pajak makanan dan minuman, serta pajak tontonan yang jumlahnya 30%. Pertamina Cottage, Kuta (Bali) tampaknya juga enggan melayani edaran yang mendadak itu. Segera sesudah menghibur selama 7 hari menyambut Natal dan Tahun Baru itu manajemen cottage itU memang memotong honorarium penyanyi. Deasy Arisandi sebesar 7,5%. Tapi ketika Inspeksi Pajak Bali menelepon agar memberlakukan PPd sesuai edaran Dirjen Pajak, Pertamina Cottage tak bisa memenuhinya. "Pemberitahuan itu terlambat, mestinya sebelum kontrak ditandatangani ada pemberitahuan," ujar Syamsu Sumartono, Akuntan Kepala di Pertamina Cottage. "Karena itu kami mohon maaf tak bisa memenuhi permintaan itu." Usaha bertindak sebagai wajib pungut yang baik juga sudah dilakukan Medan Stars Enterprise, yang mendatangkan Vulcano Group dari Belanda menyanyi di Hotel-Garuda Plaza, Medan. Keempat penyanyi Vulcano itu menerima imbalan US$ 1.500, dan PPd yang dikutip dari mereka US$ 400. "Tak boleh tidak PPd memang harus dibayar," kata M. Sirait, Direktur Medan Stars.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus