Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Kolonial Bertahan

Di bali kini pihak bank pasar diberikan kepercayaan untuk menarik rekening listrik. di bali ada juga simpan pinjam kecil-kecilan.

26 April 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KETIKA pemerintah membangun Pasar Inpres di Desa Kesiman, Badung (Bali) Husein berniat pindah ke sana. Tapi uang muka yang ratusan ribu rupiah hampir menghalangi cita-cita penjahit ini. Lantas dia berangkat ke Bank Pasar Seri Parta, tak jauh dari tempat ia menggenjot mesin jahitnya. Dua hari dia berurusan dengan bank itu, kredit pun keluar. Selain kredit untuk uang muka pembeli kios tadi, Husein menggondol pula pinjaman Rp 350. 000 untuk modal kerja. "Mudah, tidak berbelit-belit. Biar bunganya tinggi yang penting kebutuhan dipenuhi dan keluar pada saat kita butuhkan," cerita Husein kepada wartawan TEMPO I Nengah Wedja. Selain hubungan yang kental dengan pedagang kecil, bank pasar/bank desa di Bali dalam bulan April ini mendapat kepercayaan pula dari Perusahaan Listrik Negara untuk menarik rekening listrik. Hingga para langganan tak perlu antri panjang lagi untuk membayar langganan mereka di bank pemerintah. Antri ini sering berakibat terlambatnya pembayaran dan diputuskannya hubungan listrik sebagai denda. Dipindahkannya penarikan rekening listrik ini tentu saja melegakan konsumen. Tapi pihak bank pasar/bank desa juga kegirangan karena dengan begini mereka punya kesempatan untuk membujuk lebih banyak lagi nasabah yang masuk. Dengan begitu kehidupan bank pasar/bank desa bisa bertahan tak sampai mampus. Tidak semua rekening listrik konsumen lalu jatuh ke tangan bank pasar. Hanya mereka yang jadi nasabah bank pasar yang beruntung. "Rencana bank pasar sendiri agar seluruh rekening di wilayah operasi bank pasar itu diserahkan kepada mereka. Sehingga masyarakat lebih diringankan dan jasa bank benar-benar dirasakan," begitu cerita Wayan Gata, 34 tahun, Direktur Bank Pasar Seri Parta. Buat Bank PSP untuk menampung seluruh kwitansi yang berada di wilayahnya nampaknya tak jadi soal. Dia sudah kuat. Punya gedung bertingkat 3 dan alat transpor. Penabung yang menyimpan uang di situ 10.000 orang. Seluruh kekayaannya berjumlah Rp 800 juta. Dari 50 bank pasar/bank desa yang terdapat di Bali hanya 7 yang sanggup melaksanakan pekerjaan yang dulu dipegang oleh Bank Rakyat Indonesia dan Bank Bumi Daya. "Jangankan menyalurkan rekening listrik, untuk melayani pedagang kecil saja kewalahan," keluh I Gde Bandem, 51 tahun, yang memimpin Bank Pasar Univerd di dekat Stasiun Suci. Bisa dimaklumi mengapa Bank Pasarmilik veteran yang megap-megap itu menolak. Karena untuk mendapat tagihan rekening dari PLN, bank pasar harus menombok lebih dulu. Sementara Bank Pasar Seri Parta selain bisa menombok, sudah bisa pula menyisihkan uang Rp 10 juta untuk membantu pemerintah merealisir listrik masuk desa di Kabupaten Badung. Bantuan Lain Bank-bank pasar yang lemah itu nampaknya hanya bisa ditolong oleh diri mereka sendiri. Karena kalau mengandalkan bantuan dari Bank Indonesia terbentur belum adanya Undang-undang Perbankan untuk membantu bank-bank yang kecil begini. Satu-satunya bantuan yang diberikan oleh bank pemerintah selama ini baru berupa pembinaan administrasi saja. "Kita membutuhkan bantuan teknis lain, permodalan," kata Drs. Kotawidana, Ketua Himpunan Bank Pasar/Bank Desa Bali. Himpunan yang dibentuk 2 tahun yang lalu itu dengan tujuan berjuang mendapatkan fasilitas, ternyata hanya bisa mendapat bantuan dari bank swasta Bank Perniagaan Umum. Dari bank primer ini mereka mendapat kredit dan latihan staf. Simpan pinjam kecil-kecilan itulah bisnis bank pasar/bank desa yang berstatus Maskapai Andil Indonesia. Bentuk MAI ini hampir tak terdengar lagi di Indonesia. Sejarahnya dimulai sejak tahun 1939 ketika pemerintah kolonial berkesimpulan bahwa kaum pribumi butuh status hukum yang lain dari NV (kini PT). Dalam NV yang paling berpengaruh adalah penanam modal terbesar. Sedang dalam MAI walaupun saham seorang paling banyak, jumlah suaranya tetap dibatasi (TEMPO 8 Oktober 1977). Bantuan pemerintah untuk bank pasar ini sudah mendesak, sebagaimana dikatakan Ketua I Perbanas I Nyoman Moena. Jangan sampai mereka gugur. Sebab peranannya yang memang hanya terpusat di Bali tidak kecil. Ini terlihat dari grafik yang terus menanjak. Tahun 1977 omset pinjaman berjumlah Rp 1,5 milyar. Melaju jadi Rp 2,8 milyar tahun 1979. Sedangkan kekayaan (asset) seluruh bank pasar/bank desa di Bali bernilai Rp 3,5 milyar. Mereka berhasil menyedot 250.000 penabung. Gairah menabung sudah tumbuh. Mengapa tak dibantu pak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus