KETIKA pemerintah membangun Pasar Inpres di Desa Kesiman, Badung
(Bali) Husein berniat pindah ke sana. Tapi uang muka yang
ratusan ribu rupiah hampir menghalangi cita-cita penjahit ini.
Lantas dia berangkat ke Bank Pasar Seri Parta, tak jauh dari
tempat ia menggenjot mesin jahitnya.
Dua hari dia berurusan dengan bank itu, kredit pun keluar.
Selain kredit untuk uang muka pembeli kios tadi, Husein
menggondol pula pinjaman Rp 350. 000 untuk modal kerja. "Mudah,
tidak berbelit-belit. Biar bunganya tinggi yang penting
kebutuhan dipenuhi dan keluar pada saat kita butuhkan," cerita
Husein kepada wartawan TEMPO I Nengah Wedja.
Selain hubungan yang kental dengan pedagang kecil, bank
pasar/bank desa di Bali dalam bulan April ini mendapat
kepercayaan pula dari Perusahaan Listrik Negara untuk menarik
rekening listrik. Hingga para langganan tak perlu antri panjang
lagi untuk membayar langganan mereka di bank pemerintah. Antri
ini sering berakibat terlambatnya pembayaran dan diputuskannya
hubungan listrik sebagai denda.
Dipindahkannya penarikan rekening listrik ini tentu saja
melegakan konsumen. Tapi pihak bank pasar/bank desa juga
kegirangan karena dengan begini mereka punya kesempatan untuk
membujuk lebih banyak lagi nasabah yang masuk. Dengan begitu
kehidupan bank pasar/bank desa bisa bertahan tak sampai mampus.
Tidak semua rekening listrik konsumen lalu jatuh ke tangan bank
pasar. Hanya mereka yang jadi nasabah bank pasar yang beruntung.
"Rencana bank pasar sendiri agar seluruh rekening di wilayah
operasi bank pasar itu diserahkan kepada mereka. Sehingga
masyarakat lebih diringankan dan jasa bank benar-benar
dirasakan," begitu cerita Wayan Gata, 34 tahun, Direktur Bank
Pasar Seri Parta.
Buat Bank PSP untuk menampung seluruh kwitansi yang berada di
wilayahnya nampaknya tak jadi soal. Dia sudah kuat. Punya gedung
bertingkat 3 dan alat transpor. Penabung yang menyimpan uang di
situ 10.000 orang. Seluruh kekayaannya berjumlah Rp 800 juta.
Dari 50 bank pasar/bank desa yang terdapat di Bali hanya 7 yang
sanggup melaksanakan pekerjaan yang dulu dipegang oleh Bank
Rakyat Indonesia dan Bank Bumi Daya. "Jangankan menyalurkan
rekening listrik, untuk melayani pedagang kecil saja kewalahan,"
keluh I Gde Bandem, 51 tahun, yang memimpin Bank Pasar Univerd
di dekat Stasiun Suci.
Bisa dimaklumi mengapa Bank Pasarmilik veteran yang megap-megap
itu menolak. Karena untuk mendapat tagihan rekening dari PLN,
bank pasar harus menombok lebih dulu. Sementara Bank Pasar Seri
Parta selain bisa menombok, sudah bisa pula menyisihkan uang Rp
10 juta untuk membantu pemerintah merealisir listrik masuk desa
di Kabupaten Badung.
Bantuan Lain
Bank-bank pasar yang lemah itu nampaknya hanya bisa ditolong
oleh diri mereka sendiri. Karena kalau mengandalkan bantuan dari
Bank Indonesia terbentur belum adanya Undang-undang Perbankan
untuk membantu bank-bank yang kecil begini. Satu-satunya bantuan
yang diberikan oleh bank pemerintah selama ini baru berupa
pembinaan administrasi saja. "Kita membutuhkan bantuan teknis
lain, permodalan," kata Drs. Kotawidana, Ketua Himpunan Bank
Pasar/Bank Desa Bali. Himpunan yang dibentuk 2 tahun yang lalu
itu dengan tujuan berjuang mendapatkan fasilitas, ternyata hanya
bisa mendapat bantuan dari bank swasta Bank Perniagaan Umum.
Dari bank primer ini mereka mendapat kredit dan latihan staf.
Simpan pinjam kecil-kecilan itulah bisnis bank pasar/bank desa
yang berstatus Maskapai Andil Indonesia. Bentuk MAI ini hampir
tak terdengar lagi di Indonesia. Sejarahnya dimulai sejak tahun
1939 ketika pemerintah kolonial berkesimpulan bahwa kaum pribumi
butuh status hukum yang lain dari NV (kini PT). Dalam NV yang
paling berpengaruh adalah penanam modal terbesar. Sedang dalam
MAI walaupun saham seorang paling banyak, jumlah suaranya tetap
dibatasi (TEMPO 8 Oktober 1977).
Bantuan pemerintah untuk bank pasar ini sudah mendesak,
sebagaimana dikatakan Ketua I Perbanas I Nyoman Moena. Jangan
sampai mereka gugur. Sebab peranannya yang memang hanya terpusat
di Bali tidak kecil. Ini terlihat dari grafik yang terus
menanjak. Tahun 1977 omset pinjaman berjumlah Rp 1,5 milyar.
Melaju jadi Rp 2,8 milyar tahun 1979. Sedangkan kekayaan (asset)
seluruh bank pasar/bank desa di Bali bernilai Rp 3,5 milyar.
Mereka berhasil menyedot 250.000 penabung. Gairah menabung sudah
tumbuh. Mengapa tak dibantu pak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini