MATA uang Jepang, yen, mencapai rekor: dalam tempo enam bulan kursnya terhadap dolar telah menguat 30%. Sekarang, 171,50, sedangkan September lalu masih 245. Ketika kursnya tercatat sekitar 190, Februari lalu, para eksportir menjerit. Mereka menyerukan agar Bank Sentral Jepang segera turun tangan. Tapi tak ditanggapi. Akhirnya, kurs terus meluncur ke bawah, sampai Bank of Japan harus turun tangan sendiri. Karena spekulator tak tanggung-tanggung menghamburkan dolar yang seperti tak berharga lagi itu, Bank of Japan harus memborong dolar sekitar 1,5 milyar, sehingga kurs naik ke 172, Senin tengah hari pekan ini. Namun, Selasa pagi kurs amblas lagi ke 169,50. Tentu tak semua mengeluh. Yang suka belanja barang impor pada berbondong-bondong ke pusat-pusat perbelanjaan. Yang suka pelesir, kini saatnya menikmati liburan dengan harga murah. Menguatnya yen memungkinkan semakin banyak orang Jepang kaya berpesiar. Namun, dari sekitar 5 juta turis Jepang, Indonesia baru bisa mengharapkan 100.000. Menurut riset biro perjalanan terbesar di Jepang, Japan Trade Bureau (JTB), Maret-Mei ini akan ada 230.000 pasang pengantin - musim bunga di Negeri Sakura, berarti musim pengantin, memang. Mungkin 175.000 pasang di antaranya pergi berbulan madu ke luar negeri. Tapi, hanya sekitar 15.000 pasang yang tertarik ke Asia Tenggara, termasuk ke Bali. Indonesia tampaknya memang belum menarik. Dalam seminar tentang turisme yang berlangsung di Bandung, awal pekan ini, terungkap sekitar 5 juta orang Jepang yang pelesir ke luar negeri. Tapi belum sampai 100.000 per tahun yang ke Indonesia. Tahun 1984 baru tercatat 92.000 lebih. Tahun lalu, sampai September, masih 65.000. Dirjen Pariwisata, Joop Ave, menyatakan bahwa promosi dilancarkan. Misalnya pada pameran di Tsukuba belum lama ini, yang menelan biaya sampai US$ 5 juta. Namun katanya, kita sendiri belum siap melayani orang Jepang dengan baik. Antara lain di sektor angkutan. Orang Jepang lebih senang memakai JAL (Japan Air Lines) daripada Garuda. Namun, hal itu sudah mulai dipecahkan dengan kesepakatan kedua maskapai untuk meningkatkan penerbangan jadi 7 x seminggu. Penambahan itu, menurut seorang manajer JTB di Tokyo, Kenkichi Handa belum akan mencukupi. "Pada musim turis sebaiknya Garuda menyediakan pesawat carter, karena kami bisa menyediakan turisnya," tutur Handa kepada koresponden TEMPO Seiichi Okawa di Tokyo. JAL, tahun silam, sempat terbang 43 kali langsung ke Bali dari berbagai kota di Jepang dengan pesawat DC-8 carteran. Sampai akhir tahun ini direncanakan 23 penerbangan carteran juga. Tapi, bukan hanya itu masalahnya. Di musim turis, Juli-Agustus, semua hotel di Bali biasanya penuh. "Kami bisa membawa penumpang ke sana, tapi di mana mereka bisa menginap?" kata seorang staf di kantor perwakilan Garuda, Tokyo. Orang Jepang, tampaknya, mengharapkan Garuda berani promosi atau memberi potongan harga tiket turis, misalnya ke Yogyakarta atau tempat lain. Sedangkan JAL, sejak dua tahun silam, sudah mulai berusaha "menjual" Pulau Putri (Teluk Jakarta) kepada masyarakat Jepang. Menurut Kobuaki Kuniya, psikolog senior di Universitas Kachinoha yang sudah 30 tahun terjun ke dunia turisme, turis Jepang biasanya hanya ingin sekali melihat satu obyek pariwisata seumur hidup. "Tidak seperti orang Australia yang datang setiap musim ke Bali," kata Kuniya, yang ikut seminar turisme Jepang di Bandung, 21-22 April lalu. Menurut Kuniya, kalangan yang berkecimpung di bidang pariwisata perlu lebih mendalami pengetahuan tentang adat, bahasa, dan gaya hidup turis Jepang. Dari riset JTB dl Jepang, dewasa ini, ternyata calon turis semakin banyak dari kalangan muda - terutama . . . pemudi. Mereka senang berbelanja. "Di Bali, memang banyak dijual barang hasil kerajinan, tapi kualitasnya tidak memuaskan seperti di Singapura, Guam, atau Hawaii," tutur seorang pemuda Jepang, yang sering berolah raga selancar di Bali. Walau demikian, kalangan pengusaha perjalanan optimistis, jumlah turis Jepang akan meningkat besar tahun ini. PT Vaya Tour, misalnya, tahun lalu mendatangkan 3.000 turis Jepang dan mengharapkan 5.000 tahun ini. Menurut Paul Lengkong dari Vaya Tour, yang tahun lalu hanya menangani rombongan 20 orang Jepang, tahun ini sudah ada rombongan sampai 150 orang. Kepala kantor promosi pariwisata Indonesia di Tokyo, T. Hasan, pun mengatakan, "Tahun ini jumlah turis Jepang ke Indonesia akan lebih dari 100.000." Max Wangkar Laporan Biro Bandung & Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini