Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

"Dari Pada Bisik-Bisik"

Dalam menggalakkan kb, lembaga kependudukan ugm sejak sep 1973 pasang iklan kondom. tujuan melayani pemakaian kondom lewat pos. caranya mengirimkan prangko rp 45 akan diperoleh 9 karet kondom.

10 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEGERA kami kirim kepada anda 9 karet KB (kondom) bermutu tinggi, jika anda mengirim prangko Rp 45 kepada Dunjaya, Kotakpos 85, Yogyakarta". Begitu bunyi iklan kecil di koran-koran yang beberapa bulan lalu begitu populer. Ini bukan main-main. Dwijaya adalah salah satu proyek Lembaga Kependudukan UGM yang dipopulerkan sejak September 1973. Mula-mula hanya lewat koran Kompas (Jakarta) dan Kedaulatan Rakyat (Yogya) saja. Gagasan melancarkan 'proyek kondom melalui pos' ini berangkat dari kenyataan bahwa kehidupan seks bagi banyak orang merupakan sesuatu yang sangat pribadi. Keengganan orang pergi ke toko atau mengunjungi klinik untuk mendapatkan alat-alat kontrasepsi pun, tidak selalu disebabkan keseganan melaksanakan KB. Sementara itu, pemakaian spiral, iud, pil anti hamil atau obat-obat lain yang bagi sementara orang tidak cocok, barangkali bisa diganti dengan kondom sebagai salah satu pilihan yang aman. Itulah sebabnya Lembaga Kependudukan UGM lalu mencari cara pelayanan yang lain -- dalam hal ini pelayanan pemakaian kondom lewat pos -- sebagai pelayanan tanpa tatapmuka. "Dari pada bisik-bisik", ujar Dr. Masri Singarimbun, pimpinan Lembaga Kependudukan UGM yang juga memimpin proyek Dwijaya. Pemasangan iklan secara terus-menerus selama enam bulan pertama, boleh dibilang sedikit-banyak telah berhasil menghilangkan sikap tabu terhadap kondom. Sinonimnya yang baru, yaitu karet KB, juga semakin dikenal. Upaya ini juga dimaksud untuk menghapuskan konotasi yang buruk terhadap kondom yang pengertiannya mudah dihubungkan dengan dunia pelacuran. Ini toh tidak berarti Dwijaya selamat dari kebobolan-kebobolan. Komunikasi tanpa tatap-muka seperti itu niscaya bisa disalah-gunakan oleh orang-orang iseng yang ternyata di atas namakan orang lain yang tidak menghendakinya. Dan tentu saja si penerima tersinggung. Sedemikian jauh, Dwijaya telah berusaha membatasinya. Misalnya, mulai Nopember 1975 khusus kiriman untuk pemesan wanita selalu dilampiri surat: kalau ternyata tidak memesan, dan merasa keberatan, supaya mengembalikannya kepada Dwijaya. Dari sekian banyak pemesan, ternyata ada 14 orang yang menjadi 'korban' pesanan iseng, terdiri dari 7 pria dan 7 wanita. Setelah diteliti, ternyata pula bahwa rata-rata 1,16% pemesan adalah wanita. Ini bisa disimpulkan bahwa kondom bukanlah semata-mata 'cara pria'. Atau setidaknya kaum ibu, selain sudah tidak merasa tabu terhadap kondom, juga beranggapan bahwa kondom adalah alat yang cukup baik dan aman. Kapan 'Bebas'? Selama 6 bulan pertama, Dwijaya telah menerima surat pesanan sebanyak 12.240. Jadi rata-rata 2.069 per bulan atau hampir 80 per hari. Berdasarkan kenyataan itulah, sejak bulan April sampai September 1975 iklan dimuat 312 kali dalam 23 koran dan majalah, 13 di antaranya penerbitan-penerbitan Ibukota. Tentu saja daya jangkau iklan seperti itu sangat terbatas, yaitu orang-orang kota (dan tentu saja yang melek huruf. Sementara pesanan dari daerah pedesaan sangat jarang, ada pula pesanan dari Australia dan Serawak masing-masing 1 surat. Anehnya: Yogya sebagai sumber 'kondom lewat pos' justru tak banyak pesanan. Padahal menurut laporan BKK BN (Desember 1975), jumlah akseptor kondom di kota gudek itu menduduki tempat kedua dalam urutan akseptor KB. Tapi secara rata-rata, pesanan ulangan dari berbagai kota-kota besar toh cukup banyak. Kondom yang bisa dipesan, sebanyak 9 biji untuk setiap pengiriman prangko seharga Rp 45, atau 6 biji untuk Rp 30. Kalau ada kelebihan prangko, setiap Rp 5 diganti dengan 1 biji kondom. Karena banyak juga pemesan yang enggan memesan berulang-ulang, Dwijaya juga mengirim kondom dalam jumlah lebih banyak, maksimum 1 gros berisi 144 biji. Kecuali itu disertakan pula sebuah brosur karangan Dr. Masri setebal 40 halaman (ukuran 15 x 10 sentimeter) berisi penjelasan tentang penggunaan spiral, pil anti hamil, kondom, pemandulan, sanggama terputus dan pantang berkala. Juga selembar HP PB (Haid, Pantang, Pantang, Bebas), sebuah jadwal mingguan yang memuat masa-masa subur kaum wanita dihitung qari saat datang-bulan. Dan karena itu bisa ditentukan pula kapan harus 'pantang' dan kapan 'bebas'. Meski proyek ini mendapat bantuan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Lembaga Bantuan Internasional AS (USAID), toh kantrnya ebeng di kantor Lembaga Kependudukan yang cuma seluas 2 x 4 mQter. Petugasnya 2 orang, setiap hari melayani pesanan-pesanan. Tapi sejak bulan Maret 1976 Dwijaya menghentikan kegiatannya, kabarnya karena "kekurangan biaya". Habis, 90% dana yang diperoleh melulu buat pasang iklan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus