Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kesehatan olahraga dari Rumah Sakit Premier Bintaro Tangerang, Hario Tilarso, mengatakan masih banyak salah kaprah seputar olahraga lari yang beredar di masyarakat. mengatakan masih banyak salah kaprah seputar olahraga lari yang beredar di masyarakat.
Baca: Agar Tidak Cedera Saat Lomba Lari Marathon, Tilik Tips Ini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut 3 salah kaprah yang diluruskan Hario, semoga bermanfaat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
1. Lari menghambat pembentukan badan
Mitos. Tubuh para pelari kurus karena mereka memakai lemak sebagai sumber tenaga. Karenanya, pelari disarankan berlatih beban agar otot tubuh terbentuk. “Untuk pelari, lebih baik bertubuh kurus daripada berotot. Perhatikan atlet lari di Asian Games kemarin misalnya, hampir tidak ada yang badannya besar berotot,” ia mengulas.
2. Karbohidrat dan protein lebih penting daripada lemak
Fakta. Karbohidrat sumber tenaga. Protein juga penting untuk melindungi sel-sel tubuh. Saat berlari, otot dan sel beraktivitas berat. Mereka ditarik dan menegang sehingga sel-sel tubuh berpotensi mengalami kerusakan. “Protein dan karbohidrat mesti cukup, sementara asupan lemak kurang dibutuhkan. Tubuh bisa memakai cadangan lemak saat berlari,” urainya.
Baca: Jarang Terdeteksi, Tilik Gejala Heat Stroke Saat Lari
3. Selama lari jangan minum air agar tidak muntah
Mitos. Selama berlari, Anda berkeringat. Keringat yang keluar harus diganti, salah satunya lewat minuman. “Itu sebabnya di jalur lomba lari ada pos-pos minuman. Peserta diizinkan mampir dan mengambil minuman agar terhidrasi dengan baik. Dalam kompetisi lari maraton, biasanya tiap 6 atau 7 kilometer, ada pos minuman. Jika tidak minum, potensi mengalami heatstroke (sengatan panas) meninggi. Yang baik dikonsumsi saat berlari yakni minuman dengan suhu 10-12 derajat Celsius, karena lebih cepat diserap tubuh,” kata Hario.
TABLOID BINTANG