Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Abdi Dalem 2 Keraton Mataram Ikut Tradisi Jenang Suran di Makam Raja Kotagede

Tradisi Jenang Suran merupakan tradisi yang sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja ke-3 Kesultanan Mataram.

12 Juli 2023 | 09.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Wisatawan yang berencana berlibur ke Yogyakarta pada Juli ini, jangan lewatkan satu perayaan tradisi unik ini. Tradisi Jenang Suran akan kembali digelar tahun ini pada Selasa, 18 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tradisi menyambut 1 Muharram Tahun Baru Islam yang digelar para abdi dalem juru kunci di Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta itu dipusatkan di kompleks Makam Raja-raja Mataram Kotagede, Bantul Yogyakarta. “Tradisi Jenang Suran ini kami perkirakan akan dipadati banyak peziarah juga masyarakat berbagai daerah yang punya minat khusus nguri-uri (pelestarian) budaya,” kata Kepala Seksi Promosi dan Informasi Wisata Dinas Pariwisata Bantul Markus Purnomo Adi Selasa, 11 Juli 2023.

Tradisi Jenang Suran Sudah Ada Sejak Sultan Agung Berkuasa

Tradisi Jenang Suran merupakan tradisi yang sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja ke-3 Kesultanan Mataram. Tradisi ini akan diawali dengan pembacaan selawat nabi diiringi kesenian hadroh lalu berlanjut doa dan zikir di depan gapura Makam Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam tradisi itu, juru kunci Makam Raja-raja Mataram Kotagede akan menyiapkan makanan berupa jenang atau bubur bernama Jenang Panggul untuk dibagikan kepada peziarah yang datang. Jenang panggul dibuat dari olahan beras yang dilengkapi lauk berupa tahu, tempe, sayuran, dan dele ireng atau kedelai hitam. 

Jenang Panggul agar Masyarakat Sabar Memanggul Beban Hidup

Bubur beras itu menurut budaya Jawa sudah secara turun temurun menjadi lambang rasa syukur serta pengharapan atas keselamatan dan kemudahan hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia. “Jenang Panggul dari kata memanggul, makna makanan itu mengajak masyarakat senantiasa kuat dan sabar memanggul beban hidupnya,” ujarnya.

Sedangkan dele ireng atau kedelai hitam berasal dari dua kata yakni del (Bahasa Jawa) yang berarti putus dan ireng yang jadi simbil sesuatu yang tidak baik. “Jadi dele ireng atau kedelai hitam dalam jenang panggul itu maknanya memutus segala hal yang tidak baik,” kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus