Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Agar Atas dan Bawah Jos

Masalah ereksi bisa disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah. Bisa dibersihkan dengan metode cuci otak.

24 Juli 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih dari sepuluh tahun hari-hari Terawan Agus Putranto disibukkan oleh urusan membersihkan otak. Ribuan pasien mendatangi dokter spesialis radiologi ini agar terbebas dari serangan stroke.Tapi, selain berharap sumbatan otaknya dibersihkan, banyak pasien yang memintanya membersihkan saluran menuju penisnya. "Banyak yang minta ’dijoskan’ juga itunya," katanya Kamis dua pekan lalu.

Terawan tersenyum mendengar permintaan itu. Saat di ruang operasi, kateter yang semula digunakan membersihkan pembuluh darah otak dibelokkan menuju area penis. Lalusrot... srot...cairan yang sama untuk melenyapkan kotoran di otak disemprotkan juga ke pembuluh darah di saluran penis agar sumbatan di sana pun hilang. Hasilnya, menurut dia, banyak pasien mengaku performa seksnya meningkat. "Atas-bawah jadi jos," ujarnya.

Metode cuci otak (brainflushing), yang digunakan Terawan sejak 2004, ternyata juga bisa dipakai untuk mengatasi masalah impotensi. Tapi tak semua penyebab impotensi bisa ditangani dengan cara ini. Hanya impotensi yang disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah yang bisa ditangani dengan prosedur tersebut.

Impotensi, kata Terawan, merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh ketidakmampuan seorang pria memulai atau mempertahankan ereksi, misalnya ejakulasi dini atau penis sama sekali tak bisa tegang. Banyak faktor yang bisa menyebabkan masalah ini, karena ereksi sendiri dipengaruhi banyak hal. Meski proses ereksi terlihat otomatis dan cepat, sebenarnya mekanismenya rumit. Proses ini melibatkan sistem pembuluh darah, jantung, hormon, sampai organ penis itu sendiri.

Terawan mengibaratkannya dengan orang mau menonton tayangan televisi. Selain membutuhkan televisi dalam kondisi baik, antena, kabel, dan suplai listrik harus terpenuhi. "Televisi itu organ penisnya, listrik itu jantungnya. Kalau televisinya nyala tapi listriknya enggak ada, ya, enggak bisa ereksi," kata Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, ini.

Ereksi merupakan respons otak bila terdapat rangsangan seksual, seperti melihat, mendengar, atau menyentuh. Rangsangan ini akan membuat otak melepaskan berbagai senyawa kimia yang berfungsi merangsang sistem saraf yang kemudian meningkatkan aliran darah ke penis.

Menurut dokter spesialis urologi Bebet Prasetyo, aliran darah di penis ini akan membuat dua jaringan silinder yang membentang di sepanjang sisi penis yang berbentuk seperti spons menjadi penuh. Ketika jaringan tersebut sudah terisi, ada bagian seperti klep yang bertugas mengunci sehingga darah tak keluar lagi untuk sementara waktu. Mekanisme ini membuat kondisi ereksi bisa dipertahankan oleh penis.

Nah, masalahnya, darah bisa tak sampai mengalir ke spons tersebut karena ada sumbatan di pembuluh darah (arterosklerosis) sehingga Mr. P tak bisa berdiri. Atau, bisa jadi, darah bisa masuk sehingga spons bisa melebar, tapi klep yang semestinya mengunci tak berfungsi dengan baik akibat terganjal trombosis. Dengan demikian, darah yang seharusnya tetap berada di sana untuk sementara waktu mengalir lagi ke tempat lain. "Kalau keluar lagi, ya, enggak ereksi," kata Bebet.

Ini baru faktor dari penis. Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medik Nyoto Widyo Astoro mengatakan ereksi juga bisa gagal terjadi kalau jantung tak cukup kuat memompa darah. Karena alirannya kurang, darah bisa jadi tak cukup memenuhi spons. Akibatnya, karena darahnya kurang, penis lagi-lagi tak bisa tegang.

Faktor lainnya adalah sumbatan di otak. Menurut Terawan, sumbatan, misalnya akibat plak, tak hanya menyebabkan stroke, tapi juga membuat kinerja jantung yang sebenarnya sehat menjadi tak maksimal. Salah satu tandanya, napas gampang ngos-ngosan saat naik tangga. Selain membuat napas lebih pendek, otak yang kotor karena tersumbat ini membuat performa seks anjlok. "Jalan sedikit saja ngos-ngosan, begitu mau ’main’ enggak ada tenaganya," ujarnya.

Nah, untuk mengatasi masalah sumbatan ini, Terawan menggunakan metode cuci otak yang berbasis radiologi intervensi dengan menyemprotkan obat pengencer darah, heparin, untuk merontokkan plak atau kerak yang menyumbat aliran darah. Tindakan medis ini menggunakan teknik sederhana, mirip membersihkan saluran gorong-gorong yang menyumbat. Sumbatan inilah yang dibersihkan sehingga pembuluh darah kembali bersih. Jika aliran darah lancar, sel-sel akan jauh lebih hidup dan fungsi organ tubuh meningkat. Ereksi pun bisa lebih maksimal.

Terawan biasanya melakukan pengobatan tersebut setelah melakukan penyemprotan di otak untuk mencegah dan mengatasi serangan stroke.Untuk stroke, heparin dimasukkan lewat kateter mikro yang dilesakkan lewat pembuluh darah di pangkal paha melalui pembuluh darah di perut, dada, lalu naik hingga mencapai otak. Setelah sampai di pembuluh darah yang bermasalah, cuci otak pun dilakukan.

Seusai bersih-bersih otak itu, kateter dibelokkan menuju saluran pembuluh darah penis, tempat klep yang semestinya mengunci tapi, karena ada sumbatan, tak bekerja sehingga penis tak bisa ereksi.

Metode cuci otak ini sempat diperdebatkan di kalangan kedokteran. Sebagian dokter ragu akan cara ini karena pasien stroke yang biasa lama pulih tiba-tiba bisa sembuh dalam hitungan hari di tangan Terawan. Selain itu, belum ada penelitian ilmiah tentang metode tersebut.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia ini kemudian membuktikan metodenya dalam disertasinya di Universitas Hasanuddin Makassar pada Agustus 2016. Di depan para pengujinya, Terawan mengatakan hasil penelitiannya membuktikantindakan cuci otak meningkatkan aliran darah yang signifikan, sekitar 41,20 persen. Jumlah ini lebih besar dibanding peningkatan pada terapi lain, seperti penggunaan balon, yangmeningkatkan aliran darah sebesar 20 persen dalam jangka waktu 73 hari.

Untuk urusan impotensi, Terawan memang belum membuktikannya secara ilmiah. Namun biasanya ia menanyakan perubahan kondisi pasien kepada pasangannya. Mereka menyebutkan hasilnya lebih baik. Bahkan beberapa perempuan mengeluh karena suaminya mencari perempuan lain lantaran mereka tak bisa mengimbangi performanya yang baru. "Akhirnya, sang istri juga minta otaknya dibersihkan agar bisa seimbang," katanya.

Namun, lagi-lagi, Terawan mengingatkan masalah penyumbatan ini hanya sebagian kecil penyebab disfungsi ereksi. Menurut dia, masih banyak faktor lain yang bisa menyebabkan penis tak bisa berdiri, seperti hormonal, kejiwaan, atau ada tumor. "Disfungsi ereksi itu tak bisa ditangani sendiri, harus menyeluruh dengan bagian lain," katanya.

Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus