Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Orang tua perlu mengajarkan anak berbuat kebaikan sejak dini.
Pilih cara yang mudah dipahami oleh anak serta sesuai dengan karakter dan pertumbuhan mereka.
Jangan memaksa jika mereka belum siap.
Selebritas Syahnaz Sadiqah merasa bingung ketika hendak mengajarkan kedua anak kembarnya, Zayn dan Zunaira, berbuat dan berbagi kebaikan. Apalagi usia mereka belum 2 tahun. Ia lalu mencoba mengajarkan hal itu dengan cara sederhana, seperti menyapa dan mengucapkan terima kasih kepada orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Syahnaz sering juga mengajari anaknya untuk mengalah dalam berbagi mainan, meski hal itu tak mudah. “Kemarin kami bikin pesan kebaikan dengan jiplakan kaki mereka untuk mengekspresikan kebaikan dan ikut donasi,” ujar Syahnaz dalam webinar tentang pentingnya orang tua melatih empati dan mengajarkan kebaikan kepada anak, Kamis, 25 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Psikolog anak Fathya Artha Utami menjelaskan, saat ini anak-anak tumbuh dalam situasi serba cepat berubah, penuh ketidakpastian, dan ambiguitas. “Butuh ketrampilan sosial emosional. Salah satunya kebaikan hati. Untuk survive, butuh kemampuan berkolaborasi.”
Fathya mengatakan kolaborasi, kerja sama, dan kebaikan menjadi kunci bagi anak-anak. Mereka perlu diajari untuk memberi kebaikan dan mendapatkan timbal balik. “Sehingga anak belajar memberi. Dipuji bukan karena dia hebat, melainkan ada manfaat ke orang lain dan menumbuhkan empati,” kata dia.
Dengan memberi atau melakukan kebaikan, hormon kortisol akan menurun, sehingga mengurangi stres dan membuat seseorang menjadi lebih bahagia. Anak yang sejak kecil diajari berbuat baik akan tumbuh lebih bahagia dan punya empati.
Fathya mengatakan menanamkan kebaikan sebaiknya dilakukan sedini mungkin, sejalan dengan perkembangan komunikasi dan bahasa anak. Anak bisa diajari untuk berterima kasih, minta maaf jika ada kesalahan, atau dengan bahasa tubuh sederhana, seperti menyapa, tersenyum, dan bersyukur.
Saat masa pandemi, ketika orang tua dan anak berinteraksi lebih intens di rumah, itu adalah waktu yang tepat untuk mengajari anak berbuat kebaikan. Ia mencontohkan mengajak anak membuat daftar nama siapa saja yang akan mendapat bantuan dan bisa juga mengajak merefleksikannya. “Lihat apa reaksinya, apa rasanya berbagi. Feedback ini bisa jadi bahan diskusi,” ujarnya.
Shutterstock
Fathya juga menekankan pentingnya membangun rasa percaya diri pada anak. Sebab, anak membawa karakteristiknya masing-masing sejak kecil. Ada yang mudah dan berani, ada yang tipe lambat dan butuh pemanasan. Ada pula anak yang susah ketika berhadapan dengan orang atau situasi baru, misalnya menolak atau menangis.
Orang tua tidak perlu buru-buru memprotes. Orang tua harus maju dulu dan memberi rasa aman serta mendorongnya dengan pujian. “Asyik, ya, main sama teman-teman, misalnya seperti itu. Beri feedback, tidak langsung mengkritik, tapi pahami anak,” ujar psikolog dari Universitas Indonesia ini. Orang tua juga bisa memberi pengertian bahwa bermain bersama itu lebih seru.
Anak pun perlu diberi pengertian bahwa berbagi itu menyenangkan. Sebab, anak-anak takut jika memberikan sesuatu kepada orang lain, ia akan kehilangan sesuatu itu. Namun, jika anak belum siap, jangan dipaksa. Kesalahan yang sering dilakukan orang tua adalah terlalu mendorong si anak, sementara dia belum siap dan belum mengerti konsep berbagi.
Selain itu, orang tua perlu sering memberi pemahaman kepada mereka untuk menghindari rasa kecewa bila mendapat penolakan saat berbuat baik. Misalnya, ketika anak memberikan sesuatu kepada temannya tapi tidak diterima. “Diskusikan dan bantu melabelkan perasaan itu. Setelah itu, tanya kebutuhan si anak.”
DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo