Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Usianya baru sebelas bulan, tapi bobot badannya sudah 14,4 kilogram. Seharusnya dia hanya berbobot 9,6 kilogram. Muhammad Fauzan, nama bayi ini, memang mengalami kelebihan berat badan alias obesitas. Dengan berat badan seperti itu, wajar jika wajahnya terlihat bundar dengan kedua pipi gembil. Harap maklum, Fauzan lahir dengan berat luar biasa, yakni 5,5 kilogram, dengan persalinan normal dan cuma dengan bantuan dukun bayi.
Namun bukan urusan berat badan yang menjadi persoalan bagi orang tua Fauzan, pasangan Abdul Djalil dan Hartini. Sebab, anak pertamanya, Endah, kini 17 tahun, juga lahir dengan bobot tak biasa, yakni 4,8 kilogram, dan berkembang tanpa ada masalah kesehatan yang berarti. Sedangkan Fauzan diketahui mengalami kelainan sejak usianya baru dua bulan. Kelainan itu diketahui saat bocah itu dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Bogor.
"Saat itu kadar gula darah Fauzan sangat rendah, cuma 7 miligram per desiliter. Kata dokter, ia mengalami hipoglikemia," kata Abdul Djalil, saat ditemui Tempo di rumahnya, Ahad dua pekan lalu. Ia kemudian memperlihatkan catatan medis milik Fauzan. Normalnya, bayi lahir memiliki kadar gula darah minimal 40 mg per dl. Lantaran kadar gula darahnya anjlok luar biasa, tubuh Fauzan sering sakit-sakitan, bahkan kejang, meski badannya tidak demam. Ia juga kehilangan kemampuan untuk tertawa dan ngoceh, hal yang sebenarnya sudah muncul sampai usianya menginjak enam bulan.
Warga Desa Nanggung—sekitar 45 kilometer dari kantor Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat—ini ingat betul sudah beberapa rumah sakit di Bogor yang merawat anak bungsunya itu. Meski kelainan gula darah Fauzan sudah diketahui, pengobatannya tak membawa hasil. Akhirnya, ia berinisiatif membawa Fauzan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, yang berjarak kira-kira 100 kilometer dari tempat tinggalnya. Di sini Fauzan mendapat perawatan dengan jaminan kesehatan daerah sekitar sebulan, hingga diizinkan pulang pada 1 Desember lalu.
Menurut Abdul Djalil, saat Fauzan pulang, kadar gula darahnya terhitung bagus, yakni 136 mg per dl. Namun, agar kadar gula darah Fauzan tidak drop lagi, sejumlah obat harus dia minum, termasuk diazoxide. Tapi itu tak membuatnya segera pulih. Meski gula darahnya sudah naik, kondisi Fauzan memang masih jauh dari normal. Saat tertidur, tangan dan tubuhnya sering tersentak-sentak, seperti kejang. Untuk mengetahui perkembangannya, pada Selasa pekan lalu, seperti diminta tim dokter yang merawatnya, Fauzan dibawa ke RSCM untuk kontrol.
"Fauzan jelas mengalami obesitas sejak lahir. Temuan kita berikutnya, ia mengalami hiperinsulinemia-hipoglikemia. Kadar insulinnya sangat tinggi di dalam darah, tapi kadar gulanya kurang," kata Damayanti Rusli Sjarif, dokter spesialis anak yang juga konsultan nutrisi dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, yang merawat Fauzan. Temuannya, antara lain, itu tadi, gula darahnya cuma 9 mg per dl—angka yang tak jauh beda saat Fauzan dirawat di rumah sakit di Bogor, dan tetap jauh dari angka normal minimal 40 mgper dl.
Penyebab rendahnya gula darah ini terkait erat dengan bobot badan yang berlebih saat dalam kandungan dan ketika dilahirkan. Kita tahu, di dalam kandunganlah semua "perangkat" dalam tubuh ini dibuat. Ketika badan jabang bayi yang sedang tercipta ini besar, tubuh otomatis menyesuaikan dengan memerintahkan pankreas memproduksi insulin berlebih. Kenapa? Karena badan yang besar itu membutuhkan pasokan glukosa (karbohidrat sebagai sumber tenaga) yang besar pula. Agar pembuluh darah bisa menyerap glukosa itu dari dalam darah, perlu "anak kunci" bernama insulin.
Jika insulin terlalu sedikit, glukosa tidak terserap sehingga menumpuk dalam darah. Akibatnya adalah diabetes melitus. Dalam kasus Fauzan, yang terjadi adalah sebaliknya. Insulin terlalu banyak, akibatnya penyerapan glukosa terlalu tinggi, sehingga glukosa yang tersisa dalam darah sangat sedikit.
Angka kejadian kasus seperti ini di Indonesia belum diketahui pasti. Namun literatur menyebutkan bahwa hipoglikemia, dengan berbagai derajatnya, terjadi pada 1-5 per 1.000 kelahiran hidup. Pada bayi yang lahir dari ibu yang mengidap diabetes, antara lain, ditandai dengan berat badan bayi lebih dari empat kilogram, risiko terjadinya bayi hipoglikemia berkisar 8-25 persen. Sedangkan pada bayi prematur, antara lain, ditandai dengan berat badan kurang dari 2,5 kilogram, kemungkinan terjadinya hipoglikemia sekitar 15 persen.
"Sebab itu, ibu hamil yang melahirkan anak di atas 4 kilogram atau kurang dari 2,5 kilogram harus waspada. Lakukan pengecekan gula darah segera," kata Damayanti. Jika hasil tes baik-baik saja, syukur alhamdulillah. Namun, bila ketahuan si bayi mengidap hipoglikemia, penanganannya akan bisa lebih cepat diberikan. "Kalau ketahuan di awal, kita akan bisa menangani lebih baik," kata Damayanti.
Sejauh ini obat yang cespleng adalah diazoxide, seperti yang diminum Fauzan. Sayangnya, seperti kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningrum, obat ini termasuk sangat jarang dibutuhkan tapi vital untuk beberapa pasien. Untuk mengatasi kebutuhan obat seperti itu, pemerintah memiliki kebijakan yang disebut orphan drugs alias pengadaan obat untuk penyakit langka.
"Kita akan memasukkan obat ini dari Malaysia dengan skema akses khusus," kata Endang Woro Tedjowati, Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Itu berarti, ketersediaan obat bagi Fauzan, juga pasien lain yang sejenis, akan aman karena pemerintah sudah menjamin.
Ada sejumlah teori di balik munculnya kasus hiperinsulinemia-hipoglikemia. Antara lain, adanya tumor di pankreas atau kelainan genetik. Dalam kasus Fauzan, tim dokter belum menemukan adanya tumor itu, meski bisa saja ada tapi tak terdeteksi karena masih kecil. Adapun uji genetik belum dilakukan karena biayanya terlalu mahal dan sarananya belum ada di Tanah Air. Namun kalangan peneliti di luar negeri menyebut, seperti diungkapkan Aman B. Pulungan, dokter spesialis endokrinologi anak FKUI-RSCM, "Masalah ini muncul karena terjadi mutasi gen HNF4A."
Selasa malam pekan lalu, sepulang dari kontrol, kondisi Fauzan memburuk. Mungkin karena kecapekan setelah menempuh perjalanan jauh. Tubuhnya demam tinggi hingga 41,9 derajat Celsius. Obat turun panas berulang kali diberikan sehingga suhu tubuh Fauzan pada Rabu pagi turun menjadi 39,4 derajat. "Dari pagi sampai sekarang, mulutnya suka mencong, kadang ke kiri, kadang ke kanan," kata Abdul Djalil, Rabu malam.
Sejatinya, saat kontrol, tim dokter meminta agar Fauzan kembali dirawat. Selain kondisinya tidak sebagus saat diizinkan pulang beberapa hari sebelumnya, Fauzan diketahui mengalami infeksi saluran kemih. Namun keluarga berkukuh untuk pulang terlebih dulu dan menjalani rawat jalan.
Setelah kondisi Fauzan tak jua membaik, akhirnya Abdul Djalil membawa Fauzan kembali ke RSCM, Kamis pekan lalu. Hingga siang, Fauzan masih ditangani di unit gawat darurat. Pekerja serabutan yang sebulan belum tentu mengantongi duit sejuta rupiah untuk keluarga itu berharap anaknya mendapat perawatan terbaik.
Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo