Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

<font face=arial size=1>Kasus pembunuhan Raafi</font><br />Pria Berkaus Putih di Shy Rooftop

Polisi menetapkan Sher Mohammad Febry sebagai tersangka penikam pelajar SMA Pangudi Luhur, Raafi Aga Winasya. Para tersangka diduga membangun skenario untuk menyembunyikan identitas pembunuh sebenarnya.

12 Desember 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA hitam berkibar di depan sebuah rumah di Pesona Kahyangan, Depok, Jawa Barat. Di bendera itu tertera tulisan "234 SC" lengkap dengan lambangnya, dua sayap yang terkepak. Di salah satu sisi halaman rumah itu, bendera dengan ukuran hampir sama terpampang di atas pintu garasi seluas lapangan bulu tangkis. Namun tulisannya berbeda, yakni "X Rules 234", dengan tipologi gothic.

Itulah kediaman Sher Mohammad Febry Awan, 42 tahun. Di rumah inilah Febry tinggal bersama istrinya, Violetha Caecilia Maria Constanza alias Connie, 39 tahun, dan dua anak mereka. Sumber Tempo menyebutkan Febry memang menjabat Wakil Ketua Umum 234 SC, organisasi kepemudaan yang didirikan puluhan tahun lalu oleh Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soelistyo Soerjosoemarno. SC kependekan dari Siliwangi Club.

Rabu sore pekan lalu, penyidik dari Kepolisian Resor Jakarta Selatan menggeledah rumah tersebut. Febry kemudian ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Raafi Aga Winasya Benjamin, 17 tahun, siswa kelas III SMA Pangudi Luhur, Jakarta. Raafi alias Bolpan tewas bersimbah darah di Kafe Shy Rooftop Papilion, Kemang, Jakarta Selatan, 5 November lalu. Kala itu Raafi bersama belasan teman sekolahnya sedang merayakan pesta ulang tahun teman mereka di kafe itu. "Ada noda darah Raafi di baju milik Febry," kata Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Gatot Edy Pramono pekan lalu. Itulah salah satu alasan penetapan Febry sebagai tersangka.

Selain Febry, ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Connie, Ali Abel, Helmy, Edi Fajar Putra alias Bacol, Maratoga Purba, dan Roby Syarif Hatim. Mereka rata-rata anak muda berusia sekitar 20 tahun. Menurut polisi, tuduhan untuk mereka adalah melakukan pengeroyokan. Kendati semua tersangka ditahan di tempat yang sama, yakni di Polres Jakarta Selatan, khusus untuk Febry, ia ditempatkan sendirian di ruang tahanan di lantai tiga. "Penyidik tak mau ia bertemu dengan tersangka lain," kata Endi Martono, pengacara Febry.

Pria yang lengan kanannya bertato tulisan 234 SC itu sejak kasus ini mencuat sudah menjadi target utama polisi. Michael Luhukay alias Mike, 24 tahun, menyatakan bahwa sejak awal polisi terus bertanya tentang Febry kepadanya. Beberapa jam sebelum Raafi terbunuh, Febry bersama tersangka lain datang ke Shy Rooftop untuk merayakan ulang tahun Mike yang ke-24. Kepada penyidik, Mike menyatakan ia tak mengenal tersangka lainnya. Dia menyebutkan, yang diundangnya hanya Febry dan Connie. "Sehari setelah pembunuhan, Febry mencoba menenangkan kami dengan menyebut kematian Raafi bukan kesalahan mereka," kata putra bekas Wakil Direktur Bank Danamon Josh Luhukay itu.

Sumber Tempo yang ikut dalam pengusutan perkara ini mengatakan besar kemungkinan para tersangka telah menciptakan skenario posisi mereka dalam kasus ini. Mereka, misalnya, bisa saja bersekongkol hanya mereka yang terlibat, minus Roby. Awal cekcok dengan Raafi dan teman-teman sekolahnya, mereka sebut misalnya saat Connie terjatuh di lantai dansa. Kepada Tempo, belakangan teman-teman Raafi menyatakan tak ada yang melihat perempuan terjatuh sebelum cekcok. "Kejadian ini justru berawal dari seseorang yang mengusik kelompok Raafi saat mereka berjoget di lantai dansa," kata Riza Irwansyah, juru bicara tim pencari fakta kasus Raafi, yang terdiri atas 20-an alumnus SMA Pangudi Luhur.

Menurut sumber Tempo, Febrylah yang mengajak tersangka lain membangun skenario ini. Tujuannya, supaya mereka tak terlihat bersalah dalam perkara ini. Belakangan terungkap skenario itu ternyata juga untuk menyembunyikan Roby Hatim, tersangka paling akhir yang ditangkap. Endi Martono mengaku sempat terkecoh dengan skenario ini. Saat masih menjadi pengacara enam tersangka itu, ujarnya, kliennya tak pernah menyebut nama Roby. Belakangan mereka baru memunculkan nama tersebut. "Mereka beralasan kasihan dengan Roby yang gagap kalau bicara," kata Endi. Skenario ini, ujar sumber Tempo, terbongkar saat Helmy, Fajar, dan Maratoga ditangkap polisi. "Mereka yang membocorkan nama Roby," kata sumber itu.

Dari penelusuran Tempo, peran Roby lumayan menonjol. Menantu seorang marsekal madya yang masih aktif di Lemhannas ini diduga mengajak Sunari, seorang anggota TNI Angkatan Udara yang kini berdinas di Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). Kepada Sunari itulah pisau yang diduga digunakan menikam Raafi diserahkan. Sunari sampai kini masih menjalani pemeriksaan polisi. "Dia masih berstatus saksi," kata Kepala Satuan Reskrim Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi Irawan.

Roby, menurut pengakuan Febry kepada pengacaranya, pada malam kejadian mengenakan kaus putih. Kepada penyidik Roby, membantah soal warna kaus yang dipakainya. Ia menegaskan saat itu memakai kaus abu-abu. Identitas pria berkaus putih dalam kasus ini memang masih tanda tanya. Yang pasti, sejumlah teman Raafi menyebutkan, pria berkaus putih itulah yang memicu keributan. Si pria yang tampak dalam keadaan seperti mabuk itu berulang kali membenturkan badannya ke Raafi dan teman-temannya ketika para pelajar SMA tersebut membentuk lingkaran di lantai dansa.

Menurut Riza, para pelajar SMA Pangudi Luhur yang malam itu bersama Raafi di Shy Rooftop tak ada yang mengenali wajah si pria berkaus putih. Saat itu pria tersebut mengenakan topi fedora, topi yang biasa dikenakan penyanyi jazz, seperti Tompi. Tubuhnya tegap, tak terlalu tinggi, dan rambut cepak. Tim pengacara sudah memperlihatkan foto Roby kepada para pelajar itu. Namun tak satu pun yang mengenalinya. Artinya, kata Riza, Roby bukan si pria berkaus putih. "Saksi saya yakin itu bukan Roby, karena dia sempat saling pukul dengan pria berkaus putih tersebut," kata Riza.

Pria berkaus putih ini pula yang berhadap-hadapan dengan Raafi ketika tiba-tiba Raafi kemudian tersungkur di depan meja disc jockey (DJ). Saat itu, kata Riza, Raafi diapit dua temannya. Di depan mereka ada Abel, Helmy, dan Maratoga. Si pria berbaju putih ada dalam barisan itu. Itulah saat-saat adu pukul terakhir terjadi. Teman Raafi yang mencoba melerai perkelahian ikut terluka tangannya. "Ayunan pisau ke perut Raafi itulah yang diduga juga ikut menyabet tangan temannya," kata Riza.

Disc jockey Shy Rooftop, menurut sumber Tempo, sudah diperiksa penyidik. Sumber tersebut menyatakan, DJ bernama Alfa Kharisma itu kini memilih menyembunyikan diri. Adapun pria berkaus putih tetap misterius. Budi Irawan menegaskan, pihaknya masih terus memeriksa kasus ini. "Saksi lain masih terus kami cari sambil terus memeriksa Febry cs," kata Budi.

Febry hingga kini masih berkukuh tak bersalah. Kepada pengacaranya, ia masih tak banyak bercerita. Di hadapan wartawan, Senin pekan lalu, Febry juga terlihat tampil tenang, berbeda dengan tersangka lain yang tampak berusaha menenggelamkan wajahnya di balik kaus tahanan. "Gua santai karena bukan gua yang menusuk Raafi," kata Febry kepada para wartawan. Tim pencari fakta juga ragu bahwa Febrylah pembunuh Raafi, karena banyak saksi yang melihat ia pulang lebih dulu bersama istrinya pada malam berdarah itu. "Polisi memang harus mencari siapa pembunuh Raafi sebenarnya," kata Riza.

Mustafa Silalahi, Ananda Badudu


Misteri Pria Berkaus Putih

  • Identitas pria berkaus putih dalam kasus pembunuhan Raafi Aga Winasya masih tanda tanya.
  • Tubuhnya tegap, tak terlalu tinggi, dan rambut cepak.
  • Mengenakan topi fedora
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus