Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DERETAN bungkus jamu terpajang di sebuah warung tenda di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan. Ada beragam jamu yang dijual dengan khasiat yang juga beragam, dari obat pegal linu, masuk angin, sampai pelangsing. Di bagian pojok kanan atas terpajang sejumlah merek jamu kuat dan kopi yang mengklaim dapat meningkatkan libido pria. "Ini khusus untuk laki-laki. Ada saja yang beli," kata Edisebut saja begitupedagang jamu tersebut, Selasa malam pekan lalu.
Edi mengaku pernah menjajal produk-produk yang dijualnya, termasuk jamu kuat dan kopi tersebut. Sudah bertahun-tahun Edi mengkonsumsinya. "Tapi favorit saya yang kopi itu," ujarnya.
Baik jamu maupun kopi herbal tadi, kata dia, baru terasa khasiatnya satu jam setelah diminum. Edi merasa langsung greng setelah mengkonsumsinya. Tapi, menurut dia, efek kopi lebih tahan lama ketimbang jamu. "Cobain saja," ia menyarankan.
Tapi, di balik khasiat yang disebut Edi tadi, kopi herbal semacam ini terbukti membahayakan kesehatan. Bulan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyarankan konsumen tak mengkonsumsi kopi pembangkit libido pria bermerek Kopi Jantan Tradisional. Pada bulan yang sama, FDA juga menyarankan hal yang sama untuk Stiff Bull Herbal Coffee.
Dari penelitian FDA, dua kopi yang mengklaim berisi bahan herbal, seperti tongkat Ali, ini berisi desmethyl carbodenafil yang mirip dengan sildenafil, bahan aktif dalam Viagra. Tapi produsen tak menyebutkan bahan kimia itu dalam kemasan.
FDA sebenarnya tak melarang Viagra. Obat keras ini bisa dikonsumsi dengan resep dokter. Masalahnya, dalam kopi-kopi tersebut, selain tak dicantumkan dalam daftar bahan, dosis Viagra yang dimasukkan juga tak jelas. Kalau salah konsumsi, akibatnya bisa celaka. "Bahan yang tak disebutkan ini bisa berinteraksi dengan nitrat, yang ada pada beberapa resep obat seperti nitrogliserin dan dapat menurunkan tekanan darah pada level bahaya," demikian alasan FDA yang dimuat di situsnya.
Di Tanah Air, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga pernah memberikan rekomendasi serupa. Pada 2011, BPOM merilis data 22 kopi yang mengklaim herbal tapi mengandung sidenafil dan tadafil. "Waktu itu kami rekomendasikan untuk dicabut izinnya dan sudah dicabut," kata Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono pada Rabu dua pekan lalu.
Izin kopi itu, menurut dia, kebanyakan dikeluarkan oleh dinas kesehatan setempat. Jika sampai sekarang produknya masih beredar, Suratmono menduga pemasarannya dilakukan sembunyi-sembunyi. "Karena mereka ilegal," ujarnya.
Dokter spesialis andrologi Nugroho Setiawan mengatakan kopi berbahan kimia ini berbahaya bagi kesehatan. Mereka tak menerangkan berapa dosis yang dimasukkan ke produk-produk itu. Padahal sidenafil dan tadafil adalah obat keras yang harus diresepkan.
Ia mengatakan obat tersebut akan membuat pembuluh darah melebar, sehingga mengakibatkan tekanan darah menjadi rendah. Seperti slang yang dialiri air, jika slangnya ditekan dengan jari, air akan mengalir lebih cepat karena ada tekanan. Sebaliknya, jika tekanan dibuka, air akan mengalir lebih lambat.
Menurut Nugroho, ini juga terjadi pada pembuluh darah. Kalau dari awal alirannya sudah lambat, kemudian pembuluh darahnya diperlebar dengan diberi obat, alirannya akan makin lambat, tekanannya makin rendah. Jika itu terjadi pada pembuluh darah manusia, "Bisa-bisa orangnya mati karena hipotensi."
Saat Viagra baru pertama kali diluncurkan, kata dia, banyak kematian terjadi akibat kurangnya tekanan darah ini. Nugroho punya kiat untuk membedakan obat herbal dari bahan kimia. Khasiat obat herbal hanya bisa dirasakan dalam jangka waktu pemakaian cukup lama. Jika sekali minum manfaatnya langsung terasa, pasti ada kandungan bahan kimianya. "Itu pasti nipu," ujarnya.
Adapun Suratmono mewanti-wanti masyarakat agar selalu mengecek kemasan, izin edar, serta tanggal kedaluwarsa obat dan bahan pangan. Untuk mengecek izin edarnya, bisa dibuka di situs BPOM atau cek di aplikasi Cek BPOM yang tersedia di Play Store.
Nur Alfiyah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo