Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TENSI rapat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi Badan Usaha Milik Negara Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis pekan lalu, seketika menjadi panas. Sri Mulyani datang mewakili Menteri BUMN Rini Soemarno, yang dilarang hadir di DPR sejak tahun lalu. Rapat yang seharusnya membahas anggaran Kementerian BUMN justru berubah topik. Anggota Komisi mempersoalkan pertemuan Ketua DPR Ade Komarudin dengan sejumlah direksi BUMN terkait dengan penyertaan modal negara (PMN) pada 28 September lalu.
"Apakah ada undangan resmi dalam pertemuan tersebut?" kata Bowo Sidik Pangarso, politikus Partai Golkar, mencecar Sekretaris Kementerian BUMN Imam Apriyanto Putro. Imam menjawab, dia dipanggil Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah untuk bertemu dengan Ade Komarudin. Karena kepentingannya membahas PMN, instansinya mengundang secara resmi sembilan anggota direksi BUMN untuk bertemu dengan Ade di ruangannya. Bowo Sidik kemudian menimpali, "Ini berbahaya. Anda mengundang direksi BUMN hanya karena permintaan anggota DPR."
Tingginya suhu pertemuan hari itu merupakan buntut pelaporan 36 anggota (termasuk pimpinan) Komisi BUMN ke Mahkamah Kehormatan Dewan pada 11 Oktober lalu. Perkara ini bermula saat Komisi BUMN membahas PMN untuk sejumlah perusahaan negara. Pada akhir September lalu, Ade Komarudin mengirimkan surat ke pimpinan Komisi BUMN yang berisi persetujuan empat perusahaan pelat merah melakukan penambahan modal dengan penerbitan saham baru (rights issue). Ketua Komisi BUMN Teguh Juwarno mengatakan, berdasarkan kesepakatan, aksi korporasi tersebut seharusnya ditunda sampai 5 Oktober. Teguh menyebutkan pernah menemui Ade untuk membicarakan soal ini. "Hasilnya nihil," ujarnya.
Rupanya, di tengah pembahasan, politikus Komisi BUMN mengetahui ada pertemuan antara Komisi Keuangan DPR dan sejumlah BUMN. Tak hanya itu, pada 28 September lalu, sembilan perusahaan pelat merah menghadap Ade di kantornya, lantai 3 gedung Nusantara III, Senayan. Pertemuan ini membuat Komisi BUMN merasa ditelikung.
Bowo menyebutkan Ade juga memberikan persetujuan kepada Komisi Keuangan untuk mengadakan rapat dengan direksi perusahaan negara. Padahal, kata dia, BUMN merupakan mitra kerja komisinya. Politikus Partai Golkar ini juga heran terhadap pertemuan Ade dengan sejumlah direksi BUMN. "Yang diundang adalah perusahaan yang mendapatkan dana," ujar Bowo. Karena itulah Komisi BUMN melaporkan Ade ke Mahkamah Kehormatan. "Ini hanya pembelajaran."
Laporan ini menambah kisruh di parlemen, termasuk menyerempet Ade Komarudin. Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah politikus Golkar bermanuver untuk menggoyang posisi Ade sebagai Ketua DPR. Saat nama Ketua Umum Golkar Setya Novanto direhabilitasi Mahkamah Kehormatan, beberapa pendukungnya mengusulkan Setya kembali duduk sebagai Ketua DPR. Salah satu motor agar Setya kembali ke posisinya adalah Kahar Muzakir.
Seorang politikus Golkar mengatakan ada yang menunggangi laporan ini untuk menggoyang posisi Ade. Spekulasi itu muncul karena salah satu pelapor, yakni Bowo Sidik Pangarso, merupakan anggota tim sukses calon Ketua Umum Golkar, Aziz Syamsuddin, saat musyawarah nasional luar biasa pada Mei lalu. Selain Bowo, politikus Golkar yang menjadi pelapor adalah Dodi Reza Alex Noerdin, Sumarjaya Linggih, Lili Asdjudiredja, dan Eka Sastra. Bowo membantah tudingan ini. "Tidak ada hubungannya dengan Golkar dan tidak ada kalimat mengganti Ketua DPR," ujar Bowo.
Ade Komarudin membantah ada prosedur yang dilanggar ketika mengizinkan Komisi Keuangan melakukan rapat bersama perusahaan pelat merah. Dia menuturkan, polemik di antara dua komisi sebenarnya sudah dibicarakan dalam rapat pengganti Badan Musyawarah. Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan DPR Sarifuddin Sudding mengatakan mereka masih memverifikasi laporan ini.
Wayan Agus Purnomo, Ahmad Faiz
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo