Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
URUSAN komputer dan renovasi gedung Komisi Pemilihan Umum Daerah jadi runyam di sekitar pemilihan Gubernur DKI Jakarta hari-hari ini. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta mempersoalkan pemberian 25 komputer dan 21 laptop dari pemerintah karena sumber anggarannya tak lazim.
Pemerintah DKI memberikan sarana dan prasarana kerja KPUD itu dari kompensasi koefisien kelebihan tinggi bangunan Sampoerna Land senilai Rp 10,2 miliar. Bukan hanya KPUD, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga kecipratan. Dan bukan hanya laptop, melainkan juga penunjang seperti meja dan kursi hingga renovasi gedung.
Senin pekan lalu, Komisi Pemerintahan DPRD Jakarta memanggil komisioner KPUD, Badan Pengawas, Dinas Komunikasi, Inspektorat, serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jakarta. Pemanggilan itu dipicu surat Kepala Dinas Komunikasi Nomor 3827/-037.7 pada 26 September 2016.
Dengan sangat jelas, surat itu berisi undangan kepada semua pejabatnya untuk membahas kesiapan sarana dan prasarana teknologi informasi KPUD dan Bawaslu yang berasal dari hibah rencana pembangunan gedung PT Sampoerna Land. "Kenapa dari Sampoerna?" kata Ketua Komisi Pemerintahan DPRD Riano P. Ahmad.
Di Kebon Sirih, kantor DPRD, beredar desas-desus di kalangan anggota Dewan bahwa pemerintah meminta Sampoerna menyokong kerja KPUD dan Bawaslu untuk memenangkan Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur kembali. Jumlah komputer yang didengar Riano juga tak hanya 25, tapi 400 unit.
Kepada anggota Komisi Pemerintahan, Kepala Dinas Komunikasi Dian Ekowati mengaku keliru membuat surat undangan tersebut. Menurut dia, semua prasarana itu bukan berasal dari Sampoerna. "Semua dari pemerintah," katanya. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Ratiyono menambahkan, jumlah komputer bukan 400, melainkan hanya 85 unit, untuk dua lembaga itu. "Statusnya juga bukan hibah, tapi pinjam pakai. Semua milik pemerintah," ujarnya.
Dalam penjelasan Ratiyono kemudian, sumber anggarannya ternyata tetap Sampoerna. Sampoerna Land harus membayar kompensasi akibat hendak menaikkan koefisien bangunannya dari tujuh menjadi sembilan untuk gedung yang akan dibangun di Setiabudi, Jakarta Selatan. Nilai kompensasi penambahannya Rp 723 miliar.
Syahdan, kata Ratiyono, pemerintah DKI kelimpungan ketika melakukan rapat dengan KPUD pada 3 Desember 2015. Komisioner meminta anggaran penyediaan alat kerja untuk menyokong pemilihan Gubernur Jakarta pada Februari 2017, yang prosesnya dimulai pada Juli lalu.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas sarana dan prasarana KPUD di daerah masing-masing, dari gedung hingga alat kerja. "Ketika audiensi, pemerintah tak bisa memenuhinya," ujar Ratiyono.
Ratiyono mengatakan pemerintah Jakarta tak mengalokasikan anggaran untuk KPUD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016. Pada 2 Februari 2016, dalam rapat koordinasi semua kepala dinas, pembahasan anggaran itu mentok. "Forum sepakat memakai kompensasi koefisien gedung Sampoerna," kata Ratiyono. "Kenapa Sampoerna? Karena dia masih punya kewajiban yang belum dibayar."
Kesepakatan itu dituangkan dalam nota dinas yang diteken Ratiyono untuk Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dan Asisten Sekretaris Daerah Bidang Pembangunan Gamal Sinurat. Ratiyono mendasarkannya pada Peraturan Gubernur Nomor 175 Tahun 2015 tentang kompensasi pelampauan koefisien luas bangunan. "Gubernur setuju," ujarnya.
Masalahnya, dalam peraturan nomor 175 itu tak ada satu pun kata yang menyebutkan kompensasi pengembang bisa dalam bentuk pemenuhan barang. Pasal 4 ayat 1 menyebut tujuh jenis kompensasi yang berbentuk fasilitas publik, seperti penyediaan lahan atau pembangunan ruang terbuka hijau, rumah susun sewa, waduk, ducting, infrastruktur, jalur pejalan kaki, dan jalur sepeda.
Setelah dua bulan tak jelas nasibnya, Gubernur Basuki membukanya dengan merevisi peraturan tersebut. Pada Mei 2016, Basuki mengesahkan aturan baru tentang kompensasi koefisien luas bangunan dalam aturan nomor 119/2016. Jenis kompensasi bertambah dari tujuh menjadi sepuluh. Salah satunya perbaikan sarana dan prasarana pemerintah. "Komputer KPU masuk pasal itu," kata Ratiyono.
Jalan pun jadi terang. Sebulan setelah aturan baru itu disahkan, Sampoerna Land menandatangani persetujuan pembayaran koefisien bangunan senilai Rp 723 miliar. Di luar KPUD dan Bawaslu, sisa uang kompensasi itu akan dipakai buat membangun rumah susun Daan Mogot sebanyak 840 unit dan penataan Kota Tua, Jakarta Barat.
Dengan cara pemerintah menyelesaikan persoalan seperti itu, Sekretaris Komisi Pemerintahan Syarief menilai pemerintah bersiasat belaka memenuhi permintaan KPUD di musim pemilihan gubernur ini. "Siapa yang menyodorkan kebutuhan komputer kepada Sampoerna?" ujar politikus Gerindra ini.
Riano malah melihat siasat itu melanggar prosedur. Menurut dia, kompensasi pengembang seharusnya masuk ke pemerintah lebih dulu untuk dicatat sebagai aset oleh tim independen, lalu disalurkan ke KPUD dan Bawaslu. "Ini ngawur," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan itu. "Lagi pula, penunjang kerja penyelenggara pemilu hanya boleh berasal dari APBD."
Gamal Sinurat tak ambil pusing terhadap tuduhan DPRD. "Kalau orang bilang menyiasati, silakan saja," ujarnya. Menurut dia, aturan kompensasi sebelum revisi pada pasal 4 ayat 1-D menyebut penyediaan infrastruktur, yang bisa ditafsirkan sebagai pemberian komputer kepada KPUD.
Definisi "infrastruktur" dalam aturan itu, kata Gamal, mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Bantuan alat kerja bisa masuk kategori ini. "Karena itu, aturan gubernur direvisi supaya tak multitafsir," ujarnya.
Ketua KPUD Jakarta Sumarno lain lagi. Menyaksikan hiruk-pikuk ini, ia dan komisioner lain memutuskan akan mengembalikan komputer dan laptop yang sudah ada di kantornya itu kepada pemerintah. "Agar tidak menimbulkan kecurigaan dan menjaga netralitas kami," katanya.
Badan Pengawas Pemilu, yang menerima 18 komputer dan 21 laptop, juga berencana mengikuti keputusan KPUD mengembalikan semua pemberian itu. Sumarno akan menyewa saja laptop dan alat-alat elektronik lain untuk menunjang kerja mereka. "Kami harus merevisi anggaran lebih dulu," ujarnya.
Mendengar KPUD dan Bawaslu Jakarta akan mengembalikan barang-barang itu, Ratiyono pasrah. "Terima lagi, gitu aja kok repot," katanya. Gubernur Basuki juga tak mau pusing dengan persoalan itu karena merasa sudah sesuai dengan aturan. "Kalau dibalikin kan jadi aset yang masuk DKI Jakarta lagi, tak jadi masalah."
Manajemen Sampoerna belum memberikan penjelasan ihwal kompensasi ini. Tri Sunarti, Tenant Relations Coordinator PT Sampoerna Land, mengaku sudah menyampaikan daftar pertanyaan Tempo melalui surat elektronik kepada pimpinannya dan berjanji memberi jawaban. Hingga tenggat tulisan ini, pernyataan itu belum ia kirimkan.
Erwan Hermawan, Avit Hidayat, Friski Riana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo