YAYASAN Lembaga Konsumen (YLK) berteriak lagi. Kali ini masih soal zat pewarna makanan - yang penggunaannya pernah mereka ributkan di Indonesia sejak 1977. Tapi, teriakannya kali ini tampaknya lebih serius. Sebab, ternyata pembuatan dan pemakaian bahan sepuhan untuk mewarnai makanan seperti pacar cina agar kelihatan lebih enak, yang antara lain sudah diakui dapat menyebabkan kanker bagi manusia itu, sekarang ini makin tak terawasi. Itu terbukti dari hasil penelitian AprilMei 1984 yang dilakukan YLK bekerja sama dengan Direktorat Standardisasi dan Pengendalian Mutu Departemen Perdagangan. Hasil penelitian terhadap 63 sampel yang dipilih dari 22 merk sepuhan yang dibeli di sembilan kota di Indonesia itu, antara lain, menyimpulkan bahwa sedikitnya lima merk sepuhan dipastikan menggunakan bahan baku Rhodamine dan Metanil Yellow. Padahal, kedua bahan baku ini sudah sejak 19 Juni 1979 dilarang dipakai oleh Departemen Kesehatan. Bahan baku itu, yang menurut seorang ahli jauh lebih berbahaya di bandingkan bahan baku amaran (amaranth) yang pernah menghebohkan sekitar dua tahun lalu itu (TEMPO, 22 Oktober 1983), diam-diam rupanya masih dipakai. Yakni, paling tidak oleh lima merk sepuhan: Flying Horse warna merah, Bango Menjangan warna ungu dan kuning, Merak varna ungu terong, Sailing Boat warna violet, dan Sepuhan (tak menyebutkan jenis warna di labelnya). "Semua zat pewarna itu mudah dibeli di pelbagai pelosok dan harganya murah dari Rp 25 sampai berkisar ratusan rupiah saja," kata AZ Nasution, wakil ketua YLK kepada TEMPO. Sambil menunjukkan sejumlah zat pewarna, sisa hasil penelitian mereka, Nasution terus terang menuding sebagian besar zat itu, yang tampak dibungkus dalam kemas seadanya di botol, plastik, dan kertas tebal, "Sebagai racun pembunuh yang dijajakan secara terbuka kepada masyarakat". Dengan memperlihatkan hasil penelitian dua ahli gizi Departemen Kesehatan, Oey Kam Nio dan Nyonya G. Nainggolan Sihombing, salah seorang pimpinan YLK itu, yakin benar pada tuduhannya. Sebab, hasil percobaan kedua ahli tersebut, yang dilakukan pada tikus pada 1981, sudah memastikan Rhodamine dan Metanil Yellow mengandung zat bersifat racun dan dapat menyebabkan kanker. Hasil percobaan ini sama dengan hasil percobaan yang dilakukan ahli riset FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) pada 1978, terhadap amaran, bahan baku zat pewarna lain. Cuma, Rhodamine dan Yello7e Metanil, di pastikan lebih keras dari amaran. Sebab, amaran di AS sendiri hanya di batasi penggunaannya, sedangkan Rhodamine dan Metanil Yellow langsung dilarang. Dengan analogi seperti itulah, YLK, kata Nasution lagi, amat terperanjat ketika mengetahui bahwa kedua bahan baku tadi dipakai secara agak meluas di sini. Mereka, secepatnya, menglrlm laporan ke Departemen Kesehatan. "Belakangan, karena tetap belum tan1pak tindakan apa-apa, kami juga mengirim surat kepada enam gubernur, mintabantuan penertiban," kata Nasution. Gubernur yang dikirimi surat itu, antara lain, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan DI Yogyakarta. Toh, baru DKI yang menanggapi, dan YLK sudah diminta lewat jalur DPRD untuk membahas soal itu. Departemen Kesehatan sendiri, seperti kata Direktur Pengawasan Makanan dan Minuman, Ditjen POM, Wisnu Katim, "Masih akan meneliti laporan YLK itu, sebelum menindak produsen yang disebut-sebut menyimpang". Penelitian YLK itu, betapapun, katanya, menjadi masukan yang berharga bagi Depkes. Pihak produsen sendiri, ketika ditemui TEMPO, hampir semua berkelit membantah laporan YLK. "Kami sudah menghentikan pemakaian Rhodamine sejak tiga bulan lalu," kata Nyonya Lanny Widjaya, wakil direktur PT Tunggal Karya, produsen zat pewarna merk Flying Horse di Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini