BANYAK penyakit yang harus dihadapi dengan jalan memanfaatkan bibit penyakitnya sendiri. Ini salah satu dasar imunologi, ilmu tentang pengebalan tubuh manusia menghadapi penyakit. Misalnya virus yang di lemahkan - yang disebut vaksin - dimasukkan ke dalam tubuh untuk merangsang pembentukan antibodi, yang nantmya bertugas memerangi virus penyakit. Tetapi, sampai kini, belum banyak vaksin ditemukan, bila dibandingkan dengan jutaan jenis virus, bakteri, dan kuman penyakit yang jumlahnya bertambah terus karena persilangan - dan belum semua ditemukan. Karena itu, penemuan vaksin baru senantiasa merupakan peristiwa besar di dunia kedokteran. Salah satu peristiwa yang selalu diharapkan umat manusia terjadi belum lama ini - ditemukannya vaksin untuk menghadapi rotavirus, penimbul diare yang sering juga menimbulkan kematian. Rotavirus dikenal pula di Indonesia. Diperkirakan, 40% dari virus penyebab muntaber adalah rotavirus. Muntaber, yang gejalanya muntah-muntah yang diikuti berak-berak, cukup dikenal epideminya di berbagai tempat di Indonesia. Umumnya merenggut penderita di bawah usia tiga tahun. Penyebab kematian adalah kekeringan, cairan pada tubuh habis karena keluar bersama kotoran dan muntahan. Seberapa jauh muntaber sudah meluas di Indonesia, Departemen Kesehatan belum mempunyai catatan walaupun mengakui epidemi ini di berbagai daerah cukup mencemaskan. Seperti kejadian di 21 desa sepanjang Sungai Cisanggarung dan Cipedak, Kabupaten Kuningan, yang telah makan korban jiwa lebih dari 20 orang meninggal, Desember lalu. Vaksin rotavirus yang baru ditemukan itu, hasil penelitian dua kelompok ilmuwan, yaitu peneliti di Laboratorium Smith Kline RIT, Belgia, dan tim yang dipimpin Dr. Timo Vesikari di Universitas Tampere, Finlandia. Penemuan yang melalui tes yang berulang-ulang itu tak segera berhasil. Salah satu kegagalan tes, adalah karena vaksin rotavirus ditemukan bisa rusak dalam larutan asam lambung. Untuk mengatasi keadaan ini, sebenarnya vaksin yang memang diberikan lewat mulut itu bisa dibuat dalam bentuk kapsul, yang aman melalui lambung dan baru pecah di usus. Namun, kesulitannya, tidak mungkin memberi kapsul pada bayi. Belakangan ditemukan, asam lambung, yang merusakkan vaksin, bisa dinetralkan dengan susu. Karena itu, muncul gagasan untuk memberikan vaksin ini dalam bentuk campuran susu. Tes klinis vaksin rotavirus di kalangan orang dewasa ditemukan efektif 85%. Namun, pada bayi, yang justru sangat memerlukannya belum bisa dipastikan. Percobaan vaksinasi kini sedang dicobakan di Gambia, Afrika. Diberikan bersamaan dengan vaksinasi polio yang juga diminumkan (tetes). Hasilnya, masih perlu ditunggu. Di Indonesia sendiri, Departemen Kesehatan belum membuat program memberikan vaksinasi menghadapi muntaber. Selain belum ada kepastian tentang vaksin itu, program vaksinasi yang mahal harus mengikuti skala prioritas. Khusus menghadapi muntaber, sementara ini Depkes menjalankan program seperti yang dianjurkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) yaitu rehidrasi. Memberikan garam oralit bila seseorang terkena muntaber, menjaga agar penderita tidak mengalami kekeringan (dehidrasi). Virus yang menimbulkan penyakit tidak dibunuh, tapi diperkirakan akan ikut keluar bersama kotoran dan muntahan. Sementara itu, memang tak ada jalan lain kecuali melakukan rehidrasi. Tapi, bila vaksin rotavirus benar-benar efektif, imunisasi tentu lebih baik. Menurut WHO, jutaan bayi bisa diselamatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini