Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gangguan saraf sering dialami banyak orang, mulai dari rasa sakit yang tak tertahankan hingga kesemutan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Kondisi ini bisa sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak perlu khawatir karena ada berbagai cara alami untuk mengatasi gangguan saraf yang dapat membantu meredakan gejala tanpa efek samping yang membahayakan. Dikutip dari pafibantul.org, berikut tujuh bahan alami ampuh yang bisa dicoba untuk mengatasi gangguan saraf.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kunyit
Kunyit dikenal sebagai bumbu dapur yang memiliki sifat anti-inflamasi. Senyawa aktif dalam kunyit, yaitu kurkumin, telah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi peradangan pada saraf. Sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Medicinal Food menunjukkan konsumsi kunyit secara teratur dapat membantu meredakan rasa sakit pada penderita neuropati perifer. Anda bisa menambahkan kunyit ke dalam masakan sehari-hari atau mengonsumsinya dalam bentuk suplemen.
Minyak kelapa
Minyak kelapa mengandung asam lemak rantai sedang yang dapat digunakan sebagai sumber energi oleh sel-sel saraf. Penelitian dari Frontiers in Aging Neuroscience mengungkapkan minyak kelapa dapat meningkatkan fungsi mitokondria, yang penting untuk kesehatan saraf. Anda bisa menggantikan minyak goreng biasa dengan minyak kelapa atau mengonsumsinya langsung dalam jumlah sedang.
Bawang putih
Bawang putih tidak hanya berfungsi sebagai bumbu dapur tetapi juga bahan alami untuk mengatasi gangguan saraf. Bawang putih mengandung allicin, senyawa yang memiliki sifat analgesik dan anti-inflamasi. Studi menunjukkan konsumsi bawang putih secara rutin dapat membantu mengurangi nyeri neuropati. Tambahkan bawang putih ke dalam berbagai hidangan atau konsumsi suplemennya.
Teh hijau
Teh hijau kaya antioksidan, khususnya katekin, yang dapat melindungi sel-sel saraf dari kerusakan oksidatif. Penelitian yang dipublikasikan dalam Nutrients menunjukkan konsumsi teh hijau dapat memperlambat perkembangan penyakit neurodegeneratif. Anda bisa menikmati secangkir teh hijau setiap hari sebagai bagian dari rutinitas kesehatan.
Lavender
Lavender dikenal karena aroma menenangkan yang dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan, yang sering kali memperburuk gangguan saraf. Sebuah studi dalam Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine menemukan aromaterapi lavender dapat meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi rasa sakit pada penderita neuropati. Anda bisa menggunakan minyak esensial lavender dalam diffuser atau menambahkannya ke dalam air hangat untuk mandi.
Jahe
Jahe adalah rimpang lain yang memiliki sifat anti-inflamasi kuat. Senyawa gingerol dalam jahe telah terbukti efektif dalam mengurangi peradangan dan nyeri saraf. Sebuah penelitian di The Journal of Pain menunjukkan konsumsi jahe secara teratur dapat mengurangi intensitas nyeri neuropati. Tambahkan jahe ke dalam minuman atau makanan favorit.
Omega-3
Asam lemak Omega-3, yang ditemukan dalam ikan berlemak seperti salmon dan sarden sangat penting untuk kesehatan saraf. Omega-3 membantu membangun dan memperbaiki membran sel saraf serta mengurangi peradangan. Menurut American Journal of Clinical Nutrition, cukup asupan Omega-3 dapat membantu mengurangi gejala neuropati. Jika tidak suka ikan, Anda bisa mempertimbangkan suplemen Omega-3 sebagai alternatif.
Kesimpulan
Mengatasi gangguan saraf tak selalu memerlukan obat-obatan kimia yang dapat menimbulkan efek samping. Dengan memanfaatkan bahan alami untuk Anda bisa meredakan gejala dengan cara yang lebih alami dan aman. Kunyit, minyak kelapa, bawang putih, teh hijau, lavender, jahe, dan Omega-3 adalah beberapa pilihan terbaik yang dapat dicoba.
Pastikan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis sebelum memulai pengobatan alami apapun, terutama jika memiliki kondisi kesehatan lain atau sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu. Pendekatan yang tepat dapat meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi dampak gangguan saraf secara signifikan.
Pilihan Editor: Cegukan, Kapan Bisa Diatasi Sendiri dan Harus Periksa ke Dokter?