ATLET adalah orang yang punya kemampuan fisik tinggi dan bertanding untuk mencapai kemenangan. Dan untuk mencapai prestasi yang tinggi, ia tak punya pilihan selain mempersiapkan diri dengan baik. Itulah persiapan yang meliputi mental dan fisik si atlet. Dari segi fisik, ia harus punya kondisi fisik yang kuat sekali, bergantung pada cabang olahraga yang digelutinya. Seorang atlet harus punya komponen kesegaran jasmani sebagai berikut: kemampuan aerobik, kemampuan anaerobik, kekuatan otot, keterampilan, keseimbangan, ketepatan, kecepatan, dan komposisi tubuh.
Semua faktor itu baru dapat dikatakan maksimal bila program latihan yang dilakukannya baik. Artinya, perkembangan tahapannya baik, beban latihannya cukup, gizinya cukup, dan begitu pula waktu yang tersedia.
Dosis latihan harus sesuai dengan kondisi fisik dan tahap latihan. Bila semuanya berlangsung lancar, prestasi akan dicapai dengan baik. Tapi ada atlet yang tidak sabar untuk mencapai prestasi yang diidamkan, sehingga ia pun mengambil jalan pintas. Biasanya yang dilakukan adalah memakan zat-zat yang dianggap dapat meningkatkan prestasi. Ia mengandalkan vitamin, suplemen obat-obatan, atau tindakan lain. Tujuannya tentu tak akan beringsut dari peningkatan kekuatan. Dan untuk itu ia makan anabolic steroid, suatu hormon pria yang akan membesarkan otot. Untuk kemampuan jantung, ia akan memakan zat-zat yang meningkatkan kemampuan transpor oksigen, seperti EPO. Untuk mengurangi stres akibat tekanan mental menghadapi pertandingan, ia makan kokain, yang sifatnya memberikan rasa senang (euforia).
Untuk meningkatkan kesiagaan, ia akan memakan amfetamin dan kokain. Kokain dan amfetamin akan menyebabkan adiksi, sehingga terjadi pemakaian berkelanjutan, sampai kemudian terjadi efek samping. Kedua zat ini erat kaitannya dengan dunia hiburan—bar atau tempat lain yang akrab dengan konsumsi obat-obatan sejenis. Di sini atlet akan mendapat suplai yang kontinu sehingga semakin hari ia semakin bergantung pada obat-obatan, dan ini akan mempengaruhi penampilan (performance)-nya.
Jadi, ada suatu persamaan antara dunia olahraga dan dunia hiburan dalam hal ini—padahal sebetulnya kedua dunia tersebut sangat lain dalam segi pekerjaan fisiknya. Keadaan itu mulai muncul beberapa tahun belakangan ini dan menjadi lebih marak karena sikap beberapa atlet berprestasi. Bila ia juara, ia juga boleh hidup seperti seorang artis. Pada atlet ini, konsumsi sabu-sabu dan ekstasi telah menjadi biasa dan bagian dari gaya hidup sekarang. Pemakaian bisa berlanjut sampai akhirnya tes doping mereka positif atau performance-nya menurun.
Di dunia atlet pada 1960-1970-an pemakaian zat doping ini sempat menjadi "mode". Yang populer waktu itu adalah amfetamin. Penggunaan anabolic steroid populer pada 1980-an. Sekarang, di samping anabolic steroid, ada hormon pertumbuhan dan EPO. Para peneliti juga melihat makin populernya obat-obatan golongan beta blocker, yaitu obat untuk memperlambat denyut jantung yang biasa dipakai oleh petembak dan pemanah. Pemakaiannya meluas ke olahraga panjat tebing dan juga ke musisi (katanya agar tidak terlalu berdebar-debar, jadi bisa main lebih baik).
Atlet akan selalu mencari obat atau vitamin atau apa saja yang dapat meningkatkan prestasi. Hal ini akan terus berlangsung sampai ia sadar bahwa kesehatannya terganggu lantaran pemakaian obat tersebut. Contoh atlet yang meninggal sudah banyak, termasuk dari cabang olahraga balap sepeda, binaraga, atletik, dan angkat besi. Cara menghindari doping atau pemakaian narkotik dan obat berbahaya (narkoba) ini ada beberapa macam.
Karena itu, penyuluhan tentang bahaya doping dan narkoba harus sering dilakukan, baik kepada atlet, pelatih, maupun pembina. Mereka harus disadarkan bahwa prestasi adalah suatu proses yang panjang, bukan langsung jadi. Lagi pula tidak ada obat yang meningkatkan performance. Yang ada hanya vitamin yang mempercepat pemulihan. Dan juga tidak ada obat yang mengurangi stres total. Cara mengatasi stres pertandingan adalah menguasai diri dan sering bertanding, bukan dengan obat-obatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini