MALAM minggu 3 Pebruari 1979 di Istora Senayan Jakarta. Hari
ke-6 turnamen tinju internasional Piala Presiden ke II, segera
akan dimulai. Penonton padat, udara menaik panas, suara-suara
berdengung rata. Azwar Hamid, penyiar TVRI, ada di sana. Ia
tampak tenang mempelajari seberkas daftar acara, sambil
sekali-sekali menengok ke jam tangannya.
Eddy Sihombing, tukang cuap di corong RRI, kali ini duduk di
deretan panitia, tekun menunggu untuk bertindak sebagai hakim.
Berseragam putih, tidak seperti rekan-rekannya dari RRI yang
sudah mengudarakan suaranya mengomentari suasana menjelang
pertandingan, Eddy kelihatan tidak banyak bicara.
Lampu Stadion masih seluruhnya menyala. Di satu pojok ring ada
Chuk Reskadarto, Sjamsul Muin dan seorang penyiar RRI lain, di
depan mikropon. Dari satu arah tiba-tiba penonton bergemuruh,
berteriak minta acara dimulai. Chuk dengan "headphone" sedang
'ngecap' pada para pendengarnya di seluruh nusantara, menengok
ke arah datangnya suara. Mulutnya terus komatkamit. "Saudara
pendengar, beberapa saat lagi acara akan dimulai. Kita dengar
para penonton tidak sabar lagi untuk menyaksikan 5 petinju kita
yang akan diturunkan malam ini . . . "
Ketika acara dimulai, Azwar Hamid bergegas mendekati pinggir
ring. Ia menelusurkan kabel di antara kaki penonton sementara
mikropon sudah siap di tangan kanannya. Sesudah merapikan
posisi, ia menatap ke arah kamera yang juga sudah start dari
pojok sana. Azwar pun mengawali siaran pandangan matanya. Saat
adu jotos berlangsung di atas ring, ia tidak selalu menetap di
satu tempat. Pindah sana pindah sini, bahkan adakalanya ada di
antara penonton bersama juru kamera yang menyandang
kamera-tenteng.
Kalau TVRI cukup mengirim Azwar, atau mungkin juga Joko, RRI
malam itu mengerahkan 5 penyiar. Rachman Hakim, yang datang
persis menjelang nomor pertama berlangsung tergesa-gesa
mengambil oper corong dari Sjamsul. Rachman langsung buka suara,
baru kemudian mata nengok catatan. Sjamsul membantu
menjelaskannya, dengan bisik-bisik -- sementara kedua petinju
sudah mulai beraksi.
Yang Bebas & Duduk
Berbeda dengan Azwar dari TVRI ang bebas bergerak mencari arah
pandang, para penyiar RRI hanya terpaku di satu sudut. Kalau
Azwar dengan suara yang nyaris dingin hanya mengucapkan:
"Straight kanan Yuri Proklrov .... Chris Rotinsulu .... Yuri
Chris, namun kita lihat apa yang terjadi. Chris terjatuh oleh
cross kanan Yuri tadi, dan . . . ," para penyiar RRI terdengar
hampir berteriak menerangkan bagaimana pukulan Yuri dari Uni
Soviet yang 'maut' itu mengakhiri perlawanan Chris. Disusul
kemudian oleh penjelasan bagaimana Chris yang semula hendak
melancarkan straigbt kanannya, tanpa sadar tangan kirinya turun
membuka rahangnya di mana cross kanan Yuri segera bersarang
keras. Chris langsung mencium kanvas dan pingsan.
Kelima penyiar RRI malam itu duduk berderet, berdesak menghadapi
satu meja Hanya satu yang cuap-cuap, yang empat diam
menyaksikan, untuk kemudian bergantian tiap nomor. "Mourad
mendesak terus, petinju Aljajair ini terus melancarkan pukulan
menerobos double-cover petinju Jepang yang sudah mulai berdarah
mulutnya itu. Mengambil posisi Mourad, sementara Shigekuzu
menghindar. Ya, saudara pendengar penonton mulai bersorak-sorak.
Mourad menguasai, . . . dan . . . terbuka pertahanan petinju
Jepang tadi langsung Mourad masuk dengan pukulan kerasnya . . .
dan apa yang terjadi . . . Shigekuzu jatuh tersandar di pojok
ring. Sementara wasit menghltung, empat . . . Iima . . . enam .
. . " Itu kerja para pelapor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini