Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Balita di tlogo

Desa tlogo (semarang), tercatat sebagai desa dengan kematian anak balita terkecil, para orang tua sudah sadar gizi. (ksh)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DESA Tlogo belum bisa dibilang makmur. Sebagian besar rumah penduduk masih terbuat dari papan. Tapi desa di Kecamatan Tuntang, Semarang, itu boleh dibanggakan. Sebab Tlogo yang berpenduduk hampir 1.500 jiwa itu tercatat sebagai desa dengan angka kematian anak balita (di hawah lima tahun) terkecil di Indonesia. tahun 1981, misalnya, dari 53 kelahiran di desa itu, yang mati hanya tiga orang. Jumlah anak balita yang mati tahun berikutnya (1982) juga tiga, dari 51 kelahiran. Jadi angka rata-rata kematian bayi (infant mortality rate) di situ adalah 60 per 1.000 kelahiran. Artinya jauh di bawah angka rata-rata kematian bayi secara nasional yang menurut dr. Haryono Suyono - Deputi KB BKKBN - tercatat 98 per 1.000. Sementara laporan Unicef menyebutkan 99 per 1.000. Angka 60 per 1.000 itu, kata Kepala Desa Tlogo, Nyonya Sudarmi, sebenarnya lebih kecil lagi. Sebab dari enam anak yang meninggal pada 1981-1982 itu, tiga orang di antaranya mati karena kccelakaan. Satu di antaranya kecebur sumur. Artinya, bukan karena penyakit atau kurang gizi. Jumlah kematian bayi di bawah angka rata-rata secara nasional di Tlogo itu, "karena kesadaran penduduk akan pentingnya gizi sangat menggembirakan," kata seorang pejabat Departemen Kesehatan. Para wanita di Desa Tlogo secara tetap berduyun-duyun membawa anak mereka menuju pos penimbangan, yang dibuka sebulan sekali. Suara tangis, teriakan dan tawa ceria anak-anak terdengar dari segala sudut pos penimbangan. Jumlah anak balita di Tlogo tercatat 196 orang. Para ibu tak keberatan menimbangkan anak, meski ditarik iuran Rp 100. Padahal di banyak desa lain, banyak wanita yang enggan meski diberi perangsang berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yaitu bubur atau susu. Dengan penimbangan bisa diketahui keadaan gizi anak secara umum. Anak berusia tiga tahun, misalnya, dianggap cukup gizi bila berat badannya mencapai 11,5 kilogram. Kalau kurang dari itu, "anak segera saya beri makanan tambahan," kata seorang wanita. Bahkan Sudilah, setelah melihat berat badan anaknya tak juga naik setelah tiga kali masa penimbangan, "langsung saya bawa ke Puskesmas, meski dia tidak sakit," kata ibu lima anak itu. Makanan ekstra yang diberikan kepada anak-anak di Desa Tlogo, tak susah dibeli. Telur, misalnya, cukup diambil dari kandang ayam mereka sendiri. Sayuran dipetik dari halaman rumah. Kandang ayam dan kebun sayur-mayur ala kadarnya memang nampak hampir di setiap halaman rumah penduduk. Mereka melakukan itu setelah digalakkan program UPGK (usaha perbaikan gizi keluarga) terpadu tahun 1981. Dokter Endang Merdekaningsih dari Puskesman Tuntang, menilai kematian bayi di Tlogo yang di bawah angka nasional antara lain karena gizi yang membaik. "Kalau gizinya baik, anak tumbuh sehat dan kebal terhadap penyakit," katanya. Namun begitu, ia agak meragukan angka kematian anak di desa itu. Barangkali angka kematiannya memang kecil, tapi, "administrasi desa umumnya belum berjalan baik. Bisa jadi ada kematian yang tidak dilaporkan," katanya. Dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, angka rata-rata kematian bayi di Indonesia memang masih tergolong tinggi. Di Thailand dan Filipina tercatat 59 per 1.000 kelahiran. Di Malaysia lebih kecil, 33 per 1.000. Dan di Singapura, menurut data Unicef, lebih kecil lagi, yaitu 13 per 1.000. Di negara maju, kata Dokter Haryono, angkanya sekitar 3 per seribu. Dengan membaiknya kesadaran akan gizi, pelayanan kesehatan yang memadai dan beberapa faktor penunjang lainnya, kata Dokter Haryono, "kita berharap target infant mortality rate tahun 2000 sebesar 30-35 per seribu bisa tercapai." Berdasarkan penelitian, Unicef hampir bisa memastikan bahwa penurunan angka kematian bayi akan menurunkan angka kelahiran secara lebih tajam. "Bila orang tua yakin anaknya bakal hidup terus, mereka cenderung memiliki keluarga kecil," begitu laporan Direktur Eksekutif Unicef James Grant. Karena itu agaknya yang terjadi di Tlogo, desa yang tahun lalu menjadi juara III Lomba Desa tingkat Provinsi Jawa Tengah, patut disambut gembira.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus