CHRISTIAN tak lagi harus dikurung dalam inkubator (ruang kaca). Bayi berumur 6 minggu itu, Sabtu pekan lalu, sudah aktif menggerak-gerakkan tangan dan kakinya. Mampu menghabiskan susu sebanyak 40 cc setiap dua jam, berat badannya mulai stabil, dan cenderung meningkat. Padahal, sebelum mengalami operasi jantung, bayi yang ketika lahir beratnya 2,1 kg (panjang tubuhnya 47 cm), itu berat badannya terus menurun. Christian barangkali bisa dicatat sebagai bayi terkecil pertama yang menjalani operasi jantung. Dengan berat hanya 1,90 kg, bayi laki-laki yang ketika menjalani operasi itu baru berumur 20 hari itu dapat sukses ditangani tim dari RS St. Vincentius A. Paulo (dulu RKZ), Surabaya, awal November lalu. Anak pertama pasangan Lanny, karyawan perusahaan farmasi, dan Hartono, seorang karyawan pabrik minyak goreng, lahir 14 Oktober pukul 20.40 di RS Darmo, Surabaya. Tak seperti anak lainnya, Chris tak menangis ketika lahir. Dokter Ny. Sylviati Damanik, ahli kesehatan anak RS Darmo, menduga ada kelainan pada organ dalam Chris. Napasnya sesak dan cepat, sehingga perlu dibantu oksigen. Dari foto ronsen dada (thorax photo) dan pemeriksaan elektrokardiografi tampak memang ada kelainan. "Jantungnya membesar dan berlubang," kata Dokter Sylviati. Tak menunggu lama, Christian dioper ke RKZ dan ditangani Dr. Paul Tahalele, ahli bedah jantung anak. Alumnus Universitas Nuerenberg Jerman Barat berusia 39 tahun ini akhirnya memastikan: Christian menderita kelainan jantung yang disebut patene ductus arteriosus (PDA). Ini tergolong penyakit jantung bawaan yang memerlukan pembedahan. Menurut Tahalele, kelainan pada Christian itu adalah pembuluh darah dalam jantung yang berfungsi ketika bayi masih berada dalam kandungan -- dan tak berfungsi setelah bayi lahir -- ternyata teta terbuka setelah bayi lahir. Gagalnya pembuluh ini menutup menyebabkan kacaunya aliran darah di pembuluh-pembuluh jantung. Ini berakibat aliran darah tak berimbang dengan berlebihnya beban di bilik dan serambi kiri jantung. "Akibat lebih lanjut terjadi pembengkakan paru-paru, sehingga Christian sukar bernapas," ujar Tahalele, yang pernah memperdalam bedah jantung anak di Universitas Osaka, Jepang. Menurut Tahalele, 25 persen kematian bayi disebabkan kelainan jantung, termasuk PDA ini. Maka, 2 November lalu operasi dilakukan. Tim operasi diketuai Dr. Puruhito, yang juga menjabat ketua tim teknis bedah jantung cardiac centre FK Unair dan RS Dr. Sutomo, Surabaya. Dr. Paul Tahalele bertindak sebagai asisten. Tim anestesi dipimpin dr. Tambang Wahyu Prayitno. Tim operasi menghadapi masalah pelik karena berat si bayi susut terus. "Kami menghadapi problem yang menyangkut anestesi, baik teknik pembedahan maupun problem jantung bayi secara keseluruhan," ujar Puruhito, 47 tahun, yang juga Ketua Bidang Profesi Pengurus Pusat Ikatan Ahli Bedah Indonesia (Ikabi). Problem anestesinya muncul karena saluran napas bayi sangat kecil. Sukar sekali memasukkan pipa untuk menyalurkan anestetikum -- bahan pembius -- ke dalam saluran kerongkongan bayi. "Untung, akhirnya berhasil juga," ujar Paul Tahalele. "Reaksi refleks sang bayi sangat lemah sehingga sulit mengukur reaksi pembiusan untuk menentukan dosis obatnya," ujar Puruhito menambahkan. Yang juga rumit, teknik pembedahannya. Bayangkan, bagaimana susahnya membedah bayi sekecil itu dengan umur kurang dari sebulan. Operasi jantung ini merupakan pembedahan tertutup, yang berarti, selama pembedahan, jantung dan organ lainnya tetap bekerja tanpa bantuan mesin. Bila dibandingkan dalam operasi jantung pintas koroner, yang lazim disebutkan operasi terbuka, fungsi organ-organ tubuh dialihkan ke mesin. Pada operasi Christian hal yang harus dihindari adalah terjadinya rekanalisasi, terbentuknya saluran-saluran pembuluh darah baru pada saat operasi. Terhadap Christian mula-mula dilakukan sayatan pada ruang antar-iga keempat, di bagian kiri punggung Christian. Selanjutnya, paru-paru "disisihkan" dan dilakukan pembukaan pembuluh-pembuluh jantung. Sesudah itu, baru pembuluh yang tak mau menutup di dalam jantung pun dijahit. Operasi berlangsung dari pukul 11.30 sampai 14.00. Setelah operasi sukses, Christian masih harus tinggal beberapa lama di ruang gawat darurat karena paru-parunya tidak mengembang dengan sempurna. Masa kritis akhirnya lewat setelah beberapa hari. Anak pertama dari ibu berusia 35 tahun itu boleh kembali ke ruang anak. Tapi pada tanggal 13 November Christian muntah-muntah. Setelah diperiksa, ternyata bayi yang masih merah itu menderita hernia inguinalis, berpindahnya posisi usus. Bayi "mini" yang malang itu kembali harus menjalani operasi. Dan dr. Amin Setjadibrata, ahli bedah RKZ, mengoperasi si mungil 17 November lalu. Untung, si bayi bisa bertahan. Berkat ketatnya pengawasan dokter, Christian menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Beratnya kini naik menjadi 1,95 kg dan mulai rakus menghabiskan susu. "Kami sempat dibuat pusing oleh anak yang satu ini," tutur dr. Netty R.H. Tejawinata, ahli hematologi dan onkologi anak RS Dr. Sutomo yang sekarang mengawasi Christian. Apakah ini bayi terkecil yang pernah ditangani Tahalele? "Saya pernah membedah kasus PDA pada bayi satu kilogram dan berhasil," katanya. Cuma, keberhasilan Paul dilakukan di Jerman Barat ketika ia menyelesaikan program studinya. Wahyu Muryadi dan Toriq Hadad (Biro Surabaya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini