Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Benarkah Kurangnya Aktivitas Fisik Menjadi Penyebab Obesitas?

Apa saja penyebab obesitas? Benarkah kurang aktivitas fisik menjadi salah satu sebabnya, dan seberapa berisiko pada anak?

19 Juli 2023 | 11.47 WIB

Ilustrasi anak obesitas/obesitas dan kesehatan. Shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi anak obesitas/obesitas dan kesehatan. Shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Obesitas disebabkan ketidakseimbangan energi yang ada, di mana terlalu banyak kalori yang masuk, namun terlalu sedikit kalori yang dibakar. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi banyak kalori atau berapa banyak energi yang dibakar orang setiap harinya. Tetapi faktor yang paling bervariasi dan paling mudah dimodifikasi adalah jumlah aktivitas fisik yang dilakukan orang setiap hari. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari Harvard.edu, tetap aktif melakukan aktivitas fisik dapat membantu orang mempertahankan berat badan yang sehat atau menurunkan berat badan. Hal ini juga dapat membantu menurunkan risiko penyakit jantung, diabetes, stroke, tekanan darah tinggi, osteoporosis, dan kanker tertentu, serta mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati. Sementara gaya hidup tidak aktif yang dilakukan terus menerus justru akan berdampak sebaliknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, dr Esti Widiastuti, MScPH mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat memicu obesitas adalah kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan data Riskesdas 2018, angka nasional obesitas mencapai sekitar 21,8 persen. Angka yang didapat ini didasarkan pada pengukuran massa tubuh. Melalui Riskesdas ini juga diketahui bahwa proporsi aktivitas fisik sangat rendah.

“Berbicara tentang obesitas itu berbicara bahwa apa yang masuk ke dalam tubuh dengan apa yang keluar. Tapi kalau apa yang masuk lebih banyak akhirnya menumpuk, dan penumpukan kalori yang masuk itu akan menjadi lemak sehingga jadilah overweight dan obesitas,” kata dr. Esti dalam konferensi pers yang dilakukan di gedung Kemenkes, Jakarta, pada 11 Juli 2023.

Selanjutnya, Esti juga menjelaskan bahwa banyak orang-orang mengira bahwa obesitas menjadi faktor risiko untuk terjadinya penyakit-penyakit tidak menular lainnya. Padahal, penyebab obesitas ada banyak faktor seperti, aktivitas fisik yang kurang sementara asupan kalori cukup tinggi. 

Dilansir dari Stanford.edu, dari hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti Stanford terhadap hasil survey kesehatan nasional dari tahun 1988 hingga 2010, mereka menemukan peningkatan besar pada obesitas dan ketidakaktifan fisik, tidak pada keseluruhan kalori yang dikonsumsi.

“Yang paling mengejutkan kami adalah betapa dramatisnya perubahan aktivitas fisik di waktu senggang,” ujar Uri Ladabaum, MD, profesor gastroenterologi dan penulis utama studi tersebut. 

“Meskipun kami tidak dapat menarik kesimpulan tentang sebab dan akibat dari penelitian kami, temuan kami mendukung gagasan bahwa olahraga dan aktivitas fisik merupakan faktor penentu penting dari tren obesitas,” ujarnya.

Dalam penelitian yang mereka lakukan tersebut, kemudian diketahui bahwa persentase wanita yang melaporkan tidak melakukan aktivitas fisik melonjak dari 19 persen menjadi 52 persen antara tahun 1988 dan 2010, sedangkan persentase pria yang tidak aktif melakukan aktivitas fisik naik dari 11 persen  menjadi 43 persen  selama periode yang sama. Angka ini bisa dikatakan sebagai kenaikan yang tinggi.

Selain itu, angka obesitas juga diketahui meningkat dari 25 persen menjadi 35 persen pada wanita dan dari 20 persen  menjadi 35 persen  pada pria. Anehnya, jumlah kalori yang dikonsumsi per-harinya tidak mengalami perubahan secara signifikan. 

Organisasi Kesehatan Dunia, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, serta berbagai otoritas lainnya merekomendasikan bahwa untuk mendapatkan kesehatan yang baik, orang dewasa harus melakukan aktivitas fisik sedang hingga berat yang setara dengan 2,5 jam per-minggu. Sementara itu, anak-anak harus mendapat lebih banyak, setidaknya satu jam per-hari. Bagaimanapun aktivitas fisik sangat diperlukan untuk membantu mempertahankan berat badan yang sehat dan untuk membantu menurunkan berat badan.

Obesitas pada Anak
Plt Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak dr Lovely Daisy, MKM dalam laman Kemkes.go.id menyebutkan bahwa obesitas pada anak punya risiko. Kasusnya bahkan 10 kali lipat meningkat selama 4 dekade dari tahun 1975 hingga 2016 usia 5 hingga 19 tahun.
''Obesitas dikaitkan dengan kurangnya aktivitas fisik. Kalau kita lihat data Riskesdas 2018 anak usia 10 sampai 14 tahun itu yang kurang aktivitas sebanyak 64 persen. Ini sebenarnya nyambung kalau kita ngukur tingkat kebugaran anak-anak sekolah itu sebagian besar tidak bugar, artinya memang ini risiko tinggi apalagi ditambah dengan pola konsumsi anak-anak kita yang kurang baik,'' kata dia.
Obesitas juga erat kaitannya dengan banyaknya anak-anak yang tidak sarapan sebelum sekolah. Masih berdasarkan Riskesdas 2018, sebanyak 65 persen anak-anak tidak sarapan, sehingga mereka memilih jajan makanan di sekolah tanpa pengawasan orang tua.
Strategi pencegahan obesitas pada anak dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan, yakni harus terjadwal, makan makanan pokok 3 kali sehari, dan makan makanan selingan dua kali sehari. Menurut Lovely, sebaiknya rutin melakukan aktivitas fisik dan orang tua harus menyediakan makanan dengan gizi seimbang dan membantu anak belajar lebih selektif dan sehat terhadap makanan yang dikonsumsi.

Pilihan Editor: Kenali Bahaya Minuman Berpemanis Bisa Sebabkan Obesitas hingga Penyakit Jantung

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus