Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bambang, dia ingin disapa demikian, masih kuat melayani pelanggan di toko elektroniknya pada usia 62 tahun saat ini. Sebagai pedagang, dia tak perlu pensiun pada umurnya sekarang. Selama masih sanggup, dia akan menjaga usahanya itu dari pagi sampai petang.
Bambang masih merasa sehat, meskipun mengakui juga kini tak kuat lagi berdiri lama-lama. Berpikir pun sudah terasa lebih lambat dibanding saat masih muda dulu. Dan, ini yang penting, kehidupan seksnya tak seintim sebelumnya. Gairahnya sedikit menurun.
Toh, Bambang menganggap hal itu lumrah belaka. "Maklum, sudah tua," katanya, Rabu dua pekan lalu. Tapi hati-hati, Pak. Masalah penurunan gairah ini bisa jadi sinyal menuju gejala osteoporosis. Dokter gigi Maria G. Ernawati Harman mengatakan salah satu penyebab osteoporosis pada laki-laki adalah berkurangnya hormon testosteron atau hormon seks pada pria. "Testosteron ini faktor utama," ujarnya.
Bu dokter yakin akan hal itu karena ia baru saja menuntaskan disertasinya mengenai kaitan tersebut di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Persisnya, Maria membahas ihwal kekeroposan tulang pada pria lanjut usia. Menurut dia, faktor yang paling mempengaruhi kekuatan tulang adalah hormon seks, yang pada pria disebut testosteron. Hormon ini tak hanya berperan bagi perkembangan penis dan produksi sperma, tapi juga memperkuat otot dan tulang.
Meskipun tak sama persis, gejalanya agak mirip dengan menopause pada perempuan. Bedanya, saat menopause, produksi estrogen pada indung telur wanita benar-benar setop. Sedangkan pada pria, produksi hormon testosteron hanya berkurang sedikit demi sedikit. Itu pun terjadi pada usia yang lebih tua. Perempuan mengalami menopause pada usia 45-50 tahun. Tapi pada laki-laki produksi testosteron baru menurun perlahan mulai usia 50 tahun. Inilah yang membuat kaum Adam tak menyadari osteoporosis. "Tahu-tahu, terkena benturan sedikit, tulang bisa patah," kata Maria.
Masalah osteoporosis ini belakangan disadari kian penting karena angka harapan hidup orang Indonesia meningkat. Saat ini angkanya adalah sekitar 67 tahun untuk laki-laki dan 71 tahun untuk perempuan. Proporsi mereka juga tergolong banyak, yakni lebih dari 7 persen total penduduk Indonesia. "Jumlah ini akan meningkat karena 10 tahun mendatang jumlah lansia bertambah," ujar Maria.
Problem inilah yang diangkat Maria dalam disertasinya. Untuk memudahkan pemeriksaan kekeroposan tulang pada pria lansia ini, dia membuat indeks untuk mengukur kemungkinan osteoporosis. Ukuran itu didapat setelah membandingkan kepadatan tulang rahang dengan faktor risiko yang menyebabkan osteoporosis, seperti penurunan produksi hormon testosteron, dan aktivitas sehari-hari.
Maria meneliti 176 pria berusia 60 tahun yang berdomisili di Kota Bekasi dan Depok. Dia meminta mereka mengisi kuisioner yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, penurunan kadar testosteron, dan mengukur kepadatan tulang rahang.
Tulang rahang ini dipilih karena sama seperti tulang di bagian tubuh lainnya, osteoporosis juga membuat tulang di bagian mulut tersebut rapuh. Biasanya pasien mengeluhkan gigi goyang tanpa sebab. "Giginya enggak berlubang, gusinya juga tak bermasalah, tapi giginya goyang," kata dokter spesialis bedah mulut di Rumah Sakit Umum Bekasi ini.
Kepadatan tulang rahang diukur dengan melihat hasil rontgen rahang. Sedangkan penurunan kadar testosteron dan aktivitas sehari-hari dihitung dengan kuesioner.
Pada penurunan kadar testosteron, dia memberikan sembilan pertanyaan. Yakni masalah penurunan berahi atau keinginan untuk berhubungan seksual, perasaan cepat lelah, penurunan kekuatan otot, tinggi badan berkurang. Lalu penurunan semangat atau kebahagiaan, suka merasa sedih atau suka marah-marah, penurunan kemampuan ereksi, merasa mengantuk setelah makan, dan penurunan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Hasilnya, mereka yang menjawab "ya" lebih dari delapan pertanyaan menderita penurunan kadar testosteron, risikonya 5,4 kali lebih besar dibandingkan yang menjawab kurang dari itu.
Maria juga mengukur asupan makanan, terutama kandungan protein dan kalsium, aktivitas fisik, konsumsi vitamin, serta pengalaman patah tulang. Dari hasil penelitiannya,dia menyarankan agar laki-laki lanjut usia tetap aktif agar kepadatan tulangnya tetap terjaga. Paling tidak dalam sehari mereka mesti berolahraga ringan seperti jalan-jalan santai sekitar satu jam. "Tapi jangan olahraga berat, nanti malah membebani tulang," katanya.
Makanan yang kaya protein dan kalsium juga perlu banyak dikonsumsi, seperti daging, ikan, dan udang. Tapi, jika khawatir kadar kolesterol meningkat, bisa mengkonsumsi tahu, tempe, susu, atau keju. Minimal satu gram per kilogram berat badan. "Jadi, misalnya berat badannya 60 kilogram, paling tidak makan 60 gram," ujarnya.
Promotor Maria, Lindawati Kusdhany, mengatakan penelitian ini merupakan hal yang baru. Belum pernah ada yang mengukur indeks prediksi penurunan kepadatan tulang rahang pada lansia laki-laki dan penurunan kadar testosteron.
Indeks ini bisa digunakan untuk memprediksi kepadatan tulang dan penurunan kadar testosteron pria. Terutama di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang tak memiliki fasilitas pemeriksaan kepadatan tulang dan pemeriksaan kadar testosteron. Pemeriksaan densitas tulang dan kadar testosteron memang mahal dan hanya ada di kota-kota besar di Indonesia. "Maka indeks ini tepat digunakan untuk masyarakat Indonesia yang sebagian besar hidup di pedesaaan, dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah," kata guru besar di Fakultas Kedokteran Gigi UI ini.
Maria, kata Linda, juga sudah membuat peranti lunak pengukuran tersebut dan sedang disosialisasikan. Sehingga bisa digunakan di tempat layanan kesehatan yang menyediakan komputer. Namun indeks ini hanya berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring, sehingga diagnosis pasti perlu pemeriksaan kepadatan tulang rahang dan kadar total testosteron darah.
Nur Alfiyah
Tentang Sekian Risiko
Fakta Osteoporosis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo