Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap peringatan Tahun baru Islam tiba, ada satu kuliner yang hadir di kalangan masyarakat Jawa, seperti halnya ketupat yang hadir setiap Lebaran. Kuliner itu adalah bubur Suro yang biasanya disantap menjelang pergantian 1 Muharram pada petang hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut indonesia.go.id, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh. Konon, tradisi menyantap bubur Suro pada tahun baru Islam menurut kalender Jawa itu sudah dilakukan sejak zaman Sultan Agung bertahta di Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bubur Suro memiliki cita rasa gurih dan sedikit pedas. Adapun bahan untuk membuat buburnya, yaitu beras, santan, garam, jahe dan sereh. Untuk lauk, ada berbagai pilihan yang bisa disajikan seperti opor ayam, sambal goreng labu siam dengan kuah yang encer dan pedas.
Tak hanya itu, bubur Suro memiliki banyak sekali lauk pelengkap. Ada tujuh jenis kacang yang digunakan seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang merah dan lainnya. Selain itu, ada pula timun dan beberapa lembar daun kemangi.
Menurut Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, sebagai uba rampe, bubur Suro tak lengkap rasanya jika tidak disajikan bersama sirih lengkap, kembar mayang dan buah-buahan. Sirih lengkap ini bisa diletakkan dalam bokor kuningan atau tembaga.
Kemudian untuk kembar mayang, disajikan dengan dua vas yang berisi tujuh kuntum mawar merah, tujuh mawar putih, tujuh rangkaian melati dan tujuh lembar daun pandan di masing-masing vas.
Bubur Suro masih bisa dijumpai di beberapa wilayah Jawa Timur, seperti Madura dan sebagian wilayah Jawa Tengah seperti Yogyakarta, Solo hingga Semarang. Selain disantap bersama keluarga, bubur Suro merupakan salah satu kuliner yang sering dibagikan secara massal di masjid-masjid sebagai sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
LAURENSIA FAYOLA