Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pneumonia termasuk penyakit yang bisa dicegah dan diobati. Meningkatkan upaya pencegahan dapat mencegah hampir 9 juta kematian anak akibat pneumonia dan penyakit utama lain pada 2030. Mencegah pneumonia pada anak dapat dilakukan melalui pemberian nutrisi yang cukup untuk meningkatkan pertahanan alami dan dimulai dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan, melakukan imunisasi lengkap, memberikan nutrisi yang baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Upaya pencegahan lain yakni mengatasi faktor lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan (dengan menyediakan kompor dalam ruangan bersih yang terjangkau, misalnya), mendorong kebersihan yang baik di rumah yang ramai, juga mengurangi jumlah anak yang sakit pneumonia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Spesialis anak di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Nina Dwi Putri, memandang pentingnya imunisasi dalam upaya mencegah pneumonia. Dia menjelaskan pada prinsipnya imunisasi dapat melindungi tubuh dari risiko terkena infeksi berat, dilakukan dengan cara diberikan atau diinfeksikan dengan kuman yang telah dimatikan atau dilemahkan.
Dengan diberikan imunisasi, seakan-akan tubuh mengalami infeksi dan belajar menghadapi infeksi, sehingga lebih siap bila terpapar kuman yang sesungguhnya. Nina menekankan imunisasi termasuk hak setiap anak yang dibutuhkan dalam hidupnya.
“Vaksinasi memiliki manfaat meningkatkan sistem kekebalan tubuh pada anak-anak yang rentan tertular penyakit, mencegah anak tertular penyakit tertentu, dan meningkatkan kualitas hidup anak,” tutur Nina.
Vaksin pneumonia dapat diberikan kepada bayi, anak-anak, orang dewasa, dan lansia. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), vaksin ini memiliki tingkat efektivitas hingga 96 persen dalam hal melindungi anak-anak dari pneumonia. Berbicara efek samping, umumnya anak menjadi rewel, kelelahan, nafsu makan menurun, ada kemerahan, bengkak, atau nyeri di daerah tempat penyuntikan, demam, menggigil, dan nyeri kepala.
Namun, menurut Nina hal tersebut lebih baik dibandingkan anak tidak divaksin yang bisa membuat mudah terpapar penyakit menular, mengalami penurunan kualitas dan harapan hidup, berisiko menularkan penyakit ke orang terdekat, terkena penyakit yang timbul beserta komplikasinya sehingga dapat meningkatkan beban finansial.
Pada masa pandemi COVID-19, vaksinasi rutin pada anak bisa tetap dilakukan sesuai jadwal. Namun, apabila terlambat maka dapat mengikuti program Kegiatan Imunisasi Kejar, yaitu kegiatan memberikan imunisasi kepada bayi dan balita yang belum menerima dosis vaksin sesuai usia yang ditentukan pada jadwal imunisasi nasional.
Pentingnya vaksinasi, terutama di masa pandemi ini, karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak yang rentan terpapar agen-agen penyebab infeksi selama pandemi COVID-19. Vaksinasi juga mengurangi risiko kasus infeksi bersamaan antara virus corona dengan patogen lain seperti bakteri, virus, jamur.
"Saat ini sudah bermunculan kasus-kasus infeksi bersamaan dan ternyata koinfeksi pneumokokus ini sering muncul bersamaan dengan COVID-19 selain dengan virus influenza dan Mycoplasma," tutur Nina.
Agar anak tak takut atau merasa tidak nyaman saat divaksin, ada sejumlah cara yang bisa diterapkan, antara lain memberikan cairan manis, ASI untuk anak yang masih menyusui, hingga menenangkan anak dengan membawa mainan atau mengalihkan perhatian dengan hal lain.