Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dari Serambi Mekah Bedah Jantung

Rumah sakit (bedah jantung) methodist di houston, dikelola oleh ahli jantung dr. de bakey (dikunjungi presiden soeharto dalam lawatannya di AS). dr. de baakey akan berkunjung lagi ke Indonesia. (ksh)

23 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

METHODIST Hospital di Houston, yang disinggahi Presiden Soeharto pekan lalu merupakan sebagihr dari Texas Medical Center di kota berpenduduk 2 juta itu. Rumah sakit ini memang cukup terkenal di Indonesia karena banyak tokoh yang pernah berobat pada kampiun bedah jantung memintas (coronary bypass surgery), Prof. Michael Ellis DeBakey, yang praktek di situ. Memiliki 4 gedung bertingkat, rumah sakit itu mempunyai 50 kamar bedah dengan daya tampung 1.300 tempat tidur. Sepuluh dari kamar bedah iu dikhususkan untuk bedah jantung yang bekerja mulai pukul 7.30 pagi sampai pukul 3 sore--bahkan terkadang sampai tengah malam. Rata-rata 25 pasien masuk ke kamar bedah jantung saban hari. Selama tahun 1981 dari 5.000 pasien penyakit jantung, hampir 3.000 orang yang harus menjalani bedah bypass di rumah sakit yang berdiri tahun 151 itu. Sekalipun popularitasnya melambung sebagai tempat bedah jantung, Methodist Hospital juga memiliki bagian lain seperti bedah saraf dan bagian penyakit dalam. Berseberangan dari rumah sakit itu berdiri pula rumah sakit St. Luke's Episcopal dengan tokoh bedah jantung yang tak kalah hebat Denton A. Cooley. (lihat: Dua Ego Besar di Houston). Rumah sakit ini berdiri tahun 1954 dengan kapasitas 1.000 tempat tidur. Tak jauh dari kedua rumah sakit yang saling bersaing itu, berdiri gedung megah bertingkat 29 yang bernama Texas Heart Institute. Gedung itu baru diresmikan tahun 1972, dan dibuat berdasarkan rancangan Cooley untuk pelayanan kesehatan jantung yang lengkap. Tak bisa dipastikan rumah sakit jantung mana yang paling "jago". "Tetapi yang pasti ke-27 lembaga kesehatan yang tergabung ke Texas Medical Center memiliki peralatan dan perlengkapan mutakhir," demikian laporan wartawan TEMPO, Yusril Jalinus yang datang ke sana beberapa hari sebelum kunjungan Presiden Soeharto. Texas Medical Center didirikan dengan maksud menyatukan di satu lokasi seluruh lembaga kesehatan untuk aktifitas nonprofit di bidang pendidikan kesehatan, riset dan pelayanan pasien dengan kualitas yang tinggi. Untuk keuntungan bersama, pusat kesehatan itumembentuk divisi yang mengoperasikan mobil angkutan penumpang sampai pun divisi parkir. Di Amerika Serikat sendiri pelayanan bedah jantung memintas sudah menyebar di puluhan rumah sakit. Keahlian yang dikembangkan mula-mula oleh DeBakey dan Cooley sejak tahun 1960-an itu, sudah menjai keahlian banyak dokter. Tetapi buai pasien dari luar Amerika, Houston memang lebih menguntungka. Karena biaya hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah sakit yang terletak di bagian pantai barat negara itu yang biaya hidupnya lebih tinggi. Kalau di Houston tarifnya sekitar US$ 10.000, di pantai barat bisa dua kali lipat. Kunjungan Presiden Soeharto ke pusat kesehatan di Houston itu yang disambut DeBakey sendiri, kelihatannya akan tambah mengangkat nama rumah sakit jantung itu. Nama Houston sebagai pusat bedah jantung mulai menanjak di Indonesia karena beberapa pejabat Indonesia yang berhasil ditolong di situ. Seperti Menteri Penerangan Ali Moertopo beberapa waktu yang lalu. Kemudian Maret 1981 DeBakey menjadi pusat pemberitaan yang santer di Indonesia, ketika dokter yang berusia 74 tahun itu datang bersama timnya. DeBakey tambah menarik karena istrinya yang cantik, bekas bintang film Katrin Fehlhaber, 41 tahun, juga turut serta. Kedatangan DeBakey ketika itu atas undangan Yayasan Jantung Dewi Sartika. Untuk tim dari Houston tersebut yayasan yang dipimpin Nyonya Bustanil Arifin itu, menurut kabar mengeluarkan biaya Rp 150 juta. Tujuan utama kedatangan DeBakey ketika itu untuk melihat kemungkinan melakukan operasi terhadap 120 orang anak miskin yang menderita kelainan jantung bawaan (yang membuat penderita kekurangan oksigen). Ketika itu DeBakey hanya sempat mengoperasi 19 pasien yang kebanyakan anak-anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat. Empat di antaranya meninggal tak tertolong. "Karena penyakitnya udah begitu lanjut," kata DeBakey ketika itu. Tahun depan ahli bedah jantung keturunan Libanon itu akan datang lagi ke Indonesia. "Tujuannya ke sini bukan hanya untuk membedah dan mengajarkan keahliannya kepada dokter kita, tetapi juga untuk merintis pembangunan rumah sakit bedah jantung di Indonesia. Jadi dia datang bukan untuk bisnis, tapi kemanusiaan," kata dr. Dede Kusmana dari Bagian Jantung Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Menurut sebuah sumber, kedatangan DeBakey dan biaya operasi yang akan dilaksanakannya akan menelan biaya sekitar Rp 1,5 milyar. Departemen Kesehatan sendiri kabarnya menyediakan dana Rp 2 juta untuk tiap pasien tak mampu yang akan dapat tuah ditangani DeBakey. Tour bedah jantung yang dilakukan DeBakey tempohari besar pengaruhnya. Sehingga pusat perhatian orang Indonesia tertuju ke Houston. Sekitar setengah tahun sekembalinya dia ke AS, sekurangnya ada 13 orang Indonesia yang jadi pasien DeBakey. Antara lain Barli Halim, duta besar di Prancis dan Menteri Muda Urusan Pangan, Achmad Affandi. Buat penderita jantung, Houston ibarat Mekah. Pelayanannya lancar dan pasien diperlakukan dengan layak. "Tanggal 2 Oktober 1981 saya tiba di Houston dan sehari sesudahnya langsung masuk rumah sakit," cerita dr. Alfian, 42 tahun, Direktur Lembaga Riset Kebudayaan Nasional LIPI. Yapg berkesan pada Alfian, hasil pemeriksaan dari Jakarta tetap dipakai di Houston. Tak ada pengulangan.Enam hari setelah diistirahatkan, dia langsung dibawa ke ruangan bedah. Sepenggal pembuluh darahnya yang ada di kaki kanan diambil, kemudian dipindahkan ke pembuluh darah jantung yang tersumbat. Darah dibikin mengalir ke pembuluh yang berasal dari kaki tadi dan memintasi daerah yang tersumbat yang membuat pasien menderita. Operasinya berjalan 4 jam. Sedangkan Alfian tak sadarkan diri selama 8 jam. Doktor dalam ilmu politik itu terkagum-kagum pada pelayanan juru rawat yang melayaninya setelah operasi. "Peralatan bisa dibeli. Dokter bisa didatangkan. Tapi tanpa perawat yang mengerti dan bertanggung jawab kepada pasien, pengobatan bisa tak berhasil," katanya. "Serak saya keluar dari rumah sakit, saya merasa bebas dari sakit. Hari-hari pertama seteiah operasi, bekas bedah masih terasa sakit memang," cerita Hatid Prawira Adiningrat, penerbang yang bekerja di PT Caltex Pacifik Indonesia. Pertengahan Agustus 1981 dia kena serangan jantung. Dirawat di RS Cipto Mangunkusumo. Dia berangkat ke Houston sekitar sebulan kemudian. Hafid dioperasi oleh Cooley. Buat kalangan dokter ahli jantung, Houston sebenarnya bukan satu-satunya tumpuan. Di luar kelompok dokter yang banyak bekerjasama dengan Yayasan Jantung Dewi Sartika, dokter-dokter Indonesia ada juga yang berhubungan dengan dokter dari Selandia Baru dan Belanda. Mereka juga melakukan operasi di sini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus