Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Para pakar meminta perempuan memahami batas buram antara depresi, kecemasan, dan gejala perimenopause karena periode ini sering memicu masalah kesehatan mental yang parah. Perubahan hormon bisa menyebabkan emosi naik turun di masa perimenopause dan perubahan suasana hati kerap tak dianggap serius, membuat wanita merasa bingung dan terisolasi akibat perubahan karakternya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah ini masalah hormon atau kondisi lebih kronis seperti depresi? Pakar sering meminta pertanyaan umum ini dibahas lebih terbuka sehingga para wanita bisa mendapat perawatan yang tepat. Spesialis kandungan dan kebidanan Dr. Sharon Malone menyarankan perempuan mempertimbangkan dulu riwayat kesehatan mental ketika mencari klarifikasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika punya riwayat depresi, depresi pascamelahirkan, sindrom pramenstruasi yang parah, Anda juga berisiko mengalami depresi di masa perubahan hormon saat perimenopause," jelasnya, dikutip dari Hello!.
Tapi buat sebagian wanita, munculnya depresi atau kecemasan selama perimenopause bisa saja hal baru. Malone menegaskan di masa perubahan hormon inilah gejala biasanya muncul dan sangat perlu diperhatikan.
"Jika berada di masa perimenopause dan mengalami suasana hati yang buruk, pertanyaan pertama haruslah ini disebabkan hormon. Kita tak bisa menyangkal kalau hormon itu mempengaruhi otak," tambahnya.
Perawatan yang tidak tepat
Yang menarik, riset dan penelitian klinis menunjukkan masalah kesehatan mental ini cenderung lebih mengganggu di masa perimenopause dibanding setelah menopause.
"Depresi dan kecemasan cenderung lebih parah saat perimenopause dibanding setelahnya. Bila mengalami gejala-gejala tersebut, kecuali ada penyebab lebih pasti dalam hidup Anda, maka hal itu harus diperhatikan," papar sahabat mantan Ibu Negara Amerika Serikat, Michelle Obama, itu.
Sayangnya, banyak perempuan yang salah didiagnosa dan mendapat perawatan yang tak sesuai. Malone mengatakan obat antidepresan bisa menjadi pereda sementara tapi tak bisa menggali akar penyebab gejala.
"Banyak wanita datang dengan keluhan ini dan berujung pada perawatan untuk depresi dengan antidepresan yang bisa sedikit membantu tapi tak akan menolong masalah-masalah lain yang muncul kemudian. Solusi terbaik adalah terapi penggantian hormon," sarannya.
Karena itulah Malone mendedikasikan kariernya untuk mengedukasi perempuan mengenai perimenopause dan berusaha memperbaiki akses untuk perawatan yang efektif.
Pilihan Editor: Selalu Cemas di Malam Hari, Apa Itu Sunset Anxiety?