PENYAKIT diabetes melitus atau kencing manis kini agresif merambah kaum muda. Di Amerika Serikat, misalnya, kasus diabetes tipe-2 pada pasien berusia 30-an tahun melejit tiga kali lipat selama tiga dasawarsa terakhir. Diabetes tipe-2 terjadi bila hormon insulin yang dihasilkan pankreas tidak bisa dipergunakan secara efisien oleh sel-sel tubuh. Padahal, insulin itulah yang membuat sel tubuh bisa menyerap gula darah. Dibandingkan dengan diabetes tipe-1—yang disebabkan oleh kerusakan pankreas hingga tak mampu memproduksi cukup insulin—jumlah penderita diabetes tipe-2 lebih banyak. Dari semua kasus diabetes, 90 persen di antaranya adalah diabetes tipe-2. Dan kini, kasusnya makin banyak ditemukan pada pasien muda. Peningkatan yang mencolok terjadi pada rentang 1990-1998, ketika kasus diabetes pada pasien 30-39 tahun melonjak 70 persen.
Adalah Helena Rodbard, Ketua Asosiasi Ahli Endokrinologi Amerika (AACE), yang menggarisbawahi tren diabetes pada kaum muda. Salah satu pemicunya, menurut Rodbard, adalah maraknya gaya hidup sedentary, yang lebih banyak bersandar di kursi dan kurang berolahraga. Pola makan yang kaya lemak juga turut mengubah irama metabolisme sehingga tubuh tak lagi optimal mengolah gula. Walhasil, tercetuslah diabetes, yang tanpa penanganan tepat bakal mengundang komplikasi fatal seperti gagal ginjal, penyakit jantung, dan stroke.
Guna mencegah komplikasi, Rodbard menganjurkan agar uji gula darah untuk mendeteksi diabetes dilakukan lebih dini. Rodbard juga menyerukan agar Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) merevisi pedoman uji diabetes yang selama ini direkomendasikan untuk usia 45 tahun. Anjuran ini perlu juga diperhatikan orang Indonesia. Ingat, kelompok etnis Hispanik dan Asia—termasuk Indonesia—berisiko terkena diabetes 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini