Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Dokter Jantung Ajarkan Cara CPR Bagi yang Awam, Lakukan Ketimbang Fatal

Risiko menunda CPR atau pijat jantung adalah mengurangi kemungkinan selamat sampai 10 persen setiap menit.

13 Juni 2021 | 20.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Insiden kolapsnya pemain tim nasional Denmark, Christian Eriksen saat bertanding melawan kesebelasan Finlandia dalam Piala Eropa 2020 pada Ahad, 13 Juni 2021, menjadi pelajaran bagi banyak orang tentang pentingnya pengetahuan penanganan darurat. Tim dokter timnas Denmark menyatakan jantung Eriksen sempat berhenti berdenyut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adalah kapten timnas Denmark, Simon Kjaer yang pertama kali mengecek kondisi Christian Eriksen saat tiba-tiba terjatuh setelah menerima umpan bola dari rekannya di menit ke-43. Langkah pertama Simon Kjaer adalah mengecek kesadaran pemain 29 tahun itu dengan dengan cara memanggil nama dan menepuk tubuhnya. Tiada reaksi. Simon Kjaer langsung mengecek denyut jantung, napas, dan lidah Eriksen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Simon Kjaer memastikan lidah Christian Eriksen tidak menutupi jalan napas. Setelah itu, dia melakukan resusitasi jantung paru atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). Pertolongan pertama ini begitu menentukan sekaligus mendebarkan. Simon Kjaer telah melakukan langkah demi langkah yang tepat untuk menyelamatkan Eriksen.

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia atau PERKI, Vito A. Damay mengatakan, tindakan CPR perlu dilakukan saat menghadapi seseorang yang hilang kesadaran disertai gejala henti jantung atau cardiac arrest, seperti sesak napas tanpa alasan jelas. "Jika menghadapi situasi ini,segera tolong supaya peluang selamat lebih besar," kata Vito seperti dikutip dari Antara.

Upaya CPR atau pijat jantung segera setelah seseorang tak sadarkan diri disertai denyut jantung tak menentu atau tak terdeteksi, atau sesak napas, mampu membuka potensi keselamatan sebesar 17 sampai 44 persen. Jika tidak segera atau menunda pijat jantung, maka akan mengurangi kemungkinan orang dengan henti jantung atau serangan jantung bisa selamat sampai 10 persen setiap menitnya.

Sebagian orang awam mungkin ragu melakukan CPR karena takut salah. Mereka khawatir bakal memperburuk keadaan, apalagi jika tindakannya justru membahayakan orang yang sakit. Tapi ketakutan inilah yang dapat mengakibatkan peluang hidup pasien berkurang. Jangan menunggu sampai orang yang tak sadarkan diri batuk atau kesulitan bernapas, misalnya gasping atau mengap-mengap.

Sebab itu, penting untuk mengetahui cara melakukan CPR yang tepat. Berikut metode CPR atau pijat jantung:

  • Posisi orang yang sakit
    Letakkan orang yang sakit di permukaan yang rata dan keras.

  • Perhatian dan tindakan pertolongan pertama
    Ekspos bagian dada dan tekan di tengah dengan ujung telapak tangan. Kaitkan satu tangan di atas tangan lainnya, lalu lakukan pijat (tekan) dengan cepat dan keras. Durasinya 100 kali per menit.

  • Atur kekuatan tekanan
    Gunakan kekuatan dari bahu dan berat badan orang yang melakukan CPR. Jangan mendorong berdasarkan kekuatan dari siku lengan.

  • Posisi penolong
    Ketika memijat, posisi siku tegak lurus, badan dan pundak yang bergerak turun. Lakukanlah pertolongan sembari tenaga medis datang.

"Pijat jantung dilakukan untuk menyelamatkan seseorang. Apabila Anda tidak terlatih sekalipun, lakukan karena ini lebih baik daripada tidak sama sekali," ucap Vito. CPR atau pijat jantung juga menghindari orang lain berisiko tertular penyakit dari pernapasan mulut ke mulut (apabila melakukan CPR dari mulut ke mulut).

CPR atau pijat jantung ini bertujuan mengembalikan kemampuan bernapas dan sirkulasi darah akibat serangan jantung atau henti jantung. Dua kondisi ini berbeda. Henti jantung adalah kondisi saat jantung berhenti memompa darah, nutrisi, dan oksigen ke seluruh tubuh.

Adapun serangan jantung adalah keadaan sumbatan di dalam pembuluh darah koroner. "Orang yang mengalami serangan jantung mengalami henti jantung setelahnya," kata dia. "Namun, orang yang mengalami henti jantung belum tentu disebabkan serangan jantung." Dua kondisi ini sama-sama bisa berakibat fatal.

Baca juga:
Masih Umur 30 sampai 40 Tahun Tak Bakal Kena Penyakit Jantung, Itu Keliru Besar

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus