Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Donor Tanpa Mata Bolong

Ny. hutasoit, ketua kehormatan bank mata indonesia, mengungkapkan metode baru transplantasi kornea. kornea diambil tanpa mencabut biji mata dan disimpan dalam larutan pengawet yang tahan 5 minggu. (ksh)

9 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DONOR mata kini tak perlu takut. Juga pihak keluarga yang ditinggalkan tak perlu lagi khawatir, karena pengambilan kornea, yang selama ini harus mencabut seluruh bola mata, kini tak perlu lagi. Ny. Hutasoit menjelaskan ini ketika berlangsung Kongres ke-3 Perkumpulan Penyantun Tunanetra Indonesia yang dibuka Ny. Tien Soeharto di Istana Negara, pekan lalu. "Keluarga dari pihak donor sering menimbulkan problem," kata Ny. Hutasoit, ketua kehormatan Bank Mata Indonesia. Hambatan pihak keluarga itu, antara lain, karena kurang suka melihat biji mata anggota keluarga yang donor mata itu dicabut seluruhnya hingga rupa jenazah tentunya tidak keruan. Pencabutan total biji mata ini, menurut Ny. Hutasoit pekan lalu, kini tak perlu lagi dilakukan. Seorang donor mata tak perlu lagi mengkhawatirkan jenaahnya bermata bolong alias kosong. "Ada teknik baru yang berasal dari Negeri Belanda," kata Ny. Hutasoit. "Untuk mempelajari metode itu kami mengirim dua orang dokter selama empat bulan." Dengan adanya metode baru ini, Bank Mata Indonesia mengharapkan minat menjadi donor mata akan meningkat. Di samping itu, diharapkan pula hambatan dari pihak keluarga akan berkurang. Bayangkan ada sekitar 10.000 orang sebenarnya yang berniat menyumbangkan korneanya setelah meninggal. "Tapi yang benar-benar menyumbang baru 16 orang untuk seluruh Indonesia," ujar Ny. Hutasoit lagi. Teknik dalam transplantasi kornea sebenarnya tidak baru. Menurut Dr. Musfari Haroen, direktur medis RS Mata Aini, teknik transplantasi baik pada metode lama maupun baru sama saja. Menurut Haroen, pengambilan kornea dari donor tidak senantiasa dengan jalan mencabut seluruh biji mata. "Saya telah melakukannya beberapa kali," ujar Haroen. Namun, yang lebih sering memang biji mata donor diambil seluruhnya. Ini bukan untuk mencangkokkan seluruh biji mata -- hal yang tak mungkin -- tapi untuk menjaga keutuhan kornea. Dengan kata lain, kornea dibiarkan terselubung biji mata. Masalahnya karena kornea mudah sekali rusak. Di dalam biji mata saja, kornea hanya bisa bertahan enam jam. Bila lebih dari jangka waktu itu, kornea akan busuk dan tak bisa digunakan. Nah, yang disebutkan metode baru itu, menurut Haroen, adalah cara mengawetkan kornea di luar biji mata. Maka dengan metode baru itu, kornea diambii tanpa merusakkan biji mata, lalu dimasukkan ke dalam larutan pengawet. Ternyata, kornea bisa bertahan lebih dari enam jam. Tidak tanggung-tanggung, dengan cara pengawetan itu kornea bisa bertahan selama 5 minggu. Kunci keberhasilan teknologi ini, menurut dr. Sidarta Ilyas, tenaga ahli pada Bank Mata Pusat, adalah ditemukannya komposisi larutan pengawet. "Dalam media itu, kornea mata mampu melakukan metabolisme secara normal hingga tetap utuh dan tidak membusuk," ujar Ilyas. Media itu mirip dengan yang digunakan untuk koloni jaringan dalam bioteknologi. Jadi, mengandung glukosa sebagai bahan bakar metabolisme, juga vitamin-vitamin. Bedanya, media pengawet ini tidak mengandung hormon yang diperlukan untuk pertumbuhan jaringan. Kandungan komposisi media pengawet ini, menurut Ilyas, antara lain garam Earl -- Earl adalah nama penemunya -- juga beberapa jenis asam amino terutama dari jenis glutamin, serum yang dibuat dari anak sapi, dan larutan penjaga tingkat keasaman. Yang lain, komposisi ini mengandung pula antibiotik. "Agar tidak terjadi kontaminasi mikroba," ujar Ilyas. Seperti penisilin untuk membunuh bakteri, dan mystatin untuk mencegah penjamuran. Bila dibandingkan, penyimpanan kornea gaya lama memang harus dalam biji mata dan dibenamkan dalam es pada suhu 4 Celsius. "Ternyata, cara ini menghadapi beberapa risiko," kata Ilyas. Dalam benaman es itu dinding luar kornea (epitel) memang cukup aman, tapi dinding dalam (endotel) sering termakan, ikut membusuk bersama bagian-bagian dalam biji mata. Kerusakan endotel sudah cukup membuat kornea menjadi tidak berguna, terbuang, tak bisa dicangkokkan. Mungkinkah media pengawet itu dibuat di Indonesia? "Tidak terlalu sulit bagi kita untuk membuat sendiri," kata Ilyas, "resep media itu bukan rahasia lagi bagi dunia kedokteran, yang baru hanya komposisi garam Earlnya." Selain mengharapkan meningkatnya jumlah donor mata seperti yang diutarakan Ny. Hutasoit, Ilyas memperkirakan media pengawet baru ini bisa juga meningkatkan keberhasilan pencangkokan kornea. Harapan yang cerah bagi sekitar 160 ribu tunanetra akibat kerusakan kornea yang kini masih menunggu donor. Jis Laporan Putut T., Gatot T. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus