Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski sedang pulang kampung, Bernadeta Astari tidak bisa berleha-leha. Dara asal Jakarta yang bermukim di Belanda ini mengisi liburnya dengan latihan bernyanyi.
Seperti saat Tempo menyambangi rumahnya di Dahlia Loka, Graha Raya Bintaro, Tangerang, bulan lalu. Lagu demi lagu dari opera The Kamikaze Mind karya Nicole Murphy dari Australia mengalun merdu lewat suara soprannya. Jika tidak melihat dia bernyanyi, orang pasti mengira suara itu bersumber dari sound system. "Aku berlatih untuk pementasan di Singapura pada Agustus nanti," ujar Deta-panggilan Bernadeta.
Musik klasik menjadi bagian dari napasnya, terutama sejak tinggal di Belanda untuk berkuliah di Universitas Utrecht jurusan vokal klasik, delapan tahun lalu. Sembari kuliah, dia wara-wiri di berbagai kejuaraan tarik suara. Setahun di Belanda, Deta menyabet piala dalam konser Prinses Christina Concours, di Den Haag.
Momen yang paling dia kenang adalah kemenangan dalam kompetisi Dutch Classical Talent 2012, yang membawanya ke panggung di Royal Concertgebouw. Gedung konser yang berdiri di Amsterdam sejak 1888 itu dijuluki "Kuil Musik Klasik" oleh warga Belanda. "Aku adalah orang Indonesia pertama yang bernyanyi di sana," kata Deta.
Lulus dengan gelar S1 pada 2010, Deta mengambil program Master dalam bidang musik pada kampus yang sama dan lulus dua tahun kemudian. Deta, 26 tahun, memutuskan tetap di Belanda untuk mengejar karier di bidang tarik suara. "Pusatnya musik klasik kan di Eropa," tutur dia.
Keputusan tersebut tepat karena suaranya berulang kali bergema di berbagai gedung opera di Benua Biru, baik dalam bahasa Inggris, Jerman, maupun Italia. Terakhir, dara bertubuh mungil ini tampil di depan 53 pemimpin dunia dalam pertemuan puncak Konferensi Keamanan Nuklir di Den Haag, akhir Maret lalu.
Musik merupakan bagian dari hidup Deta. Dia mengenal musik pada usia 4 tahun saat mendengarkan paduan suara di gereja. Di rumah, alunan musik klasik dari Wolfgang Amadeus Mozart atau Johann Sebastian Bach menjadi pengantar tidurnya.
Pada usia yang sama, orang tuanya, Martinus Mamak Sutamat dan Caecilia Aryani, memasukkannya ke sanggar musik dan les piano. Dari sanggar itu, Martinus dan Caecilia melihat bakat anaknya: bernyanyi dalam alunan musik klasik. Deta akhirnya menjalani latihan vokal di Yayasan Musik Jakarta pada usia 8 tahun.
"Saat berusia 11 tahun, aku sudah tahu bahwa musik klasik itu jalan hidup aku," kata Deta. Saat guru sekolah dasarnya meminta para murid mengilustrasikan cita-cita mereka pada selembar kertas, Deta membuat poster konser musik di gedung opera Royal Albert Hall, London. Tulisannya: "Featuring: Bernadeta Astari".
"Aku percaya kepada hukum tarik-menarik," ujar Deta. Istilah tersebut dipopulerkan Rhonda Byrne lewat buku The Secret pada 2006, yang menyatakan ada sesuatu dalam diri kita yang mampu menarik benda atau hal yang kita dambakan sekaligus menolak semua yang tidak kita inginkan. Bahasa kerennya, the law of attraction. Dengan keinginan kuat tersebut, Deta yakin impiannya bernyanyi di Royal Albert Hall bakal terwujud.
Namun impian tersebut pernah surut. Deta sempat gamang memilih bidang vokal klasik sebagai sandaran hidup saat lulus dari sekolah menengah atas. Sebab, pada masa SMA, dia berkecimpung dalam band musik pop bersama teman-temannya. Kesibukan lainnya adalah menjadi anggota grup tari modern.
Kakaknya, Dion Janapria, gitaris jazz, memaksa Deta memilih jalan hidupnya, yang akhirnya jatuh pada musik klasik. Awalnya, dia melanjutkan, dia menekuni seriosa untuk menjadi pengajar olah vokal. "Ternyata, tampil di panggung jauh menarik ketimbang di kelas," ujarnya.
Daya tarik pentas semakin berlipat dengan datangnya tawaran bermain dalam opera, yang menggabungkan nyanyian dengan akting. "Aku enjoy sekali," kata penggemar penyanyi sopran Italia, Mirella Freni dan Lucia Popp asal Slovakia ini.
Saking enjoy-nya, dia kerap lupa daratan saat bernyanyi. Deta sempat mendapat teguran dari tetangganya di Utrecht karena berkoar-koar di apartemen. "Padahal aku sudah sebarin pamflet bahwa aku akan berlatih pada jam tertentu," kata dia. Ternyata tetangganya itu tidak mau tahu dan acap meneror dengan makian lewat interkom. "Aku jadi agak-agak trauma," ujarnya. "Mesti sampai bawa-bawa polisi segala, ha-ha-ha."
Gangguan tersebut, tentu saja, tidak membuat impiannya kendur. Dia ingin membuktikan bahwa Eropa membuka lebar-lebar pintu bagi penyanyi sopran muda Indonesia. "Banyak mahasiswa Indonesia dengan jurusan vokal klasik di Eropa," kata Deta. DIANING SARI
Bernadeta Maitri Astari
Lahir: Jakarta, 15 Januari 1988
Orangtua: Martinus Mamak Sutamat dan Caecilia Aryani
Pendidikan: Sarjana Vokal Klasik, Universitas Utrecht, Master of Music, Universitas Utrecht
Penghargaan: Dutch Classical Talent Competition, Amsterdam (2012), Zilveren Vork, Rotterdam (2010), Prinses Christina Concours, Den Haag (2007)
Penampilan :
Opera Le Nozze di Figaro, Amsterdam (April 2012)
Dutch Classical Talent, Amsterdam (Juni 2012)
Da Ponte Opera Hightlights, Amsterdam (Agustus 2012)
Radio Kamer Filharmonie, Amsterdam (November 2012)
Indonesian Concert 1, Surabaya (April 2013)
Franz Schubert Insitut, Wina, (Juli-Agustus 2013)
Concert Tour in Indonesia, Yogyakarta (November 2013)
Nuclear Security Summit, Den Haag (Maret 2014)
Kamermuziekserie, Derdemonde, Belgia (April 2014)
dan lain-lain
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo