Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejak dulu puasa Ramadan diyakini bermanfaat bagi kesehatan.
Riset menunjukkan dampak mengistirahatkan sistem pencernaan bagi pertumbuhan bakteri baik dalam usus.
Sebaliknya, jumlah bakteri patogen, parasit penyebab penyakit, berkurang berkat puasa.
Ramadan merupakan bulan yang dinanti-nanti oleh muslim di seluruh dunia. Selama Ramadan, umat Islam berpuasa, yaitu menahan diri dari makan, minum, dan hubungan seks sejak fajar hingga magrib.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain menjadi bagian dari praktik agama, puasa Ramadan memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, terutama bagi kesehatan saluran pencernaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa riset menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan penyerapan nutrisi. Hal ini terjadi karena, ketika kita berpuasa, perut menjadi kosong kemudian terisi makanan dan minuman selama waktu berbuka puasa dan sahur.
Kondisi ini mengaktifkan enzim-enzim pencernaan yang dapat memperbaiki fungsi pencernaan dan penyerapan nutrisi. Selain itu, puasa mempengaruhi ritme biologis tubuh yang dapat mempengaruhi metabolisme tubuh dan penyerapan nutrisi.
Puasa Ramadan dan Chrononutrition
Chrononutrition adalah ilmu yang mempelajari bagaimana waktu dan ritme biologis kita mempengaruhi penyerapan, pengolahan, serta pemanfaatan nutrisi oleh tubuh kita.
Ilmu ini mengakui bahwa tubuh manusia memiliki jam biologis internal yang mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk metabolisme dan pencernaan.
Karena itu, chrononutrition mempertimbangkan waktu konsumsi makanan dan jenis makanan yang dikonsumsi agar sesuai dengan ritme biologis tubuh kita. Dengan demikian, kita dapat memaksimalkan penyerapan nutrisi dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Namun penting untuk diingat bahwa puasa Ramadan dan intermittent fasting (pola diet tidak makan pada waktu tertentu, misalnya 12-16 jam sehari) tak sama.
Meski keduanya melibatkan periode waktu yang terbatas untuk makan, puasa Ramadan adalah praktik agama serta memiliki aspek spiritual dan sosial yang lebih dalam. Sedangkan intermittent fasting lebih berfokus pada manfaat kesehatan dan dapat dilakukan dalam berbagai cara.
Karena itu, walau ada beberapa kesamaan, hubungan antara puasa Ramadan dan chrononutrition perlu dianggap secara terpisah dengan intermittent fasting dan praktik diet lainnya.
Ilustrasi intermittent fasting. Shutterstock
Perbedaan Puasa Ramadan dan Intermittent Fasting
Puasa Ramadan dan intermittent fasting merupakan dua bentuk puasa yang populer saat ini. Meski keduanya melibatkan praktik tidak makan dalam jangka waktu tertentu, ada perbedaan penting di antara keduanya.
Puasa Ramadan adalah praktik religius yang dilakukan oleh muslim selama sebulan penuh setiap tahun, yaitu pada Ramadan. Selama bulan ini, umat Islam hanya mengkonsumsi makanan dan minuman pada malam hari.
Sementara itu, intermittent fasting merupakan metode diet yang melibatkan pembatasan waktu makan. Ada berbagai cara untuk melakukan intermittent fasting, tapi umumnya melibatkan periode waktu saat Anda dapat makan dan minum, kemudian periode waktu saat Anda tidak makan atau minum apa pun, kecuali air putih.
Perbedaan utama antara puasa Ramadan dan intermittent fasting adalah durasi serta tujuannya. Puasa Ramadan dilakukan selama sebulan penuh sebagai bentuk ibadah dan spiritualitas.
Sementara itu, intermittent fasting dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek. Misalnya, hanya beberapa hari dalam seminggu atau bahkan dalam pola harian.
Selain itu, tujuan puasa Ramadan dan intermittent fasting berbeda. Puasa Ramadan bertujuan membersihkan jiwa dan memperkuat hubungan dengan Tuhan.
Sedangkan intermittent fasting lebih sering dilakukan sebagai metode untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan kesehatan secara umum.
Ilustrasi saluran pencernaan. Shutterstock
Bakteri Usus Cerna Saat Puasa Ramadan
Bakteri di saluran pencernaan merupakan mikroorganisme penting yang membantu dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi, serta mempertahankan keseimbangan sistem kekebalan tubuh.
Puasa Ramadan telah terbukti dapat mengubah komposisi bakteri saluran cerna. Sebuah studi pada 2021 menguji 3.072 publikasi ilmiah dalam 31 model studi (20 studi pada hewan dan 11 studi pada manusia) yang berkaitan dengan perubahan mikrobiota usus selama puasa.
Studi tersebut melaporkan bahwa kelimpahan bakteri Lactobacillus dan Bifidobacterium—jenis bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan—dalam saluran cerna berubah secara signifikan selama puasa.
Kedua jenis bakteri ini dapat membantu memecah makanan dan menghasilkan senyawa-senyawa yang memiliki efek positif bagi kesehatan, seperti asam lemak rantai pendek.
Selain itu, puasa Ramadan dikaitkan dengan penurunan jumlah bakteri patogen di saluran cerna. Bakteri patogen adalah jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit dan gangguan pencernaan.
Dengan menurunkan jumlah bakteri patogen, puasa Ramadan dapat membantu mencegah infeksi dan gangguan pencernaan.
Para ilmuwan berpendapat bahwa perubahan dalam pola makan dan waktu makan selama Ramadan dapat menjadi faktor yang berperan.
Pola makan yang teratur selama waktu yang terbatas dapat membantu memperbaiki kondisi lingkungan di saluran cerna, seperti pH dan ketersediaan nutrisi. Hal ini menciptakan kondisi yang lebih baik bagi pertumbuhan bakteri yang bermanfaat.
Optimalisasi cadangan energi, penurunan sekresi hormon anabolik, serta peningkatan sekresi hormon katabolik, seperti adrenalin dan glukagon, adalah mekanisme yang mendasari efek menguntungkan puasa Ramadan terhadap metabolisme tubuh.
Jadi, puasa Ramadan dapat memberikan manfaat kesehatan yang signifikan, termasuk memperbaiki komposisi bakteri saluran cerna.
Dengan menurunkan jumlah bakteri patogen dan meningkatkan jumlah bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan, puasa Ramadan dapat membantu mencegah gangguan pencernaan serta meningkatkan kesehatan saluran cerna.
Selain menjadi praktik agama, puasa Ramadan dapat menjadi bagian dari pola hidup sehat yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan secara keseluruhan.
Secara umum, praktik puasa merupakan intervensi non-farmakologis (tanpa obat-obatan) yang menjanjikan untuk meningkatkan kesehatan.
---
Artikel ini ditulis oleh Iskandar Azmy Harahap, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Terbit pertama kali di The Conversation.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo