Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MARC Gasol seharusnya bebas beristirahat pada musim panas Juni lalu. Dia sudah membantu Toronto Raptors meraih gelar juara Liga Basket Amerika (NBA) perdananya. Kemenangan itu juga yang pertama bagi Marc dalam sebelas tahun kariernya di NBA. Pulang kampung ke Spanyol, pemain 34 tahun itu justru memenuhi panggilan tim nasional mengikuti latihan untuk Piala Dunia Basket yang digelar di Cina pada 31 Agustus-15 September lalu.
Marc menjalani musim kompetisi yang padat. Dilego Memphis Grizzlies, tim yang dibelanya sejak 2008, pada Februari lalu tak membuatnya patah semangat. Dia malah masuk tim inti dan sukses membawa Raptors, satu-satunya tim asal Kanada di NBA, menjadi yang terbaik.
Bersama Marc, Spanyol mengalahkan Argentina 95-75 di final Piala Dunia Basket. Pemain veteran itu bahkan membukukan 14 poin, 7 tangkapan bola pantul (rebound), 7 umpan menghasilkan angka (assist), dan 3 blok. Bisa mengangkat Piala Naismith sebagai juara dunia membuka kembali kenangan Marc saat menerima trofi Larry O’Brien sebagai pemenang NBA pada 14 Juni lalu. “Ini hal yang indah untuk diingat seumur hidup,” kata Marc seperti ditulis The Athletic.
Dalam karier basket Marc di panggung dunia, Piala Naismith itu adalah yang kedua baginya. Tim basket Spanyol merebut gelar juara dunia pertama mereka di Jepang 13 tahun lalu. Kakaknya, Pau Gasol, yang memimpin tim nasional Spanyol kala itu. Adapun dia berstatus pemain center cadangan.
Saat itu Marc sebenarnya nyaris tak ikut ke Jepang. Namanya masuk daftar tim nasional pada saat-saat terakhir menggantikan Fran Vázquez, yang mundur akibat cedera. Peran Marc terbukti nyata ketika dia berhasil menutup absennya Pau, yang dibekap cedera, dan membantu timnya mengalahkan Argentina di semifinal. Dalam laga final, Marc menjadi pelapis Jorge Garbajosa dan membantu Spanyol mengalahkan Yunani.
Marc dan Rudy Fernandez adalah pemain yang tersisa dari tim juara 2006. Namun me-reka masih diandalkan memimpin tim Spanyol, yang tak terkalahkan di Piala Dunia Basket 2019. Sebagai pemain tertua, Marc mengaku tak lagi memiliki fisik dan energi seperti dulu. “Tapi aku tahu kapan harus memberikan seluruh kemampuanku,” tuturnya.
Marc menjadi pemain kedua setelah Lamar Odom yang berhasil mendapatkan gelar juara NBA dan Piala Dunia Basket pada tahun yang sama. Odom memperoleh gelar ganda itu ketika bermain untuk Los Angeles Lakers dan tim nasional Amerika Serikat pada 2010. “Bagaimana rasanya menjadi juara NBA dan dunia sekaligus? Aku benar-benar beruntung,” katanya.
Marc beruntung memiliki rekan tim yang mampu membantu dan menutupi kekurangannya. Argentina adalah tim unggulan terkuat. Tim itu mengalahkan Prancis, yang sebelumnya menaklukkan Amerika Serikat. Di final, Hernangómez bersaudara, Juan dan Willy, bermain gemilang dengan sama-sama mencetak 11 poin. Adapun Sergio Llull membukukan 15 angka dan Ricky Rubio mengemas 20 poin.
Tim Spanyol saat ini tak sekuat pada 2008 dan 2012, kala mereka menjadi penantang terkuat Amerika Serikat di Olimpiade. Saat itu mereka ditaklukkan Amerika, yang diperkuat sejumlah pemain bintang, seperti Kobe Bryant, LeBron James, dan Carmelo Anthony. “Kami tak memiliki banyak pemain kuat dan berpengalaman, tapi semuanya ingin membantu tim,” ujar Marc.
Keberhasilan merebut gelar ganda mengukuhkan Marc sebagai salah satu pemain terbaik di NBA dan Spanyol. Dia kian menjauhkan diri dari bayang-bayang Pau, yang lebih dulu menjadi pemain bintang NBA. Pau punya dua cincin juara NBA bersama Los Angeles Lakers. Dia juga mengantongi dua gelar pemain terbaik Eropa.
Marc merintis karier basket profesionalnya di klub Barcelona, Spanyol. Pada 2001, keluarga Gasol hijrah dari ke Amerika Serikat ketika Pau direkrut Memphis Grizzlies. Marc bergabung dengan tim basket sekolah Lausanne Collegiate di Memphis. Dengan tinggi 2,08 meter, Marc sudah seperti raksasa pada usianya yang baru 16 tahun. Postur bongsor membantunya mendominasi di lapangan.
Pemain legendaris NBA, Dirk Nowitzki, mengingat Marc dari pertemuan pertama mereka pada pekan NBA All-Star pada 2002. Saat itu, Nowitzki keluar dari kamarnya dan berpapasan dengan anak muda yang tinggi-besar. Dia memperkirakan bobot anak muda itu lebih dari 150 kilogram. Dari kawan-kawannya, Nowitzki tahu bahwa pemuda tersebut adik Pau Gasol. “Aku tak menyangka dia bisa berkembang menjadi pemain bintang,” ucap pemain asal Jerman itu seperti ditulis Bleacher Reports.
Marc menjadi pemain andal dan solid dalam kompetisi sekolah. Selama dua tahun di Lausanne, Marc membukukan rata-rata 26 poin, 13 rebound, dan 6 blok per pertandingan. Meski demikian, dia tak berhasil mengikuti jejak kakaknya bermain di NBA. Marc pun pulang ke Spanyol dengan tekad mengubah kualitas permainannya.
Lima tahun bermain basket di Spanyol membentuk karakter Marc seperti yang dia tampilkan saat ini. Dia bahkan habis-habisan membentuk tubuhnya sebelum mengumumkan rencananya mengikuti pemilihan pemain (draft) NBA pada 2007. Dia berhasil menurunkan berat badannya hingga 50 kilogram. Saat itu Los Angeles Lakers memilihnya, tapi dia memilih bertahan di Spanyol.
Setahun kemudian, dia kembali ke Amerika dan bergabung dengan Memphis Grizzlies. Sebagai pemain baru alias rookie, Marc langsung melesat ke tim utama. Dia tampil di seluruh 82 pertandingan musim 2008-2009 dengan 75 di antaranya sebagai pemain utama atau starter. Dengan rata-rata 11 poin dan 7 rebound, Marc masuk daftar rookie terbaik. Sejak saat itu, Marc menjadi pemain andalan Grizzlies.
Berbeda dengan pemain besar lain, yang unggul dalam rebound dan area di dekat ring, Marc piawai melepaskan tembakan tiga angka dan umpan akurat. Kemampuan dan kecepatan melakukan blok membuat dia menjadi pemain bertahan yang disegani. Pada 2013, dia diganjar gelar pemain terbaik NBA. Para fan NBA menjulukinya Wendigo, monster kuat dalam cerita rakyat Amerika Utara yang kerap memakan musuh-musuhnya.
Amerika 18 tahun lalu adalah bagian dunia yang asing bagi Marc. Kini dia salah satu pemain terbaik di NBA. Sepanjang kariernya, dia tiga kali masuk tim All-Star dan menjadi anggota tim bertahan terbaik NBA. Dia pun tak mengabaikan panggilan bermain bersama tim nasional Spanyol.
Marc ingin anak-anaknya juga mengenang dia sebagai pemain nasional Spanyol. “Sebesar apa pun investasi dan pengorbanan yang aku lakukan, hasil yang kudapat sekarang sangat layak,” tutur Marc, yang membawa pulang bola basket dari pertandingan final Piala Dunia untuk kedua anaknya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (NBA, FIBA, THE GUARDIAN, SB NATION)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo