Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Satgas Penanganan COVID-19 mencatat sekitar 30-50 persen balita meninggal dari total kematian anak akibat COVID-19. Indonesia merupakan kasus dengan COVID-19 pada anak yang tertinggi di dunia. Hal itu terlihat dari jumlah kematian anak balita selama pandemi yang meningkat hampir 50 persen. Setidaknya ada 1.000 kematian anak di Indonesia setiap minggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anak dengan kondisi gizi buruk atau bahkan stunting cenderung lebih rentan terhadap ancaman COVID-19. Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof Dr dr Aman Bhakti Pulungan SpA, mengatakan tingginya kasus COVID-19 pada anak berkaitan dengan kondisi asupan gizi pada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tingginya kasus COVID-19 pada anak menunjukkan asupan gizi anak perlu lebih diperhatikan sebab kecukupan gizi pada anak akan meningkatkan imunitas tubuh dalam menangkal virus dan bakteri,” ujar Aman.
Sebelumnya, Anggota DPR RI Komisi IV fraksi PKB Luluk Nur Hamidah juga mengingatkan agar pemerintah memberi perhatian lebih terhadap anak-anak dari keluarga kurang mampu yang berisiko kekurangan asupan gizi. Dalam hal bantuan sosial untuk keluarga dengan anak stunting, disampaikan Luluk harus berbeda dengan bantuan sosial untuk masyarakat lain.
“Bantuan untuk keluarga yang punya stunting itu enggak boleh sama dengan keluarga miskin yang lain karena berbeda kebutuhannya," kata Luluk.
Untuk itu, keakuratan data sangatlah penting sehingga akan bisa dipilah di satu desa yang mana bansos yang berupa sembako itu bisa dipisahkan antara keluarga yang punya stunting dan tidak. Keluarga yang punya stunting isian dari bantuan sembako bisa dibedakan, bisa disertakan bantuan berupa ikan atau sejenis olahan ikan. Luluk juga meminta susu kental manis tidak boleh diberikan dalam bansos karena kandungannya merupakan gula dan tidak layak konsumsi.
"Kalau Indonesia tidak mau punya masalah di kemudian hari, daya saing ditentukan oleh seberapa kuat kita melahirkan generasi yang sehat,” imbuh Luluk.
Susu kental manis hingga saat ini masih menjadi yang banyak diberikan untuk anak dan balita meskipun BPOM telah mengeluarkan larangan untuk tidak memberikan kental manis sebagai minuman susu. Namun, dengan alasan harga yang lebih ekonomis dan ditambah sebagai dampak pandemi, orang tua terpaksa memberikan kental manis untuk anak.