Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sampurno:

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK gampang menjadi polisi yang mengawasi lalu-lintas obat di Indonesia. Begitu banyak rambu yang dilanggar tanpa sungkan demi untung besar. Alhasil, ada 649 merek obat Cina ilegal yang membanjiri pasaran. Dari hasil survei Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)-TEMPO, sebagian di antaranya mengandung obat keras Daftar G yang mestinya tak boleh beredar bebas. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) memang tidak tinggal diam. Operasi lapangan sudah digeber. Pencegatan di bandara dan pelabuhan sudah pula dilakukan. Namun, rantai panjang obat ilegal belum juga putus. Adakah yang bisa dilakukan Badan POM untuk melindungi masyarakat dari bahaya obat-obatan yang tak jelas? Berikut ini petikan wawancara Dewi Rina Cahyani dan Mardiyah Chamim dari TEMPO dengan Kepala Badan POM Sampurno.
Sejumlah jamu dan obat Cina, sesuai dengan hasil survei YPKKI-TEMPO, mengandung obat keras yang termasuk dalam Daftar G. Mengapa produk semacam ini bisa beredar bebas di pasaran? Sebetulnya, kami tidak berpangku tangan. POM menggelar operasi lapangan di apotek dan supermarket. Produk obat dan suplemen makanan yang ilegal kami sita. Hanya, kewenangan kami tidak menjangkau kios-kios obat tak resmi seperti yang ada di Pasar Pramuka atau Glodok. Jadi, kami yang mengumpulkan informasi. Sedangkan langkah konkret, seperti penggeledahan dan penyitaan, harus kami lakukan bersama kepolisian. Sejauh ini, baru 119 merek obat Cina yang resmi terdaftar di Departemen Kesehatan. Apakah ini karena prosedur pendaftaran yang rumit? Tidak. Prosesnya biasa saja. Awal 1990, obat Cina diizinkan beredar dua tahun dengan syarat produsennya membangun pabrik di sini untuk proses alih teknologi. Ternyata, aturan ini enggak jalan. Tiap dua tahun, mereka minta perpanjangan izin, sementara pabrik tidak pernah terwujud. Ini namanya kita dibohongin. Akhirnya, tahun 1998, kami mengubah kebijakan. Produsen harus memenuhi persyaratan untuk bisa memasukkan obat Cina. Pertama, punya sertifikat analisis dari Departemen Kesehatan Cina. Kedua, ada certificate of free sale yang menyatakan obat itu juga diperjualbelikan secara luas di Cina. Yang ketiga adalah uji keamanan di laboratorium, terutama untuk obat yang komponennya belum kita kenal. Namun, banyak pengusaha yang memilih tidak melalui jalur resmi sehingga beredar 649 merek obat Cina ilegal. Kenapa? Kami memang kewalahan. Produk-produk itu masuk melalui entry point pelabuhan atau bandara tanpa dokumen resmi. Orang dengan leluasa membawa obat Cina yang mereka nyatakan sebagai makanan. Nah, dalam hal ini, kami tidak bisa berbuat banyak. Untuk itulah kami merancang peraturan yang mencegat produk ilegal langsung di pelabuhan dan bandara. Tapi langkah ini butuh kerja sama berbagai pihak seperti kepolisian dan Bea Cukai. Bukankah POM dan Bea Cukai sudah menetapkan "jalur merah" yang merupakan saringan awal semua produk obat di pelabuhan dan bandara? Langkah ini sering kali tidak efektif karena obat ilegal hampir selalu dikatakan sebagai makanan. Jadi, petugas Bea dan Cukai tidak menyoroti secara khusus. Kami juga belum bisa menempatkan orang POM yang memiliki keahlian teknis untuk menguji obat di dua entry point strategis tadi. Alhasil, obat ilegal terus mengalir. Lalu, bagaimana dengan sebagian jamu lokal yang dicampur obat keras? POM juga selalu memantau kondisi lapangan. Produsen jamu biasanya selalu mengelak dari dugaan memproduksi jamu yang dicampur obat keras. Tapi, bila dugaan itu terbukti, POM pasti bertindak tegas dengan mencabut izin peredaran jamu. Ini beberapa kali terjadi pada produsen jamu di Cilacap, Jawa Tengah. Selain razia langsung, apa program prioritas POM untuk menangkal peredaran obat-obatan dan jamu yang mengandung obat Daftar G? POM sedang membentuk Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang tersebar di 26 provinsi. Satuan tugas ini dilengkapi penyidik sipil yang ahli menguji keamanan obat dan makanan. Mereka bisa segera bertindak bila menjumpai ketidakberesan di lapangan. Badan POM sering dinilai lamban menginformasikan penelitian mengenai obat-obatan. Kenapa tidak seperti Food and Drug Administration (FDA), yang cepat menginformasikan setiap tahap penelitian yang mereka lakukan? Lo, kesadaran konsumen kita kan belum setinggi di Amerika. FDA membolehkan apotek menjual obat yang belum diuji klinis. Poster yang menjelaskan status obat itu dipasang di apotek. Konsumen tidak keberatan dan mereka tahu apa konsekuensi dari obat yang belum diuji klinis. Nah, seandainya kita mengikuti langkah FDA, masyarakat bisa marah. Misalnya, POM mengizinkan peredaran obat yang belum diuji klinis. Meski peredarannya disertai keterangan atau peringatan, POM bisa dituding ceroboh melempar obat semacam itu ke pasaran. Hal semacam inilah yang membuat kita bertindak hati-hati. Tapi, bila kesadaran konsumen sudah tinggi, mereka akan punya kemampuan menyaring produk yang aman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus