Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hipertensi merupakan suatu kondisi pada tubuh dengan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Hipertensi sering disebut sebagai the silent killer karena penyakit tersebut datang secara perlahan, tanpa adanya keluhan. Akibatnya, penderita tidak mengetahui dirinya sedang mengidap hipertensi. Namun, secara tiba-tiba sudah mendapatkan efek samping yang berupa komplikasi penyakit dari hipertensi.
Dikutip dari healthline, hipertensi terjadi ketika kekuatan darah yang mendorong melalui pembuluh darah terlalu tinggi dan ini terjadi secara konsisten. Semakin sempit arteri maka semakin banyak resistensi yang ada sehingga tekanan darah pun semakin tinggi. Jika, tidak teratasi dalam waktu dekat, peningkatan tekanan darah akan menyebabkan masalah kesehatan lain, seperti penyakit jantung, otak, mata, dan ginjal.
Hipertensi merupakan penyakit yang umum dijumpai di berbagai negara. Faktanya, hampir 1 milyar orang di setiap negara memiliki penyakit ini. Dikutip dari laman www.who.int, pada tahun 2021, estimasi prevalensi hipertensi di negara berkembang mencapai angka 1,28 juta, di antaranya adalah kelompok umur 30-79 tahun.
Sementara itu, dalam laman kemkes.go, prevalensi penderita hipertensi di Indonesia lebih banyak menjangkit kelompok umur di atas 75 tahun sebanyak 69,5 persen, kelompok umur 65-74 Tahun sebanyak 63,2 persen, dan kelompok umur 55-64 Tahun sebanyak 55,2 persen. Terlihat bahwa kelompok lansia memiliki kerentanan terhadap penyakit silent killer.
Deteksi dini untuk mengetahui hipertensi sangat penting. Salah satu yang dapat dilakukan untuk mendeteksi silent killer ini adalah dengan mengetahui penyebabnya. Hipertensi terdiri dari dua jenis. Masing-masing jenisnya memiliki penyebab yang berbeda. Berikut penyebab kedua jenis tersebut yang dikutip dalam laman healthline.
Hipertensi esensial atau primer
Biasanya, kombinasi dari beberapa faktor memberikan pengaruh yang besar dalam hipertensi esensial. Faktor-faktor tersebut, yakni:
1. Gen
Sebagian orang secara genetik cenderung mengalami hipertensi karena adanya mutasi atau kelainan genetik yang diwarisi dari orang tua.
2. Usia
Bagi seseorang yang berusia di atas 65 tahun memiliki risiko yang lebih besar terkena hipertensi.
3. Ras
Orang kulit hitam Non-Hispanic memiliki riwayat hipertensi yang lebih tinggi.
4. Obesitas
Hidup dengan obesitas dapat menjadi penyebab masalah jantung akibat hipertensi.
5. Konsumsi alkohol yang tinggi
Untuk perempuan yang sudah biasa mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per hari memiliki risiko yang lebih tinggi terkena hipertensi. Selain itu, untuk pria yang mengonsumsi alkohol lebih dari dua gelas per hari juga memiliki risiko yang sama.
6. Gaya hidup yang sangat tidak aktif
Tidak sering melakukan aktivitas untuk menjaga kebugaran tubuh dapat.
7. Diabetes atau sindrom metabolik
Individu yang didiagnosis diabetes atau sindrom metabolik memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi.
8. Asupan natrium tinggi
Meskipun hubungan antara asupan natrium yang tinggi setiap harinya (lebih dari 1,5 g) dengan hipertensi terbilang kecil, tetapi setiap individu harus tetap waspada akan hal ini.
Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi dengan cepat dan dapat menjadi lebih berbahaya daripada hipertensi primer. Berikut kondisi yang menyebabkan terjadinya hipertensi ini.
- Memiliki riwayat penyakit ginjal
- Kelainan jantung bawaan
- Terdapat masalah dengan tiroid
- Efek samping obat, terutama obat-obatan terlarang
- Konsumsi alkohol kronis
- Masalah kelenjar adrenal
- Tumor endokrin
RACHEL FARAHDIBA R
Baca: Manfaat Serai Mengatasi Gangguan Menstruasi, Mengapa Dijauhi Penderita Hipertensi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini