Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obat Diabetes Memicu Kanker
Penggunaan obat diabetes, Metformin, dapat memicu kanker pankreas, terutama pada pasien diabetes perempuan. Bahkan, dalam sebuah penelitian terbaru dari Universitas California dan David School of Medicine, dinyatakan bahwa obat diabetes jenis itu tidak hanya menyebabkan kanker pankreas, tapi juga dapat memicu risiko multi-kanker.
"Masalahnya, Metformin adalah obat tertua dan tidak diragukan lagi sebagai obat terbaik untuk diabetes," ujar Peter Butler, peneliti diabetes dari Universitas California.
Kanker pankreas relatif jarang terjadi, tapi berkembang dengan cepat di dalam tubuh. Kebanyakan orang hanya bertahan beberapa tahun setelah diagnosis
Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan kanker pankreas memiliki risiko menderita diabetes, tapi tidak jelas bagaimana diabetes dan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati diabetes dapat mempengaruhi risiko kanker pankreas pada orang yang sebelumnya bebas kanker.
Menurut studi perbandingan yang dilakukan di Inggris, didapat fakta bahwa obat-obatan diabetes dapat menyebabkan tubuh menyerap glukosa, membuat atau mengurangi glukosa (fungsi Metformin) atau memproduksi lebih banyak insulin (fungsi sulfonilurea) untuk menjaga kadar gula darah.
Para peneliti juga menemukan, perempuan yang menggunakan Metformin dalam beberapa tahun, secara signifikan terdiagnosis memiliki kanker pankreas, dibanding perempuan yang baru menggunakan Metformin sebagai obat diabetes. Peneliti ikut memasukkan faktor gaya hidup dan berat badan.
Meski begitu, Butler mengatakan masih sulit menetapkan bahwa risiko kanker terjadi karena obat-obatan. Sebab, tutur Butler, bisa saja kanker pankreas dipicu akibat pola makan yang buruk dan kurangnya olahraga, khususnya pada orang yang mengidap diabetes.
Akibat Cerai Muda
Perceraian pada usia muda lebih berdampak pada kesehatan manusia daripada perceraian yang dilakukan ketika tua. Fakta ini didapat dari sebuah penelitian yang dilakukan sosiolog dari Michigan State University.
Menurut penelitian yang muncul dalam jurnal Social Science & Medicine ini, saat tua, seseorang lebih berpengalaman dalam menghadapi stres akibat perceraian. "Ini jelas menunjukkan bahwa orang muda yang bercerai perlu lebih banyak dukungan sosial dan keluarga," kata Hui Liu, asisten profesor sosiologi yang mengadakan penelitian. "Dukungan itu bisa berupa konseling perceraian untuk membantu orang menangani stres atau menawarkan terapi perkawinan," ujarnya.
Liu menganalisis laporan kesehatan 1.282 orang menikah di Amerika. Liu mengukur kesenjangan status kesehatan antara mereka yang telah menikah selama 15 tahun kemudian bercerai dan mereka yang bercerai serta memiliki usia perkawinan di bawah 15 tahun. Liu juga membagi mereka dengan kelompok kelahiran dan generasi yang berbeda.
Liu memperkirakan, tekanan untuk menikah dan tetap menikah pada generasi yang lebih tua lebih kuat. Selain itu, penyebab perceraian di antara orang yang lebih tua lebih karena ketidakbahagiaan selama menikah, sehingga jalan perceraian diambil sebagai solusi. "Justru pada tingkat tertentu kadang mereka malah merasa lega," ujarnya.
Secara keseluruhan, penelitian ini juga menemukan bahwa penurunan kesehatan lebih cepat terjadi setelah perceraian atau pada masa transisi. "Hasil ini menunjukkan bukan status menikah atau bercerai yang mempengaruhi kesehatan, melainkan proses transisi dari pernikahan ke perceraian yang dianggap menyakitkan, membuat stres, dan berdampak pada kesehatan," kata Liu.
Cheta Nilawaty (Medical Health News Today, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo