Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Jam-jam sibuk juru kliring

Harus datang tepat pada waktunya, tiap hari harus mencocokkan cek dan uang nasabah. (sd)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP hari, tak kurang dari 300 orang berkumpul di sebuah gedung berlantai dua di Jalan Ir. H. Juanda, Jakarta Pusat. Mereka, para juru kliring (clearing), dari seluruh bank di Ibukota yang berjumlah 134 buah. Pada pukul 12.00, yakni puncak kegiatan mereka, di ruang Lembaga Pembayaran Giral (dulu: Lembaga Kliring) dari gedung milik Bank Indonesia itu, bising oleh suara sejumlah mesin hitung. Sesekali terdengar pula gelak-tawa orang bercanda. Bank Indonesia, juga cabang-cabangnya di beberapa kota, merupakan tempat kliring, yaitu tempat memperjelas dan mencocokkan cek (cheque) atau giro -- yang tidak bisa diuangkan secara tunai. Cek-cek tersebut harus diklirkan terlebih dulu. Paling lambat setiap pukul 11.00 seorang juru kliring sudah harus hadir di BI membawa sejumlah cek yang diterimanya untuk disampaikan kembali ke bank asalnya -- lewat juru kliring bank yang bersangkutan. Dalam acara kliring tersebut, bila seorang juru kliring Bank Bumi Daya, misalnya, mengembalikan selembar cek bernilai Rp 5 juta (dari suatu bank swasta, misalnya) kepada juru kliring Bank Perdania, -- lewat BI -- berarti BBD menarik piutang sebesar Rp 5 juta dari bank swasta tadi. Sebaliknya bila pihak BBD menerima cek dari bank lain, maka BBD menerima tagihan utang dari bank lain -- lewat BI sebesar nilai uang yang tercantum pada cek tersebut. Acara kliring yang juga bisa disebut tagih-menagih tersebut tidak berupa uang, melainkan dalam bentuk neraca di bawah pengawasan seorang atau beberapa petugas BI. Dari neraca itu akan tampak jumlah rekening suatu bank di BI, berkurang atau bertambah. Kalau jumlah yang ditagih dari bank lain lebih besar dari jumlah yang ia tagih sendiri maka rekening bank tersebut di BI pun berkurang. Begitu pula sebaliknya. Sekitar pukul 13.30 para juru kliring kembali ke kantor masing-masing membawa cek-cek yang diterimanya kembali untuk diteliti. Bila dana dari orang yang mengeluarkan cek ternyata kurang, "cek kosong" itu ditolak. Begitu pula bila tanda tangan yang tersurat pada cek tidak sama dengan tanda tangan orang yang mengeluarkan cek. Cek yang memenuhi syarat diterima, tapi cek yang ditolak dikembalikan pada acara kliring tahap kedua, sekitar pukul 17.00 hari itu. Acara kliring yang tampaknya sederhana itu ternyata melelahkan. Karena para juru kliring harus dua kali bolak-balik dari kantornya ke BI, untuk meneliti cek yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan lembar itu. Apalagi menjumlah dall mengurangkan angka-angka yang nilainya jutaan, tentu membutuhkan pemusatan perhatian yang istimewa ditambah kesabaran. Selain itu juga perlu kecepatan berpikir, sebab rekapitulasi pada kliring tahap pertama hanya selama 1 1/2 jam. Karena waktu yang tersedia amat sempit, maka para juru kliring harus hadir di BI tepat pada waktunya. Acara kliring biasanya dimulai bila semua juru kliring hadir lengkap. Bila juru kliring dari Bank X misalnya terlambat datang, maka Bank Y tentu tidak bisa mengembalikan cek-cek yang berasal dari Bank X tersebut. "Kalau ada clearing man yang terlambat bisa disoraki," ujar Asep Darmansyah, 28 tahun, koordinator juru kliring dari Bank Dagang Negara Pulogadung, Jakarta. Untunglah Asep tak perlu terlambat datang setiap kali menghadiri acara kliring, sebab kantornya menyediakan sebuah mobil lengkap dengan sopirnya. Hanya, tamatan Akademi Bank Nasional ini mengeluh karena "setiap hari harus pulang sore atau malam, sementara pekerjaan pagi dan siang hari harus dikerjakan cepat-cepat." Tapi ia bangga, bahwa dengan tugas itu ia banyak kenalan. Keluhan Amin Darwin, 41 tahun, dari Bank Metro Ekspres Jakarta, sama: selalu pulang malam, kurang tidur, makan tak teratur. "Pokoknya hidup tidak teratur," katanya. Dengan gaji pas-pasan, untuk menghidupi istri dan enam anaknya, seusai kantor ia bekerja lembur sebagai petugas piket kliring di Lembaga Pembayaran Giral. Dengan kerja tambahan itu, setiap jam ia menerima Rp 300 --sehari rata-rata ia bisa menerima Rp 2.500. "Di rumah saya tidak punya usaha sampingan," tambahnya. Keluhan kedua juru kliring itu, juga bila harus bersembahyang Jumat. Mereka tidak bisa melaksanakan kewajiban agama itu. "Habis, waktunya persis sama dengan saat kliring," kata Asep. Meski begitu mereka tetap berusaha menunaikan ibadat shalat Dhuhur -- di salah sebuah ruangan di BI, secara bergantian. "Memang ada risikonya, pekerjaan sedikit tercecer. Tapi apa boleh buat, dua-duanya wajib," kata Amin. Malawi Abdul Syukur, 24 tahun, juru kliring Bank Danamon Jakarta, bila waktu siang tiba dan dengan sepeda motornya ia harus berangkat ke Jalan Juanda, ia mesti pandai-pandai mencari jalan agar datang tepat pada waktunya. Sebab jalan-jalan antara kantornya yang berada di bilangan Kota, Jakarta Utara, dan Bl, selalu macet. "Tapi bagaimana pun juga saya tidak boleh terlambat," katanya. Tampaknya ia sudah mantap dengan pekerjaannya. Masih bujangan, tiap bulan ia membawa pulang gaji Rp 115.000. Penghasilan Samedi Gunarsa, 36 tahun, juru kliring Bank Bumi Arta Indonesia Bandung, juga sekitar Rp 100.000. Merasa penghasilan itu tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ayah dari seorang putri ini sempat ngobyek. "Saya menjadi perantara bagi jasa perbaikan mesin tulis, perbaikan arloji, order percetakan," katanya. Ia bahkan membuka warung makanan-minuman kecil di ruang kliring BI Cabang Bandung. Sepuluh tahun menjadi juru kliring Samedi yang ernah berkuliah di FEUnpad samp tingkat dua, kadang-kadang jengkel bila ada nasabah yang menyetor cek pada saat-saat terakhir. "Kalau ditolak, dia marah-marah. Tapi demi menjaga hubungan, apalagi kalau dia memang nasabah yang reputasinya baik, ya kami terima juga," katanya. Mengapa ada nasabah yang ngotot minta setorannya dikliring secepatnya? "Nasabah itu biasanya melakukan cross clearing," kata Samedi. Dengan menyetor buru-buru, si nasabah bermaksud agar jumlah uang dalam rekening banknya bertambah, setelah sebelumnya ia memberikan cek kepada orang lain. Dengan bertambahnya jumlah uang dalam rekeningnya tersebut, maka bila cek yang telah ia keluarkan tersebut dikliringkan hari itu juga, tidak menjadi cek kosong. "Cross clearing resminya dilarang, tapi bila nasabahnya memang punya reputasi baik, biasanya diterima juga," tambah Samedi. Gaji juru kliring rata-rata memang sekitar Rp 100.000, seperti yang juga diterima Koesnan Bakri, 42 tahun, yang katanya sudah 14 tahun menjadi juru kliring Bank Karman, Surabaya. " Tapi terus terang, gaji sekian itu tidak mencukupi kebutuhan keluarga," kata ayah dari enam anak itu. Itulah sebabnya ia juga mencari penghasilan tambahan. Cuma ia enggan menyebut jenis usaha sampingan tersebut. Meski begitu Koesnan menyenangi pekerjaannya. Seperti pengakuan para juru kliring yang lain, bolak-balik ke BI juga dianggap sebagai semacam penyegaran. "Pekerjaan sebagai juru kliring kan tidak terus-menerus menghadapi meja. Saya tidak bisa duduk bekerja di belakang meja saja," kata Koesnan. Yang jelas, orang ini tampaknya memang suka bekerja. Sampai-sampai di rumah pun ia tak segan-segan membantu istrinya mencuci atau menyeterika pakaian. "Selain tidak punya pembantu rumah tangga, yang penting saya ingin mendidik anak-anak agar bisa hidup sederhana. Kelak bila hidup mereka tidak enak misalnya, mereka tidak kaget, " kata Koesnan. Sekalipun hanya sempat mengenyam pendidikan sampai kelas II SMA, ia bangga karena ada seorang anaknya yang sudah duduk di perguruan tinggi. Barangkali karena suka bekerja itu pula ia menerima medali penghargaan plus sebuah arloji dari kantornya. Untuk menjadi juru kliring agaknya tidak memerlukan pendidikan khusus, kecuali barangkali berpendidikan SLTA sebagai syarat minimal. Baik Hartono, 35 tahun, maupun Achmad Zamroni 36 tahun, masing-masing dari Bank Niaga dan Bank Indonesia Cabang Yogyakarta -- sama-sama tamatan SMA. "Saya kira setiap orang bank tahu bagaimana pekerjaan juru kliring. Hanya sebelumnya memang dibekali pengetahuan dasar tata buku, lalu lintas giral, cek dan rekening giro," kata Hartono. "Yang penting, seorang juru kliring harus berdisiplin, bertanggung jawab, teliti. Dan yang tak kurang pentingnya ialah datang ke BI tepat pada waktunya," ujar Zamroni yang sudah 14 tahun bertugas di bidang kliring. Soal ketepatan waktu itu memang penting. Surya Darma, 28 tahun, juru kliring Bank Pacific Cabang Medan pernah terpaksa menunggu satu jam lebih, gara-gara juru kliring bank lain terlambat datang. "Akibatnya saya terpaksa pulang malam," katanya kesal. Saking kekinya, beberapa hari kemudian ia membalas dendam. Dengan sengaja ia datang terlambat ke BI. "Rasain, bagaimana rasanya menunggu," gumamnya ketika itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus