Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Gawat? putar 510-110, atau 110...

Nomor telepon pusat pengendalian dan koordinator operasional (ppko) kodak metrojaya, khusus menerima laporan dari masyarakat yang membutuhkan bantuan polisi secepatnya. (krim)

29 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON 510-110 di lantai II gedung memanjang di belakang Kodak Metro Jaya berdering. Seorang petugas di ruang itu mengangkatnya, mengambil kertas, mencatat pembicaraan. Begitu meletakkan telepon, petugas itu lantas meloncat, melapor kepada komandan. Gawat! Di Slipi, lapornya, ada perampokan. Perampok menggunakan mobil Honda Civic merah nomor polisi sekian, sekian, sekian. Mayor (Pol) Jantje Ernesto, yang kala itu bertugas sebagai komandan, langsung mengangkat handy talkie (HT) yang rupanya tak pernah terlepas dari tangannya. Ia menghubungi semua petugas di lapangan, dan memerintahkan -- terutama kepada petugas yang sedang berada di daerah kejadian secepatnya menangkap mobil dimaksud. Ia pun menghubungi Kores (Komando Resort Kepolisian) tempat kejadian agar bertindak. Laporan kemudian menyatakan dalam waktu beberapa menit mobil merah itu sudah tertangkap. Cuma kemudian tak ada bukti-bukti kejahatan, sementara pelapor dan korban pun tidak ditemukan. Ternyata laporan perampokan itu palsu. Mobil dan penumpangnya lantas dilepas. Hal seperti itu memang sudah risiko, dan sudah dipahami pihak Pusat Pengendalian dan Koordinator Operasional (PPKO) Kodak Metro Jaya sejak nomor telepon 510-110, dibuka Maret 1982. Nomor telepon yang mempunyai lima saluran itu khusus menerima laporan dari masyarakat yang membutuhkan bantuan polisi secepatnya. Termasuk pula kebakaran -- PPKO-lah yang kemudian menghubungi pemadam kebakaran. Dengan demikian memang terbuka kemungkinan ada yang iseng-iseng memutar nomor itu. Hingga sekarang, menurut Jantje Ernesto, laporan iseng itu masih sering ada. Makin sering terjadi kasus kejahatan di Jakarta agaknya adalah pendorong nomor khusus itu dibuka. Laporan dan kemudian perintah penangkapan rupanya memang bisa lebih cepat diberikan dengan perlengkapan dan fasilitas yang kini ada di markas PPKO itu. Di sini ada bagian yang khusus melayani komunikasi dengan mobil-mobil patroli. Di ruang ini tampak alat-alat elektronik, kabel-kabel, radio CB, suasana bising. Beberapa petugas yang sedang berhuhungan dengan mobil patroli menggunakan bahasa sandi. Di ruang kedua boleh dikata sepi hanya ada telepon untuk berhubungan dengan luar. Di bagian ketiga, nah ini dia, di sinilah tempat telepon 510-110 yang hanya bisa menerima. Ruang ini dilengkapi sejumlah HT yang langsung berhubungan dengan sembilan Kores yang berada di bawah komando Kodak Metro Jaya. Ada pula sebuah peta DKI ukuran besar. Dan sebuah alat alarem yang bentuknya mirip radio, terletak di salah satu meja. Alat alarem ini seperti tak penting. Tapi lampu di bagian atas yang bila menyala menunjukkan sederet angka, adalah kode-kode nomor bank. Bila angka yang menyala diawali angka empat, aman. Itu berarti yang keluar-masuk bagian penting bank itu orang sendiri. Tapi bila angka yang menyala diawali angka 6, bahaya. Bila itu terjadi (hingga kini konon belum pernah muncul angka 6 itu) dari markas ini langsung, petugas lapangan dikomandokan mengepung itu bank, dan seterusnya. PPKO memang mempunyai wewenang memerintahkan semua petugas yang dibawahkan Kodak Metro Jaya. Ini dimungkinkan karena Komandan PPKO, yang kini dipegang Letkol (Pol) Karmana, langsung bertanggung jawab kepada Kadapol. Inilah gagasan yang tercetus sewaktu Letjen (Pol) Anton Sudjarwo masih menjadi Kadapol Kodak Metro Jaya. Dan ternyata PPKO yang mulai beroperasi pada 1978, memang dinilai bermanfaat. Maka sejak Maret tahun lalu lantas dilengkapi dengan telepon 510-110 itu. Bahkan direncanakan, menjelang Sidang Umum MPR, PPKO akan dilengkapi dengan pesawat televisi. Dari "Pos Utama" -- demikian 103 anggota PPKO biasanya menyebut markasnya -- nanti bisa dimonitor secara langsung situasi sekitar mobil patroli berada. Di tahun 1983 ini, hingga awal pekan ini tercatat 126 orang melapor lewat nomor tersebut. Tapi lebih dari separuhnya adalah berupa permintaan pertolongan. Misalnya sebuah bank yang hendak mengirimkan atau mengambil uang yang cukup besar, akan memberitahu 510-110 rute yang akan dilaluinya dan minta pengamanan. Kemudian tercatat 35 laporan kasus kenakalan remaja (umumnya perkelahian), dan 28 laporan pencurian. Perampokan: nol. Karena kasus-kasus yang tercatat dibereskan PPKO hingga saat ini, belum ada yang kolosal. Tapi tak berarti tanpa manfaat. Ny. Supraba (bukan nama sebenarnya) sekitar dua bulan yang lalu memanfaatkan nomor ini. Ceritanya, waktu itu sekitar pukul 01.30 tengah malam telepon rumahnya berdering. Ternyata dari tetangga, yang minta tolong diteleponkan polisi. Ia telah mencobanya kok tidak sambung-sambung, mungkin telepon rumahnya kena gangguan. Sebab, kata tetangga itu dengan suara gemetar, di pintu depan rumahnya seseorang yang tinggi besar tengah mengutak-atik lubang kunci. Ny. Supraba kemudian mengintip ke rumah tetangga di depan rumahnya itu. "Wah, betul saja," katanya kepada TEMPO "di depan pintu ada orang yang tinggi dan kelihatannya kekar." Ny. Supraba lantas memutar 510-110. Telepon disambut, dan polisi berjanji segera datang. Tak lama kemudian terdengar bunyi sepeda motor dikendarai seseorang berpakaian preman. Ia berhenti di dekat rumah dimaksud. Tak lama kemudian datang lagi beberapa orang, di antaranya berpakaian polisi. "Kayak di dalam film saja," tutur Ny. Supraba. Ia terus mengintip. Ada polisi yang lantas memanjat tembok. Akhirnya memang pencuri tertangkap basah. Di kota-kota lain sistem serupa juga diterapkan. Di Palembang, misalnya, Komtabes membuka nomor 110. Sayang, nomor yang hanya tiga angka ini rupanya sering rusak di wilayah kota yang menggunakan nomor dengan lima angka itu. Maka dibuka lagi nomor 22350 dan 21529. Selain itu, meningkatnya frekuensi kejahatan di Palembang tahun lalu, membuat Dantabes Letkol (Pol) Herman S. merelakan nomor telepon rumahnya untuk keperluan ini. Juga nomor telepon rumah Wadantabesnya. Belum tercatat hasil yang di capai setelah ada nomor-nomor baru itu, setelah 110 sering macet. Di Surabaya, PPKO di Kowiltabes 101 Surabaya membuka pula nomor telepon urusan mendadak dan gawat: 110, diresmikan April 1982. Hingga sekarang, rata-rata 10 kali telepon itu berdering setiap hari. Di sini saluran 110 ada enam. Lain di Jakarta dan Surabaya, lain pula di Medan. Di kota besar yang sering ditimpa kejahatan berbagai macam ini, telepon 110 yang dibuka di Komtabes Medan, ternyata tidak jalan. Tidak jelas mengapa. Menurut Kantor Telepon Medan, belum pernah ada yang menanyakan nomor pengaduan polisi, maupun yang menyebut-nyebut nomor 110. Mungkin karena itu, lantas dibentuk Tim Operasi Pelayanan Masyarakat, Maret 1982. Dibentuk dengan 12 anggota, kini tim ini mempunyai 24 anggota. Ini merupakan seleksi ketat dari 80 anggota kepolisian di Komtabes Medan. Syarat menjadi anggota tim memang berat. "Harus mampu melaksanakan semua fungsi kepolisian," kata Dantabes Medan, Kol. (Pol) Soehardi. Selain itu, mereka diharuskan pula mellgenal liku-liku Medan. Dengan kostum kaca mata hitam, helm dengan kendaraan sepeda motor yang dilengkapi dengan sirene dan tanda alarem, anggota tim memang mirip polisi dalam film seri TVRI CHip's. Dan di Medan tim ini memang dikenal dengan nama CHip's. CHip's Medan beroperasi dua-dua. Setiap hari CHip's harus berpatroli ke 127 pos secara estafet. Langkah preventif ini ternyata memang lumayan. Tiga hari setelah dibentuk Serma (Pol) Leo berhasil menembak alap-alap sepeda motor yang dikejarnya dengan sepeda motor pula. Menurut Kol. Soehardi, pencetus ide CHip's itu, pada 1982 di Medan rata-rata 800 kasus kejahatan terjadi setiap bulan, sekitar 40%-nya merupakan kasus meresahkan. CHip's ternyata mampu menanggulangi sekitar 5% kasus itu. "Paling tidak sekali seminggu, CHip's membawa tangkapannya," kata kolonel itu. Betapa pun pihak kepolisian memang tidak main-main. Masalahnya, mungkin, polisi pastilah tak bisa bekerja sendiri. Pelaku kejahatan setelah ditangkap, ditahan, kemudian bebas lagi. Lantas sesudah itu? Mereka toh harus hidup. Bila tak ada pekerjaan halal yang bisa dikerjakannya, apa boleh buat, ketrampilan lama akan digunakan kembali. Dan 110 di Palembang, Surabaya, Ujungpandang, lalu 510-110 di Jakarta akan sering berdering pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus