Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tingkat keparahan COVID-19 memiliki hubungan dengan penurunan kognitif pasien. Semakin parah kondisi pasien, semakin buruk masalah kognitif yang dialami, ungkap penelitian di Inggris dan dipublikasikan secara online di jurnal eClinicalMedicine pada 28 April 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari LiveScience, penelitian ini melibatkan kurang dari 50 pasien COVID-19 dan memperkuat studi-studi sebelumnya yang menunjukkan infeksi virus corona meninggalkan dampak bertahan lama pada otak. Sebelumnya, sebuah studi 2021 memperlihatkan mereka yang mengalami long COVID mengalami berbagai gejala selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah infeksi awal, termasuk kesulitan berpikir, sakit kepala, dan kehilangan kesadaran, indera penciuman atau perasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala yang berkepanjangan ini tidak hanya dialami oleh yang terinfeksi COVID-19 parah tetapi juga orang dengan gejala ringan. Baru-baru ini, sebuah penelitian menemukan pola penyusutan otak yang berbeda pada ratusan penyintas COVID-19 dan ada kemungkinan atrofi abnormal ini dapat berkontribusi pada defisit kognitif.
Studi baru di Inggris juga menyoroti kasus COVID-19 parah sehingga pasien memerlukan rawat inap. Peneliti mempelajari bagaimana pasien menjalani tes kognitif sekitar 6-10 bulan ke depan. Peneliti lalu membandingkannya dengan orang yang tidak pernah terkena COVID-19.
Penelitian ini melibatkan 46 orang yang menerima perawatan kritis untuk COVID-19 di Addenbrooke's Hospital di Cambridge, Inggris, pada 10 Maret dan 31 Juli 2020. Partisipan berusia 28-83 tahun. Sebanyak 16 orang dari pasien ini menggunakan ventilator dan 14 di antaranya butuh dukungan medis akibat kegagalan beberapa organ.
Para peneliti membandingkan ke-46 pasien ini dengan 460 orang dengan usia dan demografi yang sama dan sebelumnya tidak terkena COVID-19. Semua partisipan diminta menyelesaikan delapan tes kognitif melalui Cognitron, platform pengujian yang dikembangkan oleh Imperial College London. Hasilnya, dibandingkan dengan kelompok kontrol, pasien COVID-19 menunjukkan konsistensi akurasi yang berkurang dan waktu pemrosesan yang lebih lambat pada tes meskipun tingkat ketidakakuratan dan kelambatan bervariasi antartugas.
Kemudian, kelompok COVID-19 menunjukkan defisit paling signifikan pada tugas analogi verbal, di mana mereka diminta untuk menyelesaikan analogi. Mereka juga menunjukkan akurasi dan kecepatan yang lebih buruk pada tugas spasial, yakni kala mereka diminta untuk memanipulasi bentuk 2D dalam pikiran untuk memecahkan teka-teki.
Tingkat keparahan penurunan ini bervariasi antara masing-masing pasien, tergantung pada tingkat keparahan infeksi awal. Ini artinya, penurunan kognitif yang lebih buruk dialami pasien yang membutuhkan ventilator dan masalah organ.
"Kami menyimpulkan setiap pemulihan kognitif kemungkinan besar akan lambat. Penting juga untuk mempertimbangkan pemulihan kognitif dapat bervariasi antarindividu, tergantung pada tingkat keparahan penyakit dan dasar-dasar neurologis atau psikologis, yang kemungkinan kompleks," kata peneliti.
Para peneliti berharap studi semacam ini akan memungkinkan mereka untuk memahami mekanisme di balik penurunan kognitif, dan mungkin mencegah atau mengobatinya, demikian harapan penulis senior studi sekaligus profesor di Universitas Cambridge, David Menon, kepada The Guardian.