Tim medis RSHS dan RS Dr. Soetomo berhasil mengoperasi kaki tiga. Prestasi ini membanggakan. AHMAD Jaelani, 16 bulan, sejak lahir kaki kirinya bercabang dua dari pangkal paha di bawah pantat. Kelainan berikutnya adalah: tulang betis (fibula) dan tulang kering (tibia) tumbuh terpisah. Tulang fibula yang bercabang itu mempunyai lima jari kaki, tapi pada tulang tibia hanya ada satu jari, yakni hanya jempol. Pada kaki kanan yang normal, tulang tibia dan fibula menyatu. Setelah tiga bulan dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, berat bayi dari Purwakarta ini meningkat dari 7,7 kg jadi 8,5 kg. HB pun naik: 15. Sempat kena infeksi paru, tapi dapat ditanggulangi. Setelah semua beres, Ahmad diboyong ke meja operasi. Kaki bercabang itu dipotong untuk disatukan dengan tibia, dan untuk membuang jempol pada tibia. Pembiusan dilakukan Sabtu pukul 07.45, pekan lalu. Dipimpin Dr. Deis Rizal, doa khusus dilakukan oleh tim medis gabungan sebelum sayatan pertama. Tim ini lima dari RS Dr. Soetomo, Surabaya, dan sebelas dari RSHS. Lima menit sebelum pukul 09.00 tubuh Ahmad yang ditengkurapkan (dan dibantu napas buatan) disayat serempak oleh Dr. Djoko Roeshadi dari RS Dr. Soetomo dan Dr. Ahmad Djojosugito dari RSHS. Begitu bertemu pembuluh vena, ditandai dengan silikon biru, pembuluh arteri warna merah dan urat saraf ditandai warna kuning. "Agar tidak tertukar dalam penyambungan," kata Dr. Bambang Tiksnadi, ahli bedah anak dari RSHS. Pembedahan tibia di kaki kiri, dan fibula kaki bercabang usai pukul 12.00. Seperempat jam kemudian, cabang kaki itu dipotong, dan disambung dengan pen dan bor. Semua mulus dalam 15 menit. Penyambungan arteri makan waktu 30 menit. "Benang yang digunakan bagai rambut dibelah tujuh," kata Prof. Dr. H. Azhali, Ketua Tim. Tahap berikut menyambung pembuluh vena dan saraf. "Jika ada penyumbatan, biasanya daging membiru. Lambat-laun membusuk," kata Dr. Ahmad Djojosugito, ahli bedah ortopedi. Ternyata, sambungannya sukses. Darah di pembuluh vena disertai warna kulit merah. Pukul 15.00 seluruh operasi selesai. Kedua kaki Ahmad sudah sama panjang. Semula yang kiri lebih pendek 2 cm. Begitu Ahmad sadar, kepalanya terangkat, dan tubuhnya guncang sedikit. Lalu ia menangis. Tapi Dr. Deddy, ahli anestesi RSHS, tertawa sambil memegang kepala Ahmad, sementara dokter lain memasukkan obat penangkal nyeri di anus pasien. Hingga Senin pekan ini, masa kritis dua kali 24 jam dilalui sang bayi dengan selamat. "Dia hanya mengalami panas sedikit, tapi teratasi," kata Prof. Azhali. Namun masih perlu ditunggu tahapan kritis berikut, yakni masa infeksi selama sepuluh hari lagi. "Keberhasilan operasi bukan hanya sekadar memindahkan kaki, tetapi diharapkan kaki itu hidup dan berfungsi," kata Dr. Satrio, ahli bedah ortopedi dari RS Dr. Soetomo. Kaki kiri Ahmad memang belum bisa digerakkan. Sambungan saraf di kaki itu belum berfungsi. Ini perlu waktu sekitar enam bulan lagi, dengan perkiraan normal pertumbuhan urat saraf itu satu milimeter per hari. "Panjang urat saraf yang disambung sekitar 30 sentimeter," kata Dr. Ahmad. Jadi, enam bulan yang akan datang, akan dilakukan lagi operasi penyempurnaan kaki Ahmad. Sukses mengoperasi Ahmad Jaelani ini merupakan prestasi yang pantas dicatat dalam sejarah bedah ortopedi Indonesia. Tim ini malah bisa mempercepat waktu operasi, yang semula diperkirakan delapan jam, menjadi enam jam. "Alhamdulillah," ucap Nyonya Adah, ibunda Ahmad Jaelani. Ia menyeka air mata, saat dikabari operasi anaknya itu berhasil. Sedangkan ayah si bayi, Hanafi, hari itu lebih banyak berdoa di musala RSHS. Widi Yarmanto dan Ida Farida
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini