Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kampung gila dekat galunggung

Penduduk kampung lewad, desa sukanagalih, kecamatan rajapolah, tasikmalaya diserang penyakit jiwa. penyakit ini menyerang penduduk yang berusia 17 tahun ke atas. (ksh)

19 Juni 1982 | 00.00 WIB

Kampung gila dekat galunggung
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KETIKA mula-mula Gunung Galunggung beraksi awal April, penduduk Kampung Lewad, Desa Sukanagalih, Kecamatan Rajapolah, Tasikmalaya, berniat mengungsi. Padahal daerah itu tidak termasuk dalam batas wilayah berbahaya. Jaraknya 30 km dari gunung yang sedang marah itu. Belakangan diketahui sebab-sebab timbulnya niat mau hijrah dari daerah subur itu. Soalnya kampung yang tenteram itu sedang dilanda "wabah" sakit ingatan. Di wilayah RT 2 kampung itu, yang terdiri dari 15 umpi (kepala keluarga) ditemukan 14 orang yang sedang sakit ingatan. Penyakit itu menyerang penduduk yang berusia 17 tahun ke atas. Gejalanya mula-mula sakit panas sekitar satu atau dua minggu. Kemudian korban mengigau. Ketika suhu badannya turun kembali si korban menjadi tak waras lagi. Anehnya penyakit hilang ingatan itu hanya dianggap untuk satu atau dua bulan saja. Kemudian si penderita normal kembali, sekalipun tidak waras benar seperti sediakala. Penyakit "gila sementara" itu secara bergiliran menyambar penduduk. Karena takut kena giliran, Mang Ace yang berusia 50 tahun berniat memboyong istri dan lima anaknya keluar dari daerah itu. "Saya akan kembali kalau penyakit aneh ini bisa hilang dari kampung ini," ujar Mang Ace kepada koresponden TEMPO. Hasan Syukur, yang berkunjung ke sana. Kekhawatiran Mang Ace kelihatannya memang masuk akal. Beberapa tetangganya sudah mengigau-ngigau. Mereka berbicara dan tertawa sendirian. Kadang-kadang mereka melakukan perbuatan yang meresahkan orang lain. Mang Danu, misalnya, yang terserang sebulan lalu, memulai kegemaran baru: mencuri sandal dari rumah tetangga. Bola lampu listrik juga disambarnya. Karena orang sekampung sudah maklum pada penderitaannya, Mang Danu dibiarkan saja. Hansip juga menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap tingkah-laku laki-laki berusia 55 tahun itu. Karena benda-benda itu toh bisa diambil kembali di rumah si pelaku tanpa harus bertengkar lebih dulu. Sekarang sandal dan bola lampu di Kampung Lewad sudah aman. Mang Danu sudah diungsikan sanak-saudaranya ke Tasikmalaya. Sedangkan penderita yang belum beruntung, masih tinggal di kampung itu. Termasuk pasangan suami-istri yang dua-duanya gila atau setengah gila. Misalnya Takrin, 30 tahun, bersama istrinya Kiki. Yang mula-mula kena serangan adalah si istri, kemudian menjalar ke suaminya. Mereka masih tertahan di Kampung Lewad, sementara empat anak mereka yang masih kecil buru-buru diungsikan ke rumah sanak-famili yang masih sehat di kampung itu juga. Menurut cerita Kepala Kampung Lewad, Sukinta, penyakit gila itu menyerang sejak tahun 1960. Waktu itu hanya satu-dua orang yang terserang. Tapi belakangan ini jumlah penderita menjadi berlipat ganda dan memberikan kesan daerah itu sebagai "kampung gila". Kepala Desa Sukanagalih, Juarsa, juga memberikan kesaksian yang sama. Tetapi sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap warganya, mengapa kejadian itu tidak dilaporkan? "Tadinya saya merasa malu di daerah kami ini ada penyakit begitu. Tapi setelah dengan berbagai cara pengobatan tidak berhasil, saya pun membuat laporan ke dinas kesehatan," ujarnya. Laporan dari Kepala Desa itu ditulis akhir Maret. Tapi karena Gunung Galunggung meletus sampai berlarut-larut, laporan tersebut belum sempat juga disimak petugas kesehatan. "Mana sempat kami. memperhatikan laporan itu. Kami terlibat langsung menolong ribuan pengungsi Galunggung," kata dr. E. Suryana, Kepala Puskesmas Rajapolah. Belum tahu kapan kampung itu akan ditinjau dan diteliti. "Konsentrasi kami saat ini tercurah kepada pengungsi dulu," ujar Suryana pula. Dan nasib penderita di Kampung Lewad itu bertambah jauh saja dari perhatian orang-orang yang bergerak di bidang kesehatan, karena amarah Gunung Galunggung belum habis juga. Kepala Desa Sukanagalih, Juarsa, ingin sekali ada ahli yang datang meneliti sekaligus mengobati penderita. Ia sendiri sudah berniat mengabulkan permintaan kakek misterius yang berjanggut putih pada suatu malam Jumat dipergoki ronda malam. Kakek itu kabarnya meminta ditanggapkan wayang golek dan kurban seekor kambing hitam. Kalau tidak, Kampung Lewad, takkan bebas dari sakit ingatan. KETIKA diikuti dari belakang kakek yang serba putih itu menghilang di daerah yang saat ini banyak terserang penyakit aneh tadi. "Barangkali saja dengan menanggap wayang golek dan menyembelih kambing hitam, kampung ini bisa tertolong. Anggap saja ini sebagai salah satu ikhtiar," cerita Juarsa. Di Kota sandung sendiri, para ahli penyakit jiwa belum ada yang terjun meneliti gejala penyakit aneh di Kampung Lewad itu. Prof. Dr. Hasan Basri Saanin, Guru Besar Psikiatri di Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran Bandung, mengaku baru membaca kejadian itu di koran. "Kalau dimulai dengan demam, memang sudah bukan peristiwa aneh. Mengigau karena demam bisa terjadi karena peradangan di otak, influenza atau karena tipus. Kalau panasnya terlalu tinggi bisa membuat ingauan yang berlarut-larut dan menyebabkan si penderita gila," ulasnya. Tetapi dia sendiri belum bisa memastikan sebelum melakukan penyelidikan ke sana. "Kalau penduduk satu kampung menderita penyakit jiwa, menarik untuk diselidiki," katanya pula. Ahli psikologi John S. Nimpuno, Dekan Fakultas Psikologi Unpad menduga penyakit itu mungkin disebabkan pernikahan endogami (sedarah). Dugaan itu juga dikuatkan ahli psikologi dan kolumnis M.A.W. Brouwer. Di beberapa tempat di Eropa penyakit gangguan jiwa karena perkawinan sedarah mewarnai kelompok masyarakat tertentu. Tapi apakah yang terjadi di kampung Jawa Barat itu karena perkawinan sedarah, masih perlu dibuktikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus