PENANGGULANGAN penyakit malaria, TBC, kolera, cacar dan denam
berdarah, yang sejak bertahun-tahun menduduki prioritas utama,
beberapa tahun mendatang ini agaknya akan ditambah lagi dengan
kanker. Penyakit kanker sekarang ini menempati urutan ke-6
sebagai pembunuh, padahal lima tahun yang lampau masih di tempat
ke-12. Ia begitu banyak dibicarakan. Hingga para dokter yang
berspesialisasi dalam bidang ini berniat menyelenggarakan sebuah
seminar nasional pada 22 Januari mendatang ini di Jakarta.
"Situasi sudah cukup matang untuk menyelenggarakan seminar
nasional kanker. Situasi hangat kanker ini harus terus
dipelihara", ujar dr Sudarto Pringgoutomo, Direktur Administrasi
RS Cipto Mangunkusumo yang duduk sebagai ketua panitia seminar.
Berhubung ia merupakan seminar pertama, suatu hasil berupa
pilihan pengobatan yang tepat terhadap penyakit yang tak
ketahuan penyebabnya itu begitupun bagaimana cara terbaik
mengorganisir pengobatan para penderita terus terang masih belum
bisa diharapkan. Pekerjaan utamanya, sebagaimana dikatakan
Sudarto, adalah usaha menghimpun 7 yayasan kanker yang bergerak
terpisah-pisah di negeri ini. Jika seluruh yayasan tersebut bisa
disatu padukan, diharap penangulangan penyakit kanker bisa
lebih terarah dengan bantuan pemerintah. "Harus ada pola
penanggulangan penyakit kanker yang jadi pegangan pemerintah",
kata sang ketua panitia.
Yang dikatakan Sudarto benar. Metode pengobatan kanker memang
aneka ragam. Ada yang pakai obat konvensionil seperti obat-obat
kimia, operasi maupun dengan menggunakan radium. Obat-obat asli
juga banyak dipakai. Jadi apakah seminar ini bertujuan
menghapuskan penggunaan obat tradisionil, karena dalam seminar
ini yang dibicarakan hanya obat-obat buatan fabrik farmasi?
"Tidak", tampik Sudarto, "kita malahan mau menghimpun semua
jenis pengobatan. Hanya saja untuk memasukkan obat-obat
tradisionil ke dalam seminar yang pertama ini memang belum
mungkin. Sebagai unproven matter pun belum", ujarnya. Yah,
sebagai obat yang belum terbukti manfaatnya pun belum bisa,
begitulah.
Tahi Lalat
Di samping masalah yang menyangkut organisasi, seminar nantinya
juga membicarakan masalah-masalah ilmiah di sekitar penyakit itu
dari sudut epidemologi atau penyebarannya. Sebah masing-masing
daerah punya kekhususan. Menurut Sudarto, lasopharylx, jenis
kanker yang menyerang belakan hidung dan tenggorokan, paling
banyal ditemukan di Indonesia. Bagaimana sampai jenis yang ini
menonjol akan di diskusikan dalam seminar.
Seminar itu akan berlangsung di Taman Ismail Marzuki. Dan untuk
lebih mendekatkan masalah kanker ke khalayak ramai, sebuah
pameran akan diadakan pula di situ. "Pameran sengaja diadakan
di TIM agar mereka yang pakai sendal pun diperkenankan masuk
dan melihat-lihat", katanya kepada para wartawan minggu lalu.
Mereka yang cuma dengan payudaranya juga boleh memeriksakan diri
di tempat pameran itu tanpa dipungut bayaran sesen pun.
Meskipun belum ditemukan obat cespleng, seminar ini akan mencoba
meyakinkan masyarakat bahwa kanker bisa disembuhkan dengan
syarat ditemukannya tanda-tanda penyakit sedini mungkin.
"Pencernaan terganggu. Adanya perubahan dalam buang air besal
maupun kecil. Serak atau batuk yang menetap. Pendarahan yang
abnormal Luka tak mau sembuh-sembuh. Benjolan di payudara atau
tempat lain Tahi lalat yang berubah warna. Semu itu merupakan
ancer-ancer dari tanda awal kanker", urai Sudarto. Khusus wanita
yang ingin memergoki kanker rahim secepatnya dapat mengunjungi
rumah sakit untuk mendapat pap smear, sejenis pemoles yang
dapat mengetahui ada tidaknya tunas kanker. Mereka yang berusia
sekitar empat puluh atau yang sudah dekat menopause dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan yang teratur. Ongkos pemeriksaan
jenis pap smear ini sekitar R 3.000. Cukup murah dibanding
mengobati penyakit yang sudah berkelanjutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini