Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kazuyoshi Miura, pemain sepak bola profesional berkebangsaan Jepang, membuat heboh dunia sepak bola. Miura, yang pada musim ini membela klub Yokohama FC dalam kompetisi sepak bola tertinggi Jepang, J1 League, dikabarkan pindah bermain ke Eropa. Tepatnya di klub Oliveirense, tim peserta kasta kedua kompetisi sepak bola Portugal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memang nama Miura tidak sebesar pemain Jepang lainnya, seperti Hidetoshi Nakata yang sempat membela klub-klub Italia: AS Roma, Parma, Bologna, dan Fiorentina. Atau Shinji Kagawa yang pernah merasakan kompetisi Eropa bersama Borussia Dortmund dan Manchester United.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun Miura punya kelasnya tersendiri. Dia mampu bermain dalam liga profesional di usia yang menyentuh angka 55 tahun. Hal itu membuat Miura dianggap sebagai raja sepak bola Jepang. Wajar ia punya julukan King Kazu.
Meski pindah ke Portugal dengan status pinjaman dan kemungkinan durasi selama setengah musim, tetap saja itu berbuah gengsi besar bagi Miura. Intinya, ia masih bisa merasakan lagi kompetisi Eropa setelah terakhir kali berlaga pada 1994-1995, saat membela klub Serie A, Genoa.
Menariknya, Miura membawa motivasi besar dalam kepindahannya ke Portugal. Ia tak mau sekadar duduk di bangku cadangan. Penyerang gaek itu ingin berebut menit bermain dengan pemain yang jauh lebih muda darinya.
"Saya akan berusaha agar orang-orang bisa melihat saya memainkan gaya saya di lingkungan baru," kata Miura dalam keterangan resminya.
Ilustrasi orang tua melakukan olahraga. PEXELS
Dokter spesialis olahraga Michael Triangto mengatakan cukup masuk akal bagi Miura untuk tetap berkompetisi dalam olahraga berat, seperti sepak bola. Terlebih Miura memang sudah berkecimpung di liga profesional sejak 1980-an.
Menurut Michael, selama atlet tua itu bisa mempertahankan kebugarannya disertai dengan latihan dan pemulihan yang tepat, ia bisa meminimalkan potensi cedera atau sakit akibat olahraga berat. "Mengurangi, ya, bukan menghilangkan. Sebab, pada usia di atas 50 tahun, bahkan pada usia muda, risiko itu selalu ada," kata Michael ketika dihubungi, Jumat, 3 Februari lalu.
Michael meminta masyarakat cerdas membaca kabar Kazuyoshi Miura. Sebab, cerita Miura itu tak bisa begitu saja diterapkan pada masyarakat umum. Jangan sampai orang dengan usia 40 tahun sembarangan memilih olahraga berat. Apalagi mereka tak punya riwayat aktivitas olahraga berat sebelumnya.
Menurut dia, tak adil jika membandingkan kondisi fisik pemain atau mantan pemain olahraga dengan kondisi fisik masyarakat umum yang jarang berolahraga meski usianya sama. Ia khawatir orang dengan usia senja yang mendadak ikut olahraga berat, seperti sepak bola, lari, dan bersepeda, lebih rentan mengalami cedera hingga gangguan kesehatan. "Bahkan bisa meninggal mendadak," ujar Michael.
Walhasil, Michael meminta masyarakat usia senja berpikir lebih bijak dalam memilih olahraga. Jangan sampai asal ikut cabang olahraga yang sedang tren saat ini, seperti lari dan sepeda, terlebih dengan intensitas berat.
Selain itu, Michael menyarankan masyarakat dengan usia di atas 40 tahun tak memilih olahraga yang punya tingkat persaingan tinggi. Sebab, orang tersebut dikhawatirkan terlalu memaksakan fisiknya demi bersaing dengan kawan atau pemain lainnya. "Makanya, kalau bisa, berolahraga dengan kelompok umur yang sama serta tujuan olahraganya adalah sekadar sehat dan senang-senang saja."
Untuk orang yang terbiasa berolahraga, Michael pun menyarankan mereka tetap berhati-hati. Sebab, sering melakukan olahraga berat tidak baik untuk tubuh. Meski tubuh bisa meregenerasi sel yang rusak akibat olahraga berat, proses tersebut membutuhkan waktu istirahat dan asupan gizi yang baik.
Sebaliknya, akan sangat berbahaya jika tubuh diforsir untuk olahraga berat tanpa diimbangi dengan istirahat dan proses regenerasi tubuh yang baik. "Jadi, orang berolahraga itu jadi sehat. Tapi orang yang berolahraga berlebihan tidak akan jadi super-sehat," ucap Michael.
Ilustrasi orang tua memeriksa denyut setelah olahraga. PEXELS
Sependapat dengan Michael, dokter spesialis olahraga Antonius Andi Kurniawan mengatakan usia mempengaruhi jenis dan porsi olahraga seseorang. Sebab, bertambahnya usia secara umum akan mengikis kebugaran tubuh seseorang, seperti berkurangnya massa otot dan bertambahnya persentase lemak dalam tubuh.
Karena itu, ia meminta masyarakat tak sekadar ikut tren olahraga, seperti lari dan sepeda, terlebih pada usia 50 tahun ke atas. Orang dengan usia tersebut sebaiknya menakar kemampuan fisiknya sebelum memilih jenis olahraga.
Ada baiknya masyarakat di usia senja rutin memeriksakan kesehatan menyeluruh minimal enam bulan sekali. Berbekal hasil pemeriksaan kesehatan tersebut, masyarakat akan tahu seberapa sehat dan bugar tubuhnya.
Jika ditemukan gangguan kesehatan, seperti tekanan darah tinggi atau diabetes, mereka bisa memilih atau mengatur pola olahraga seperti apa yang aman. "Kalau mereka tidak tahu itu dan langsung ikut olahraga berat, jelas sangat berbahaya," kata Andi ketika dihubungi, Jumat lalu.
Karena itu, Andi menyarankan masyarakat berusia di atas 40 tahun memulai olahraga dengan durasi pendek. Terlebih, mereka yang saat muda jarang berolahraga. Intinya, berolahraga dengan menekan risiko cedera atau sakit akibat aktivitas itu.
Sebagai contoh, memulai olahraga lari tak bisa dilakukan dengan berlari seketika, melainkan harus dimulai dengan berjalan santai selama beberapa waktu. Jika tubuh sudah terbiasa dengan jalan santai, bisa berlanjut jalan cepat, lari ringan, hingga lari cepat. "Intinya, dengarkan tubuh Anda, tahu batasan fisik Anda, dan cek kesehatan sebelum olahraga."
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo