DEWININGSIH dan Mujiyati, dua orang petugas lapangan keluarga berencana Kecamatan Kebakramat, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, bingung. Mereka heran karena beberapa ibu di Desa Kaliwuluh mengaku ikut KB dengan cara yang tidak biasa: "semprot vagina". Daftar cara KB ditengoknya dengan teliti. Teryata, cuma tercatat: IUD, pil, kondom, vasektomi, MOW (tubektomi), dan suntik. Semprot vagina? Apa pula ini? pikir kedua petugas itu. Awal Maret lalu, kedua petugas itu resmi mengadukan hasil penemuannya di lapangan. Kanwil Depkes Ja-Teng yang mendapat laporan kedua petugas tadi ternyata juga belum pernah tahu cara KB itu. Jenis pencegahan kehamilan macam apa ini, dan siapa yang mempraktekkannya? Sementara itu, kepala Kanwil Depkes Ja-Teng, dr. Nardho Gunawan, M.Ph., berpendapat - siapa pun penyemprot vagina Itu, seharusnya minta izln dahulu. "Semua dokter memang diminta ikut menyukseskan KB, tapi khusus untuk alat kontrasepsi yang sudah diprogramkan," ujar Nardho kepada wartawan TEMPO, Bandelan Amaruddin. Ternyata, BKKBN Ja-Teng tidak kaget. "Saya sudah memonitornya, dan masih mengikuti perkembangannya lebih lanjut," ujar Drs. Muchayat, kepala BKKBN Provinsi Ja-Teng. Dan terungkap, praktek semprot vagina itu bukan praktek gelap. "Si penyemprot vagina" adalah Dr. Tan Tiauw An, M.Ph, bekas Dokter Kabupaten (Dokabu) Karanganyar, selama 13 tahun (1961-1974). Tan, yang berusia 55 tahun, kini bermukim di Solo dan bekerja di Rumah Sakit Umum Surakarta. Ditemui di RSU Surakarta dokter itu cuma tersenyum ketika ditanyai perihal semprot vagina, dan menolak diwawancarai. "Uji coba belum selesai, nanti saja," katanya berkali-kali. Mengenai legalisasi, menurut Tan, praktek semprot vagina yang dilakukannya adalah percobaan klinis yang sudah dilaporkan ke BKKBN Pusat. Percobaan itu akan selesai akhir tahun ini. Karena itu, selain belum saatnya diumumkan, Tan barangkali merasa tidak berhak memberitahukan praktek semprot vagina itu, sebelum menyampaikan laporan ke BKKBN. Sebuah sumber TEMPO di Jawa Tengah membenarkan bahwa percobaan dr. Tan telah diketahui BKKBN, walaupun seluruh percobaan itu inisiatif Tan sendiri. Sampai kini, semprot vagina, yang kabarnya dimulai sejak 1979 itu, sudah dicobakan pada 400 ibu. Dan menurut sumber TEMPO tadi, percobaan akan dianggap selesai bila mencapai jumlah 500. Sampai sekarang percobaan itu diperkirakan sudah berhasil sekitar 97%. Dari sumber itu pula diketahui bahwa semprot vagina itu adalah pencegahan kehamilan dengan obat quinacrine hidrochlorida - yang mengandung kina, obat malaria itu. Ini sebuah usaha sterilisasi tanpa operasi. Selama ini sterilisasi memang dikenal cuma melalui operasi, yaitu pemotongan saluran telur atau mengikatnya dengan semacam cincin. Menurut sebuah publikasi pertemuan ilmiah tentang sterilisasi di Minnesota, 1975, penggunaan quinacrine untuk pertama kali dilaporkan oleh dr. Jaime Zipper dari Chili, tahun 1970 - ia agaknya penemu teknik ini. Cara itu disebutkan sebagai teknik menyumbat saluran telur. Caranya tanpa operasi, melainkan memasukkan obat quinacrine yang mempunyai bentuk memanjang - ini tak dilakukan di Indonesia - atau menyemprotkan cairan quinacrine seperti yang dilakukan di Solo itu. Namun, publikasi itu mengatakan bahwa penyumbatan tidak segera terjadi karena ternyata quinacrine tidak segera bisa mengeraskan sel-sel epithel saluran telur, hingga saluran itu tersumbat. Kesulitan penggunaan quinacrine terletak pada proses pemberiannya - yang harus diulang beberapa kali. Zipper sendiri telah membuat tabel percobaan yang berisi, antara lain, dosis pemberian dan jangka waktu penyemprotan. Dengan tabel itu, Zipper akhirnya mencapai angka keberhasilan total sebesar 80%. Sebuah publikasi lain tentang obstetri dan ginekologi tentang kontrasepsi yang diterbitkan. Desember 1984 mengungkapkan, percobaan Zipper setelah 10 tahun memberikan janji yang meyakinkan. Dampak samping yang tercatat sama sekali tak membahayakan, antara lain hanya kram perut yang bisa diatasi dengan istirahat. Nyonya Martuti, istri seorang pejabat di Karanganyar, mengaku merasa agak panas dan sedikit mual sesudah disemprot akhir Desember tahun lalu. Tapi setelah istirahat, perasaan itu pun hilang. Ketika ditanya mengapa menempuh cara itu, Martuti menyebutkan karena tidak perlu operasi. "Ternyata, memang tidak sakit, tidak merasa apaapa," katanya. Ia pun menerangkan, dr. Tan memeriksanya dengan teliti sebelum melakukan penyemprotan. "Kalau anaknya masih satu atau dua, dr. Tan tidak mau. Harus punya anak lebih dari dua," kata ibu yang kini punya empat anak itu. Nyonya Suwito, istri seorang pejabat kelurahan di Lingkungan Kaliwuluh, mengaku penyemprotan yang dilakukan dr. Tan berlangsung selama tiga bulan - sebulan sekali. "Hasilnya baik," ujar ibu lima anak itu. Sampai kini ia sudah memasuki tahun kelima, sejak disemprot. Ia tidak hamil. Sementara itu, Dr. Ny. Sudomo, staf ahli BKKBN Pusat, membenarkan adanya percobaan quinacrine hidrochlorida di Jawa Tengah itu. Inisiatif percobaan ini bukan dari BKKBN, melainkan dari PKMI (Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia). "Bila percobaan sterilisasi kimia ini telah menunjukkan hasil yang baik, bakal diluaskan pemakaiannya," ujar Ny. Sudomo. Dr. Sudraji Sumapraja, ahli kebidanan terkemuka dan konsultan domestik BKKBN, menyebutkan penggunaan quinacrine sebagai "kontrasepsi masa depan". Menurut ahli andrologi (kemandulan) ini, kelak peserta KB terbesar justru kontap (kontrasepsi mantap). Sudraji juga mengemukakan keuntungan lain, yaitu proses non-operasi. "Cara operasi sulit dikembangkan karena membutuhkan ruang operasi khusus, tenaga ahli, dari ahli kebidanan sampai ahli anestesi," katanya. Semprot vagina, menurut Sudraji, bisa dilakukan perawat atau paramedis. Masalahnya, menurut Sudraji, pada cara pemberiannya. Ia memperkirakan proses penutupan saluran telur bisa membutuhkan waktu lebih dari tiga bulan. Karena itu, agar aman, pada tahap permulaan ada baiknya penggunaan quinacrine digabungkan dengan alat kontrasepsi lain. Yang paling baik dikombinasikan dengan IUD berbentuk T, yang ujung-ujungnya diberi quinacrine. Jadi, kehamilan bisa dicegah selama penutupan belum terjadi. Jim Supangat Laporan Kastoyo Ramelan (Jawa Tengah) dan Adyan Soeseno (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini